Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Mahasiswi di Lampung dari kampus negeri berinisial MA mendapatkan perawatan di Rumah Sakit Umum Dearah Abdul Moeloek (RSUDAM) pasca mengalami tindakan kekerasan asusila.
Direktur Damar Afrintina mengatakan, pihaknya secara tegas telah menerima kuasa dari korban untuk pendamping hukum.
"Mahasiswi yang mengalami tindakan asusila tersebut saat ini sedang berada di rumah sakit menjalani pengobatan," kata Direktur Damar, Afrintina saat diwawancarai Tribun Lampung di kantor Damar, Jumat (20/6/2025).
"Jadi sampai hari ini korban sedang dirawat karena dampak peristiwa yang dialami korban," ujarnya.
Diteruskannya, psikologis korban terganggu hingga nekat melakukan percobaan bunuh diri.
Korban mengalami kekerasan asusila pada 2024, akan tetapi saat ini memang masih dalam proses pendampingan oleh Damar.
Karena adanya dugaan asusila yang dilakukan pihak lainnya yang merupakan sesama mahasiswa.
"Jadi adanya tindakan asusila terhadap klien kami, walaupun kami ada MoU dengan kampus tersebut untuk pencegahan penanganan kekerasan asusila di kampus," ucapnya.
Pihak kampus memiliki itikad baik dengan berkolaborasi dalam penyelesaian kasus tersebut.
Ia mengatakan, kasus kekerasan berbasis gender yang menimpa salah satu mahasiswi di PTN di Lampung ini sampai saat ini sedang ditangani Damar.
"Kami dari Damar ada 7 orang yang mendampingi korban, sebelumnya klien kami ada pengacara lain yang pegang perkaranya. Jadi per 19 Juni 2025 kuasa dari pengacara lainnya sudah dicabut surat kuasanya," terang Afrintina.
Disebutkannya, korban saat ini belum stabil psikologisnya.
"Kasus kekerasan asusila ini akan berkembang dan akan disampaikan secepatnya hasilnya. Mereka sudah dewasa keduanya, baik korban dan pria tersebut," kata Afrintina.
Korban datang beberapa waktu lalu memang tidak ada pendampingan, ke SPKT kantor polisi untuk melaporkan terkait asusila.
Kemudian korban baru ditanya polisi terkait hubungannya keduanya yakni berpacaran, hingga di SPKT terhenti.
"Kata petugas tidak ada unsurnya, padahal ada pendukung hal lainnya, jadi itu hanya kurang pendalaman saja pertanyaan dari petugas kepada korban, maka kami hadir dalam penegakan hukum dan melakukan pendampingnya," kata Afrintina.
Adapun syarat materil dan formil juga sudah ada, Damar akan melakukan upaya ke polisi dan Damar mendengar dulu dari pihak kampus.
"Kami fokus dalam pemenuhan hak korban, Itera diharapkan mengutamakan pencegahan anti kekerasan tersebut. Korban saat ini masih ada satu orang yang melaporkan ke kami," ungkapnya.
Adapun audiensi dengan Itera dan hasilnya akan diinformasikan.
"Kami rencanakan sudah mau buat laporkan ke Polda Lampung dan setelah semua bukti yang jelas maka proses ini akan sampai ke ranah hukum," kata Afrintina.
Sementara itu, Ketua Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi (PPKPT) Itera, Winati Nurhayu mengatakan, Itera berkomitmen pada transparansi, akuntabilitas, dan
profesionalisme dalam menangani kekerasan.
PPKPT Itera menegaskan bahwa seluruh proses penanganan telah dan sedang dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 55 Tahun 2024, tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Dalam menangani kasus kekerasan, Satuan Tugas PPKPT senantiasa membuka akses pelaporan dengan persetujuan korban.
Pihaknya siap menindaklanjuti setiap laporan yang masuk secara resmi melalui mekanisme yang diatur dalam peraturan tersebut.
Setelah PPKPT Itera mengajukan permohonan asesmen psikologi korban ke Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Itera.
