Berita Lampung

SPPG di Lampung Banyak Belum Bersertifikat, Pengamat Ungkap Risiko bagi Penerima Manfaat

Fakta masih banyaknya dapur SPPG yang beroperasi tanpa SLHS dan pengawasan ahli gizi yang minim, dinilai berpotensi mengancam penerima manfaat

Penulis: Hurri Agusto | Editor: soni yuntavia
dokumentasi 
ANCAM KESEHATAN - Ilustrasi anak sedang menyantap makan bergizi gratis (MBG).  Banyaknya dapur SPPG yang beroperasi tanpa Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) dan pengawasan ahli gizi yang minim berpotensi mengancam kesehatan dan kebutuhan gizi penerima manfaat. 

Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Fakta masih banyaknya dapur SPPG yang beroperasi tanpa Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) dan pengawasan ahli gizi yang minim, dinilai berpotensi mengancam kesehatan dan kebutuhan gizi penerima manfaat.

Wakil Ketua Perkumpulan Chef Profesional Indonesia (PCPI) Provinsi Lampung, Heni Ismiati, menegaskan ketiadaan SLHS dan kompetensi SDM dapat memicu risiko bahaya mulai dari penyebaran bakteri hingga kesalahan penyimpanan bahan baku kritis.

Menurutnya, SLHS sendiri merupakan syarat wajib yang telah diinstruksikan oleh pemerintah pusat dan sangat penting sebagai sertifikat penjamah makanan.

Heni Ismiati menjelaskan, ketiadaan SLHS dan kompetensi pengelola dapur berdampak luas, terutama terkait higienitas dan keamanan pangan. 

Jika pengelola dapur tidak memiliki wawasan dan tidak berkompeten, risiko bahayanya sangat tinggi.

"Dampaknya banyak, kalau pengelola dapur tidak memiliki wawasan dan tidak berkompeten, maka risikonya sangat bahaya," ujar Heni dikonfirmasi, Jumat (21/11/2205).

Risiko kesehatan yang mengintai tanpa pengawasan yang memadai, menurut Heni, meliputi penyebaran bakteri, hingga kesalahan pengelolaan yang dapat berdampak buruk bagi penerima manfaat, termasuk kasus keracunan.

"Termasuk dari hal-hal kecil yang sering diabaikan seperti kebersihan kuku, penjamah makanan, itu juga bisa menemicu penyebaran bakteri,"  Kata dia.

Selain itu, faktor penyimpanan bahan baku krusial seperti daging, ayam, atau sayuran, serta proses pengolahan dan pencucian yang salah, dapat sangat berpengaruh dan berpotensi menyebabkan keracunan makanan massal.

Terkait sistem perizinan SPPG saat ini, Heni menilai program ini terkesan terlalu terburu-buru. 

"Saya melihatnya program ini terkesannya terlalu terburu-buru, sehingga dalam waktu tempo yang singkat ini harus selesai, termasuk juga dengan sertifikat itu," jelas Heni.

Kelemahan paling mendasar yang ia soroti adalah kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan proses sertifikasi yang dilakukan.

"Petugas ini rata-rata merupakan orang awam yang belum pernah berkecimpung di urusan masak-memasak,  utamanya dalam jumlah yang besar," ungkapnya

Ia menambahkan, pemberian sertifikat tidak boleh mudah atau cepat. 

"Itu perlu benar-benar adanya pelatihan yang bukan cuma sekedar formalitas secara administrasi, tapi memang benar-benar dilatih kompetensinya agar memang benar-benar kompeten dan layak," tegas Heni.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved