TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Utama PT Inhutani V, Dicky Yuana Rady (DIC), sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap kerja sama pengelolaan kawasan hutan.
Mengutip Tribunnews, KPK juga menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka, yakni Djunaidi (DJN), Direktur PT Paramitra Mulia Langgeng (PML) sebagai pihak pemberi suap, dan Aditya (ADT), staf perizinan dari SB Grup yang turut serta dalam penyuapan.
"Setelah melakukan pemeriksaan intensif dan menemukan sedikitnya dua alat bukti yang cukup, kami menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan tiga orang tersangka," ujar Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (14/8/2025).
Asep menjelaskan bahwa kasus ini merupakan bukti kerentanan sektor sumber daya alam, khususnya kehutanan, terhadap praktik korupsi.
KPK menyoroti bagaimana suap dalam perizinan dapat merugikan negara dan mengabaikan tata kelola lingkungan yang baik.
Kronologi OTT
Operasi senyap KPK ini menjaring total sembilan orang di empat lokasi berbeda, yaitu Jakarta, Bekasi, Depok, dan Bogor.
Operasi ini dilancarkan setelah tim KPK mendeteksi adanya penyerahan uang yang diduga sebagai bagian dari suap untuk memuluskan kepentingan bisnis PT PML.
Dari rangkaian penangkapan tersebut, KPK menyita sejumlah barang bukti signifikan, antara lain:
1. Uang tunai sebesar 189.000 dolar Singapura (setara Rp2,4 miliar).
2. Uang tunai senilai Rp8,5 juta.
3. Satu unit mobil Rubicon yang ditemukan di kediaman Dicky.
4. Satu unit mobil Pajero milik Dicky yang berada di rumah Aditya.
Konstruksi Perkara Suap
Kasus ini berawal dari kerja sama pengelolaan kawasan hutan antara PT Inhutani V (INH) dengan PT Paramitra Mulia Langgeng (PML) di Lampung, yang mencakup lahan seluas lebih dari 55.000 hektare.