Dugaan Malapraktik di Lampung
Dugaan Malapraktik, IDI Lampung Minta Manajemen Rumah Sakit Swasta Investigasi
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Lampung meminta kepada manajemen rumah sakit (RS) swasta di Bandar Lampung untuk menjalankan investigasi
Penulis: Bayu Saputra | Editor: soni yuntavia
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, Bandar Lampung - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Lampung meminta kepada manajemen salah satu rumah sakit (RS) swasta di Bandar Lampung untuk menjalankan investigasi secara komprehensif.
Investigasi, menurutnya, harus ke akar masalah karena ada okum dokter yang dilaporkan ke kepolisian.
"Investigasi harus dilakukan secara komprehensif atau paripurna dengan melihat semua aspek," kata Ketua IDI Lampung, dr Josi Harnos, saat diwawancarai Tribun Lampung via telepon WhatsApp, Rabu (10/9/2025).
Menurutnya, terlalu prematur untuk menyalahkan karena semua pihak mulai dari kepolisian dan internal RS harus melakukan penelusuran.
Pernyataan ini diungkapkannya seiring adanya dugaan malapraktik yang menimpa warga Bandar Lampung pasca operasi miom.
"Kami dari IDI Lampung mengharap agar dokter se Lampung dapat menjalankan etika profesi," kata Dokter Josi.
"Kasus ini harus ditelaah dan tidak hanya satu pihak saja, semua sesuai SOP (Standar Operasional Prosedur), setiap RS berbeda dan yang tahu itu institusinya," kata Kabid Promotif dan Preventif PB IDI pusat tersebut.
Pembengkakan Ginjal
Korban dugaan malapraktik di salah satu rumah sakit swasta di Bandar Lampung masih mengalami rasa sakit.
Korban Endang Febriaki (42), warga Way Halim, Kota Bandar Lampung, masih merintih kesakitan pasca operasi miom.
Dia menjelaskan poses pengobatan di rumah sakit swasta tersebut.
"Saat itu saya tidak enak badan, lemas, panas hingga mual dan sakit kepala. Saya berobat ke RS swasta tersebut pada 19 Juni 2025," kata Endang. saat diwawancarai di rumahnya, di Way Halim, Kota Bandar Lampung, Selasa (9/9/2025).
Pada malam harinya selepas Isya dirinya berangkat ke RS swasta tersebut dan diperiksa perawat di ruang IGD.
Saat diperiksa perawat menanyakan kondisi perutnya yang keras. Sempat ditanya apakah dirinya pernah menjalani USG, korban menjawab belum.
"Kami menunggu cek darah, selesai dua jam ada dokter jaga memberitahu bahwa kadar leukosit saya tinggi, katanya ada infeksi," kata Endang.
Setelah menunggu dua jam lamanya, dokter jaga menjelaskan bila hb-nya juga rendah di kisaran 7.
Karena kondisi itu Endang diharuskan transfusi darah dan disarankan dokter untuk rawat inap.
Sekitar pukul 03.00 WIB dini hari Endang mulai masuk ke ruang rawat inap.
"Setelah transfusi darah dibawa ke USG dan usai diperiksa dokter penyakit dalam diketahui ada pembengkakan sedikit di ginjal sedikit," kata Endang.
Dokter jaga menjelaskan pembengkakan ginjal karena saluran kencingnya tertekan.
"Jadi saya diberitahu ada miom dengan diameter 11 sentimeter," kata Endang.
Dirinya juga saat itu bertanya ke dokter penyakit yang mana didahulukan untuk diobati.
"Saya bilang ada juga batu empedu, tapi kata dokter karena kecil ukurannya tak dihiraukan. Pembengkakan ginjal bisa diobati, karena harus miom dulu yang disembuhkan," kata Endang.
Saat menjalani transfusi darah 2 kantung, perawat datang dan bertanya dokter kandungan mana yang akan dipilih Endang untuk pemeriksaan
Perawat juga menjelaskan ada tiga dokter kandungan yang siap memeriksa. Awalnya dirinya memilih dokter kandungan perempuan, namun karena sedang cuti akhirnya Endang memilih dokter B.
"Keesokan harinya saya dibawa ke ruangan dokter dalam posisi sedang transfusi darah, saya di USG ulang dan dijelaskan terdapat miom sebesar 11 cm atau besarnya seperti kepala bayi hamil 6 bulan," kata Endang.
Penyakitnya miom itu harus diangkat dengan rahimnya, karena besarnya sudah di atas 10 cm.
Sebelum mengiyakan dirinya konsultasi dengan suami. Hasilnya suami membolehkan dirinya sudah punya keturunan.
"Saya juga sempat tanya apakah bisa diangkat tanpa rahim, dokter menjawab tidak bisa karena miom sudah di atas 10 cm," kata Endang.
