Berita Lampung

Diskes Pringsewu Ungkap Faktor yang Bisa Tingkatkan Risiko Kematian dari Penyakit HIV/AIDS

Hingga Agustus tahun ini, terdapat 46 kasus baru menurun sekitar 31,3 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 67 kasus.

|
Editor: soni yuntavia
Tribunnews.com
PUTUS PENGOBATAN - Foto ilustrasi. Diskes Pringsewu menyebut stigma sosial dan putus pengobatan masih menjadi tantangan besar dalam menekan penyebaran HIV/AIDS. 

Tribunlampung.co.id, Pringsewu Dinas Kesehatan (Diskes) Pringsewu mencatat tren penurunan kasus baru HIV/AIDS di 2025.

Hingga Agustus tahun ini, terdapat 46 kasus baru menurun sekitar 31,3 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 67 kasus.

Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Pringsewu Hadi mengatakan, penurunan tersebut menunjukkan adanya perbaikan dalam upaya pencegahan dan deteksi dini HIV di masyarakat.

Hadi menilai, trennya yang menurun ini menunjukkan adanya hasil dari upaya bersama dalam pencegahan dan penanganan kasus HIV/AIDS.

“Tapi tetap perlu diwaspadai karena masih banyak faktor risiko di lapangan,” ujar Hadi kepada Tribun Lampung, Senin (6/10).

Secara keseluruhan, hingga Agustus 2025 tercatat 314 orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang sedang menjalani pengobatan di Pringsewu. Sebagian besar berasal dari kelompok usia produktif, yakni 25 hingga 49 tahun.

Menurut Hadi, faktor risiko terbesar masih berasal dari hubungan seksual tidak terlindungi, baik heteroseksual maupun homoseksual.

“Kelompok usia produktif ini aktif secara sosial dan ekonomi, sehingga rentan tertular jika tidak melakukan hubungan seksual yang aman,” jelasnya.

Dinas Kesehatan (Diskes) Pringsewu saat ini telah menyediakan layanan pengobatan dan terapi antiretroviral (ARV) di 11 puskesmas dan 2 rumah sakit.

Pemerintah daerah juga melibatkan berbagai pihak lintas sektor, mulai dari sektor kesehatan, pendidikan, sosial, hingga lembaga keagamaan dalam upaya menekan penyebaran HIV/AIDS.

Meski begitu, Hadi mengakui masih ada sejumlah kendala di lapangan.

“Masih banyak ODHA yang belum mengetahui statusnya karena takut atau malu tes. Stigma di masyarakat juga masih kuat, dan ini membuat penanganan tidak maksimal,” katanya.

“Banyak yang enggan datang untuk tes atau terbuka soal status kesehatannya. Padahal, semakin cepat diketahui, semakin besar peluang untuk hidup sehat dengan pengobatan rutin,” jelasnya.

Selain itu, beberapa pasien juga mengalami putus pengobatan (loss to follow up) yang dapat meningkatkan risiko penularan dan kematian.

Sebagai langkah pencegahan, Dinas Kesehatan gencar melakukan penyuluhan dan edukasi di masyarakat, termasuk melalui posyandu remaja, layanan ibu hamil, dan program Triple Eliminasi (HIV, sifilis, dan hepatitis B).

Sumber: Tribun Lampung
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved