Berita Lampung

Akad Massal 26 Ribu KPR FLPP, Begini Kata Akademisi UIN Raden Intan Lampung

Menurutnya, KPR FLPP tetap menjadi tulang punggung program perumahan rakyat karena menawarkan bunga rendah dan tenor panjang.

Penulis: Riyo Pratama | Editor: Daniel Tri Hardanto
Dok Puspen TNI
AKAD MASSAL KPR - Presiden Prabowo Subianto meresmikan akad massal 26 ribu Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sekaligus serah terima kunci rumah yang digelar secara hybrid dan dipusatkan di Pesona Kahuripan 10, Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (29/9/2025). 

Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung – Akademisi UIN Raden Intan Lampung Suhendar menilai pencapaian akad massal 26 ribu Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) merupakan langkah positif. 

Menurutnya, meski kontribusinya masih kecil terhadap target nasional program 3 Juta Rumah, hal itu patut diapresiasi.

“Jika dibandingkan dengan target besar 3 juta rumah, kontribusi 26 ribu unit baru sekitar 0,87 persen. Angkanya memang belum signifikan. Tetapi sebagai langkah percepatan dalam satu momentum, ini patut diapresiasi,” kata dosen akuntansi dan perpajakan UIN Raden Intan Lampung ini, Senin (30/9/2025).

Menurutnya, KPR FLPP tetap menjadi tulang punggung program perumahan rakyat karena menawarkan bunga rendah dan tenor panjang.

Bunga FLPP ditetapkan tetap 5 persen per tahun dengan jangka waktu hingga 20 tahun, serta adanya subsidi bantuan uang muka (SBUM).

Sementara skema Kredit Usaha Rakyat (KUR) Perumahan, lanjut Suhendar, lebih sebagai pelengkap yang memberi fleksibilitas bagi masyarakat yang tidak memenuhi kriteria FLPP.

“KUR Perumahan cocok untuk pekerja informal atau pelaku UMKM yang butuh pembiayaan rumah, uang muka, atau renovasi. Bunga disubsidi sekitar 6 persen, tetapi tenor lebih pendek, maksimal 10–15 tahun,” jelasnya.

Ia menambahkan, KPR FLPP lebih tepat menyasar masyarakat berpenghasilan tetap dengan gaji maksimal Rp 8 juta–Rp 8,5 juta per bulan.

Sedangkan KUR Perumahan menjangkau pekerja informal yang tidak memiliki slip gaji, namun bisa menunjukkan omzet usaha.

“Bagi pengembang, KUR membuka pasar baru yang selama ini tidak terlayani. Tapi, tidak otomatis semua pengembang akan giat membangun rumah subsidi, karena mereka juga menunggu kepastian regulasi dan menilai potensi pasar,” ujarnya.

Suhendar menekankan, keberhasilan program rumah subsidi tidak hanya bergantung pada skema pembiayaan, tetapi juga faktor eksternal seperti harga tanah, perizinan, dan bahan bangunan.

“Subsidi bunga memang penting, tapi tanpa kendali harga tanah, simplifikasi perizinan, dan stabilisasi bahan bangunan, rumah subsidi tetap sulit dijangkau MBR,” tegasnya.

Untuk itu, ia merekomendasikan beberapa langkah strategis kepada pemerintah agar penyediaan rumah subsidi bisa berkelanjutan.

Di antaranya menyiapkan bank tanah dari aset negara, memangkas waktu dan biaya perizinan, serta menstabilkan harga bahan bangunan dengan mendorong material alternatif yang lebih murah.

“Di sisi pembiayaan, sinergi antara FLPP untuk MBR berpenghasilan tetap dan KUR Perumahan untuk pekerja informal harus diperkuat. Dengan kombinasi kebijakan tersebut, program rumah subsidi bisa lebih berkelanjutan, merata, dan tepat sasaran,” pungkasnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved