“Karena korban ini anak yatim, maka ijab dan kabul itu diwakili oleh paman korban dengan kalimat menyerahkan keponakannya itu ke dukun tersebut untuk melakukan pengobatan,” ungkap JPU.
Pada awal pengobatan, korban masih ditemani keluarganya.
Namun setelah dua minggu, keluarga korban harus kembali ke Banda Aceh untuk bekerja.
Remaja putri itu akhirnya tinggal di rumah dukun tersebut sejak tahun 2019 hingga 2022.
Tindakan rudapaksa itu dilakukan oleh pelaku pada tahun 2020.
Pelaku memanfaatkan situasi saat istri dan anaknya pergi ke Medan.
Dukun cabul itu diduga beberapa kali merudapaksa korban.
“Jadi, saat itulah korban ini dilecehkan dan dirudapaksa pelaku. Untuk perbuatannya ini sudah berulangkali dilakukan pelaku,” tutur JPU.
Mirisnya, dukun cabul itu enggan mengakui perbuatannya.
“Intinya korban sudah hilang mahkotanya karena dukun tersebut. Tapi sampai saat ini pelaku tetap menolak mengakuinya,” ujar Erlina.
Erlina menuturkan, korban telah berkali-kali menjadi korban rudapaksa, hingga akhirnya pada tahun 2021, ia hamil empat bulan.
Pelaku kemudian menyuruh korban untuk meminum ramuan yang dibuatnya.
“Si dukun ini memberikan ramuan kepada korban, sehingga kandungannya gugur. Hal itu dilakukan di rumah dukun tersebut,” ucapnya.
Di sisi lain, korban tidak bisa pulang ke rumahnya, dan pelaku tidak mengizinkan orang tua korban untuk menjenguk.
Padahal, kondisi korban saat itu sudah membaik.