Presiden Resmikan Akad Massal 26 Ribu KPR Subsidi, Pemprov Lampung Tak Terlibat

Kabid Perumahan Dinas PKPCK Lampung, August Riko menyebut, Pemprov Lampung tidak memiliki peran terkait KPR FLPP atau rumah subsidi.

Dokumentasi TribunnewsBogor.com
RUMAH SUBSIDI - Foto ilustrasi, penampakan rumah baru keluarga Affan Kurniawan dari pemerintah di Kompleks Pesona Kahuripan, Jalan Raya Jonggol-Cileungsi, Desa Gandoang, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor, Senin (1/9/2025). Akad massal 26 ribu Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) diresmikan di Bogor, Jawa Barat, Senin (29/9/2025). Kepala Bidang Perumahan Dinas PKPCK Lampung, August Riko, Selasa (30/9/2025), menyebut, Pemprov Lampung tak miliki kewenangan terkait program tersebut. 

Meski demikian, Riko mengungkapkan data historis, bahwa sejak tahun 2010 hingga 2025, tercatat sudah ada sekitar 23.000 unit FLPP yang tersalurkan di Lampung. 

"Ini jumlah akumulatif, selama 15 tahun, tapi ini tidak termasuk 26.000 unit yang baru diresmikan oleh Presiden Prabowo," jelasnya.

Apakah program FLPP bisa jadi tulang punggung program perumahan rakyat?

Akademisi UIN Raden Intan Lampung Suhendar menilai, KPR FLPP akan tetap menjadi tulang punggung program perumahan rakyat, karena menawarkan bunga rendah dan tenor panjang.

Bunga FLPP ditetapkan tetap 5 persen per tahun dengan jangka waktu hingga 20 tahun, serta adanya subsidi bantuan uang muka (SBUM).

Sementara skema Kredit Usaha Rakyat (KUR) Perumahan, lanjut Suhendar, lebih sebagai pelengkap yang memberi fleksibilitas bagi masyarakat yang tidak memenuhi kriteria FLPP.

“KUR Perumahan cocok untuk pekerja informal atau pelaku UMKM yang butuh pembiayaan rumah, uang muka, atau renovasi. Bunga disubsidi sekitar 6 persen, tetapi tenor lebih pendek, maksimal 10–15 tahun,” jelasnya.

Siapa sasaran KPR rumah subsidi alias FLPP?

Ia menambahkan, KPR FLPP lebih tepat menyasar masyarakat berpenghasilan tetap dengan gaji maksimal Rp 8 juta–Rp 8,5 juta per bulan.

Sedangkan KUR Perumahan menjangkau pekerja informal yang tidak memiliki slip gaji, namun bisa menunjukkan omzet usaha.

“Bagi pengembang, KUR membuka pasar baru yang selama ini tidak terlayani. Tapi, tidak otomatis semua pengembang akan giat membangun rumah subsidi, karena mereka juga menunggu kepastian regulasi dan menilai potensi pasar,” ujarnya.

Suhendar menekankan, keberhasilan program rumah subsidi tidak hanya bergantung pada skema pembiayaan, tetapi juga faktor eksternal seperti harga tanah, perizinan, dan bahan bangunan.

“Subsidi bunga memang penting, tapi tanpa kendali harga tanah, simplifikasi perizinan, dan stabilisasi bahan bangunan, rumah subsidi tetap sulit dijangkau MBR,” tegasnya.

Adakah langkah strategis agar program rumah subsidi atau FLPP bisa berkelanjutan?

Untuk itu, ia merekomendasikan beberapa langkah strategis kepada pemerintah agar penyediaan rumah subsidi bisa berkelanjutan.

Di antaranya menyiapkan bank tanah dari aset negara, memangkas waktu dan biaya perizinan, serta menstabilkan harga bahan bangunan dengan mendorong material alternatif yang lebih murah.

“Di sisi pembiayaan, sinergi antara FLPP untuk MBR berpenghasilan tetap dan KUR Perumahan untuk pekerja informal harus diperkuat. Dengan kombinasi kebijakan tersebut, program rumah subsidi bisa lebih berkelanjutan, merata, dan tepat sasaran,” pungkasnya.

Ada berapa rumah FLPP yang sudah dibangun dari target 3 juta?

Dikutip Tribunlampung.co.id dari Tribunnews.com, adapun pembangunan 26.000 rumah subsidi itu merupakan bagian dari Program 3 Juta Rumah oleh Presiden Prabowo. 

Sumber: Tribun Lampung
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved