Semula mereka mengeluhkan harga jual singkong yang hanya Rp 900 per kg.
Selanjutnya Pj Gubernur Lampung membuat kesepakatan dengan perusahaan tapioka dengan menaikkan harga singkong menjadi Rp 1.400 per kg.
Namun kesepakatan itu tidak didukung payung hukum, sehingga pengusaha tidak mengindahkan kesepakatan tersebut.
Fakta di lapangan menunjukkan harga jual singkong tidak ada yang mencapai Rp 1.400 per kg.
"Kami rela jauh-jauh hujan-hujanan hanya meminta keadilan. Singkong yang kami tanam tidak dapat subsidi pupuk. Setelah panen, harganya tidak sesuai. Kami bukan sapi perah yang hanya dimanfaatkan tenaganya saja," ucap koordinator aksi.
"Pj Gubernur kami minta ke sini beri penjelasan terhadap petani. Kalau tidak mampu memimpin Lampung ini, lebih baik mundur saja. Kami saja yang jadi gubernur," sambungnya.
Mereka menyampaikan, singkong bertanam menjadi satu-satunya usaha petani untuk hidup dan membiayai sekolah anak.
"Jika harga tetap begini saja dan tidak ada keputusan, kami tidak akan pulang, dan kami minta kepada seluruh petani ke sini," kata dia lagi.
(Tribunlampung.co.id/Riyo Pratama/Hurri Agusto)