Berita Lampung

Anggota DPRD Lampung Kritisi SPMB SMAN Jalur Domisili: Menyimpang dari Aturan Teknis

Editor: Reny Fitriani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

KRITISI SPMB JALUR DOMISILI - Fauzi Heri saat menghadiri Paripurna DPRD, Selasa (22/4/2025). Pihaknya mengkritisi SPMB SMAN jalur domisili. 

Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung – Anggota DPRD Provinsi Lampung, Fauzi Heri mengkiritisi Sistem Penerimaan Murid Baru tingkat SMA Negeri di Provinsi Lampung. 

Hal ini menyusul banyaknya keluhan dari para orang tua siswa yang menganggap sistem seleksi tak hanya membingungkan tapi juga tak adil.

Dalam SPMB 2025 ini, terdapat empat jalur seleksi yang diterapkan: jalur domisili, afirmasi, prestasi, dan perpindahan orangtua.

Namun pelaksanaan teknis di lapangan dinilai tidak konsisten dengan petunjuk teknis (juknis) yang berlaku.

Salah satu yang paling disorot warga ialah jalur domisili, yang seharusnya memprioritaskan peserta didik dengan jarak rumah terdekat dari sekolah, tapi justru didominasi oleh peserta dengan nilai rapor tinggi.

Beberapa orangtua mengaku anaknya tidak diterima di sekolah yang berjarak sangat dekat dari rumah, hanya karena kalah skor nilai rapor dari peserta lain yang tinggal lebih jauh.

Sistem perangkingan berbasis nilai di jalur domisili memunculkan pertanyaan besar.

Warga menilai aturan telah dicampuradukkan dengan ketentuan di jalur prestasi. Di sisi lain, peserta yang masuk jalur prestasi justru bisa gagal karena kalah skor tes akademik, meski nilai rapor mereka tinggi.

Namun saat berpindah ke jalur domisili, nilai rapor mereka kembali mendongkrak posisi, menyalip peserta yang berdomisili lebih dekat.

Menaggapi hal ini, Fauzi Heri mendesak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung untuk segera mengevaluasi sistem SPMB secara menyeluruh.

Ia menilai sistem yang sekarang telah menyimpang dari aturan teknis yang seharusnya menjadi pedoman pelaksanaan.

Menurutnya, jalur domisili tidak seharusnya mempertimbangkan nilai rapor sebagai komponen penilaian utama. Prioritas utama adalah jarak rumah ke sekolah.

Penggunaan nilai rapor pada jalur ini, apalagi dengan bobot yang besar, dianggap telah menyalahi prinsip dasar seleksi jalur domisili.

Fauzi mencontohkan adanya peserta yang rumahnya hanya puluhan meter dari sekolah namun gagal diterima, sementara peserta lain yang tinggal hingga tujuh kilometer justru lolos karena nilai rapornya tinggi.

Ia juga mengungkap laporan dari sejumlah orangtua yang mencurigai adanya permainan nilai rapor di sekolah asal.

Halaman
12

Berita Terkini