"Kalau tak dioperasi maka miom akan membesar. Rencana operasi pada Senin 23 Juni 2025 dan saya siap, operasi sesar tanpa mengeluarkan anak," kata Endang.
Sebelum operasi malamnya dia transfusi 2 kantung darah.
"Sebelum operasi kencing lancar dan tak ada keluhan. Kemudian selesai jam 11.00 WIB lalu dibawa kembali ke ruang perawatan," kata Endang.
Pasca operasi Endang mengaku belum boleh minum, dan tim media sudah memasang kateter dan air seni ada sekitar 200 mililiter.
"Saya tidur dan sekitar jam 15.00 WIB bangun minta minum, tapi boleh minum jam 17.00 WIB," kata Endang.
"Saya tak buang air kecil, dari itu saya tidak bisa kencing pasca operasi. Sampai perawat dua kali ganti kateter lalu dikasih obat lancar kencing," kata Endang.
Setelah di RS swasta pertama dirinya pada Rabu malam dirujuk ke RS swasta lainnya pukul 23.30 WIB, dibawa dengan mobil ambulans.
"Saat itu saya tidak buang air kencing pasca operasi, perut membesar dan kami masuk ruangan,"kata Endang.
Hingga dokter RS swasta masuk ruangan. Yang memeriksa spesialis urologi, spog dan dokter penyakit dalam.
"Saya sudah MRI dan rontgen, Sabtu 28 Juni 2025 adaa operasi nevrost kanan dan kiri untuk pasang selang dari ginjal untuk mengeluarkan air seni yang belum keluar selama 5 hari," kata Endang.
Setelah operasi berliter air kencing mulai keluar dan kondisinya mulai membaik.
"Kamis operasi penyambungan saluran kencing, setelah di MRI dan rontgent didapati ada saluran kencing yang putus," kata Endang.
Dirinya langsung menjalani operasi penyambungan saluran kencing bagian kanan, hingga akhirnya bisa dipulangkan pasca operasi.
Endang mengatakan, dirinya mengalami putus saluran kencing akibat operasi pengangkatan miom di RS swasta pertama.
Dokter di RS swasta pertama hanya bilang dirinya hanya trauma saluran kencing, tapi dokter itu tidak menjelaskan penyebabnya saat saya sudah mengeluh sakit.
Berangkat dari kondisi itu Endang sudah melaporkan kepada pihak RS swasta tersebut, namun tidak ada tanggapan.
"Saya masuk ke RS ada miom kemudian operasi namun saluran kencing putus," kata Endang.
"Kami telah menyerahkan kasus ini ke pengacara," kata Endang.
Saat ini dia menggunakan selang nervos dari ginjal sebelah kiri untuk sambungan buang air kecil.
"Kami pernah melakukan pertemuan tapi tidak menghasilkan kesepakatan. Harapan saya air kencing kembali bisa keluar normal, karena kadar racun sampai 10 dan hampir cuci darah," kata Endang.
"Harapan saya ingin sembuh sediakala," kata Endang.
Sesuai Prosedur
Manajemen Rumah Sakit (RS) Advent Bandar Lampung mengklaim pasien yang menjalani operasi miom dan penanganan dari dokter B telah sesuai prosedur.
"Kami menyatakan apa yang dilakukan dokter B sudah sesuai standar operasional prosedur (SOP), dan pertolongan operasi sudah sesuai," kata Kabag Humas dan Marketing RS Advent Bandar Lampung, Hodner Gultom saat diwawancarai Tribun Lampung, Senin (8/9/2025).
Ia mengaku manajemen rumah sakit kaget terkait adanya laporan polisi. "Tentu detailnya itu ranah medis, saya bisa diinfokan bahwa pelaksanaannya sesuai SOP," kata Hodner menegaskan.
Saat ditanya langkah hukum dari rumah sakit, Hodner mengatakan, pihaknya baru mengetahui laporan itu dan masih menunggu tindaklanjut dari laporan tersebut.
"Melaporkan itu hak pasien," kata Hodner.
Sejauh ini, tambahnya, beluam ada informasi kepolisian yang memanggil manajemen rumah sakit
"Hasil audit tidak bisa diungkap, kesimpulannya semua sesuai, pelaksanaan operasi sesuai SOP," kata Hodner.
Kendati demikian manajemen rumah sakit siap diperiksa polisi.
"Mulai dari kamar operasi, kamar perawat sudah sesuai SOP untuk melaksanakan operasi.
Ke depannya kita lihat saja nanti," kata Hodner.
"Surat pemanggilan belum diterima dan saya baru tahu telah dilaporkan pada Kamis lalu," tambah Hodner.
"Saya tahu (kasus) ini bermula dari pasien dioperasi di RS Advent. Sekecil apapun pelayanan akan kami telusuri ke belakang, artinya setiap keluhan langsung direspon manajemen," kata Hodner.