Korban mulai menjalani sesi asesmen dan pendampingan psikologis bersama psikolog profesional dari PPSDM Itera.
"Sepanjang 21-28 Mei 2025, korban telah menjalani sebanyak tiga kali asesmen dan pendampingan psikologis bersama psikolog profesional," papar Winati.
Itera menegaskan bahwa seluruh biaya layanan pendampingan psikologis korban sepenuhnya
ditanggung oleh Itera.
Hal tersebut sebagai bentuk tanggung jawab instusi dalam memberikan perlindungan dan dukungan bagi korban.
Komitmen dan imbauan Satgas PPKPT Itera yakni PPKPT Itera menegaskan bahwa penanganan kasus ini masih terus berlangsung.
Dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang berlaku, dengan mengedepankan prinsip kerahasiaan, keselamatan korban, serta akuntabilitas proses.
“Kami berkomitmen untuk menindaklanjuti setiap laporan kekerasan dengan serius, proses kami lakukan untuk dipercepat atau diperlambat, melainkan untuk memastikan bahwa setiap langkah berjalan sesuai
prosedur dan memberikan perlindungan maksimal kepada korban,” kata Ketua Satgas PPKPT Itera, Winati.
PPKPT Itera mengimbau kepada seluruh pihak untuk menghormati proses yang sedang berjalan dan menghindari penyebaran informasi yang belum terverifikasi.
Ia mengatakan, guna menjaga privasi, kenyamanan, dan keselamatan semua pihak yang terlibat.
Hingga saat ini, PPKPT Itera belum menerima informasi atau pembaruan lebih lanjut dari pihak pengacara korban terkait perkembangan laporan mereka ke kepolisian.
PPKPT Itera akan terus bekerja secara transparan, adil, dan berpihak pada korban dalam rangka menciptakan lingkungan kampus yang aman dan bebas dari kekerasan.
Pihaknya melakukan penanganan, sebagai bentuk komitmen pada transparansi, akuntabilitas, dan
profesionalisme dalam menangani kekerasan.
Adapun kronologi penanganan kasus kekerasan asusila tersebut yakni mulai 21 April 2025 bahwa Satgas PPKPT Itera menerima tembusan surat somasi dari pengacara.
Diduga ada salah satu mahasiswa menjadi korban kekerasan yang terjadi pada 21 April 2025.
Dugaan kasus kekerasan asusila itu terjadi sekitar Februari 2024.
"Walaupun tembusan tersebut belum memenuhi syarat sebagai laporan resmi kepada Satgas PPKPT Itera sesuai Permendikbudristek No. 55 Tahun 2024, PPKPT Itera secara proaktif segera menghubungi dan mengundang korban untuk klarifikasi dan memberikan dukungan awal," ujarnya.
Kemudian 28 April 2025 bahwa tim Penanganan PPKPT Itera melakukan pertemuan dengan korban untuk mengklarifikasi isi somasi yang dilayangkan, memberikan pendampingan awal.
Serta memastikan korban mendapatkan dukungan yang dibutuhkan.
"Dalam pertemuan tersebut, korban menyampaikan bahwa ia berencana membawa kasus ini ke ranah kepolisian," kata Winati.
Korban terlebih dahulu menyampaikan somasi yang ditembuskan ke Itera sebagai bentuk itikad baik untuk menjaga nama baik institusi.
Kemudian menunggu rekomendasi dari PPKPT Itera sebelum melangkah lebih jauh.
Kemudian pada 28 April 2025 bahwa di hari yang sama, Tim Penanganan PPKPT Itera memanggil dan melakukan pertemuan dengan terlapor untuk mengklarifikasi isi somasi yang diterima dan mendengar keterangan dari pihak terlapor.
"Atas pertemuan tersebut, tim penanganan sepakat untuk mendampingi korban, karena dinilai
memerlukan pendamping," kata Winati.
(Tribunlampung.co.id/Bayu Saputra)