Jimly menyatakan, sejatinya dalam upaya memakzulkan seorang kepala negara, baik itu presiden atau wakil presiden, harus ada mekanisme yang ditempuh.
"Prosedurnya bagaimana? Prosedurnya itu harus dimulai dari DPR. DPR lah yang harus memutuskan lebih dulu tuntutannya. Baru dibawa ke MK."
"Nanti kalau sudah diputuskan MK, dibawa lagi ke MPR. Diajukan oleh DPR," kata Jimly saat ditemui awak media di Lapangan Masjid Agung Al-Azhar, Jakarta, Jumat (6/6/2025).
Sejauh ini, secara tersirat, menurut Jimly, Forum Purnawirawan TNI sudah melakukan upaya yang tepat, yakni mengirimkan surat pemakzulan tersebut kepada DPR RI.
Namun menurut dia, yang harusnya disoroti yakni soal kesediaan 2/3 dari partai politik di parlemen membahas upaya pemakzulan tersebut.
Sementara, sebagian besar dari partai politik yang ada di parlemen merupakan gabungan Koalisi pemerintahan Prabowo-Gibran.
"Jadi langkah pertama harus beres dulu di DPR. Dua per tiga, kali dua per tiga harus setuju dengan tuntutan dengan berbagai alasan dan pertimbangannya untuk dibuktikan tadi. Itu lho," kata dia.
"Nah sekarang dua per tiga di DPR itu siapa? KIM plus apa mau? Jadi jangan tanya. Tanyanya kepada KIM plus. Koalisi permanen," beber dia.
Dari gabungan partai politik itu, bahkan kata Jimly, ketuanya merupakan kepala negara saat ini yakni Presiden RI Prabowo Subianto, yang juga merupakan Ketua Umum DPP Partai Gerindra.
Sehingga, menurut Jimly, Prabowo tetap akan melindungi Gibran dari desakan pemakzulan tersebut.
Apalagi, Gibran merupakan putra Jokowi dan Prabowo adalah mantan menteri di Kabinet Indonesia Maju yang dipimpin oleh Jokowi.
"Tapi saya rasa karena yang memilih wakil presiden itu adalah Ketua Umum Gerindra sebagai calon presiden, yang memilih Gibran itu dia (Prabowo), saya rasa dia akan melindungi wakil presiden. Gitu lho," kata dia.
"Ya kan? Apalagi wakil presiden ini putra dari mantan presiden ketika dia (Prabowo) menjadi anggota kabinetnya," sambung Jimly.
Maka dari itu, Jimly merasa tidak mudah bagi Forum Purnawirawan TNI untuk memakzulkan Gibran.
Dirinya menilai, apa yang disuarakan oleh para Purnawirawan TNI tersebut hanyalah ekspresi kemarahan yang realisasinya sulit diwujudkan.