"Kami memiliki komitmen, akan serius kami telusuri," kata Hodner.
Oknum Dokter Dipolisikan
Korban dugaan malapraktik, Endang Febriaki (42), warga Bandar Lampung, resmi melaporkan oknum dokter rumah sakit swasta B kepada Polresta Bandar Lampung, Sabtu (6/9/2025).
Kuasa Hukum korban, Muhammad Akbar mengatakan, dugaan malapraktik menimpa Endang Febriaki dan telah dilaporkan dengan nomor laporan LP/B/1300/IX/SPKT/Polresta Bandar Lampung.
Adapun kronologinya, korban awalnya ke rumah sakit pada Juni 2025 karena mengalami demam dan diarahkan untuk diperiksa ke dokter kandungan.
Hasilnya diduga ada batu empedu dan miom, sehingga harus dilakukan pengangkatan miom dan rahim.
Kemudian pada 23 Juni 2025 kliennya menjalani operasi pengangkatan miom di RS swasta tersebut.
Dokter yang menangani kliennya ialah dokter inisial B dan tim. Operasi tersebut merupakan bentuk tindak lanjut diagnosa dokter B pada 21 Juni 2025.
Hasil diagnosa adanya miom berukuran 11 centimeter sebesar kepala janin berumur sekitar 6 bulan. Pasca operasi kliennya mengeluh tidak bisa buang air kecil dan merasa kembung pada bagian perutnya.
Kemudian suster melakukan penggantian kateter sebanyak 2 kali dengan ukuran yang lebih besar.
Kliennya juga diberikan suatu obat khusus untuk melancarkan saluran kencing, namun kliennya tersebut tetap tidak mengeluarkan cairan urinenya.
"Hingga akhirnya klien kami menjalani perawatan medis di RS swasta tersebut, harus menjalani pergantian alat setiap bulannya," terangnya.
Endang tidak bisa mengeluarkan urine berlangsung selama 2 hari pasca operasi.
"Pada 25 Juni 2025 pada pukul 23.00 WIB klien kami dirujuk dengan menggunakan ambulance untuk ke rumah sakit lainnya," kata Akbar.
Alasannya dokter urologi di rumah sakit tersebut sedang cuti, sementara tim dokter tidak dapat menemukan solusi untuk mengeluarkan urinenya.
"Urine klien kami sudah 2 hari tidak bisa dikeluarkan dan menyebabkan perut klien kami menjadi membesar atau kembung," ungkap Akbar.
Lalu kliennya pindah ke RS swasta lainnya dan diberikan infus serta rekam jantung korban
"Kemudian pada 26 Juni 2025 pukul 04.00 WIB sampel darah klien kami diambil pihak rumah sakit.
Hasilnya organ ginjal klien kami terendam cairan urine yang menumpuk hingga kadar keratin mencapai angka 5," kata Akbar.
Kliennya pada hari yang sama menjalani proses CT scan spesialis urologi, hasilnya terdapat cairan urine di dalam perut yang merendam organ ginjal.
Sehingga dibutuhkan tindakan operasi untuk mengeluarkan seluruh urine yang berada di dalam perut kliennya.
Ia melanjutkan, pada 28 Juni 2025 kliennya dioperasi dengan dibuatkan jalur selang di bagian punggung kanan dan punggung kiri.
Upaya tersebut untuk mengeluarkan cairan urine di dalam perut.
Pasca operasi kondisi kliennya dalam keadaan sudah membaik karena cairan urine yang di dalam perut sudah dapat dikeluarkan melalui 2 jalur selang tersebut.
"Ibu Endang diduga menjadi korban malapraktik ketika dilakukan operasi pengangkatan miom dan rahim oleh dokter B," ucap dia.
Ia mengatakan, pihaknya menduga saluran ureter terputus atau terpotong oleh oknum dokter B saat operasi pada 23 Juni 2025. Akibatnya kliennya tidak dapat mengeluar urine sebagaimana mestinya.
Bahkan cairan urine tersebut mengendap hingga merendam organ ginjal.
Dugaan perbuatan malapraktik ini telah mengakibatkan dampak atau risiko kesehatan serius secara langsung dan kerugian materil serta immaterial lainnya.
Pihaknya juga mengadukan permasalahan ini ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) dan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK).
"Akan tetapi sampai saat ini belum ada informasi," ujarnya.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polresta Bandar Lampung, Kompol Faria Arista mengatakan, pihaknya membenarkan telah menerima laporan tersebut.
"Benar laporan tersebut baru kami terima, dan setelah ini akan kami lakukan penyelidikan," kata Kompol Faria Arista.
Kompol Faria memastikan pihaknya akan secara langsung melakukan penyelidikan setiap ada laporan yang dilakukan oleh masyarakat.
( Tribunlampung.co.id / Bayu Saputra )

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.