Berita Terkini Nasional

104 Kader Partai Politik Jadi Komisaris BUMN, Nyaris Separuhnya dari Gerindra

Ada 104 kader partai politik menempati posisi sebagai komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN). 

|
Editor: soni yuntavia
SHUTTERSTOCK/KOMPAS.COM/ABDURRAHIM HUSAIN
KOMISARIS BUMN - Ilustrasi badan usaha milik negara (BUMN). Temuan Transparency International Indonesia (TII) baru-baru ini menunjukkan sebanyak 104 kader partai politik menempati posisi sebagai komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN).   

Tribunlampung.co.id, Jakarta - Ada 104 kader partai politik menempati posisi sebagai komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN). 

Demikian temuan Transparency International Indonesia (TII) baru-baru ini. 

Berdasarkan penelitian pada 13 Agustus-25 September 2025, TII menjelaskan bahwa saat ini terdapat total 562 komisaris yang berada di 59 BUMN dan 60 sub holding-nya.

Dari total 562 komisaris itu, terbagi berlatar belakang birokrat 174 orang, politisi 165 orang, profesional 133 orang, militer 35 orang, aparat penegak hukum (APH) 29 orang, akademisi 15 orang, organisasi kemasyarakatan (ormas) 10 orang, dan mantan pejabat negara satu orang.

"Jadi, komisaris di holding BUMN, tata kelola BUMN dikuasai lebih banyak oleh birokrat dan politisi," ujar peneliti TII, Asri Widayati dikutip dari kanal YouTube Transparency International Indonesia, Kamis (2/10).

Dari 165 politisi yang menjadi komisaris BUMN, terbagi atas 104 kader partai politik dan 61 orang dari kelompok relawan.

Partai Gerindra menjadi partai politik yang menyumbangkan kader paling banyak sebagai komisaris BUMN, yakni sebesar 48,6 persen.

Kemudian Partai Demokrat 9,2 persen, Partai Golkar 8,3 persen, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) 5,5 persen, dan Partai Amanat Nasional (PAN) 5,5 persen.

Lainnya Partai Solidaritas Indonesia (PSI) 5,5 persen, Partai Kebangkitan Bansga (PKB): 4,6 persen, Partai Nasdem 2,8 persen, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 1,8 persen, Perindo 1,8 persen, dan Partai Buruh 1,8 persen.

Dari temuan tersebut, TII menyorot bahwa BUMN justru lebih dominan diisi oleh politikus dan birokrat, ketimbang profesional.

Oleh karena itu, TII menilai bahwa tata kelola atau pembagian jabatan di BUMN masih kental dengan skema patronase sebagai imbalan atas dukungan politik.

"Orang-orang profesional makin sedikit dari pada para politisi atau birokrat. Di holding hanya 14,9 persen yang latar belakangnya profesional, kemudian sub holding hanya 32,1 persen," ujar Asri.

Di sisi lain, DPR telah mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN menjadi undang-undang.

Salah satu poin yang diatur dalam UU BUMN yang baru itu adalah larangan bagi menteri dan wakil menteri (wamen) untuk rangkap jabatan komisaris BUMN.

Pengesahan revisi UU BUMN menjadi undang-undang dilakukan dalam Rapat Paripurna ke-6 DPR Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025-2026, pada Kamis (2/10/2025).

"Pengaturan terkait larangan rangkap jabatan untuk menteri dan wakil menteri pada direksi, komisaris, dan dewan pengawas BUMN sebagai tindak lanjut putusan MK Nomor 228/PUU-XXIII/2025," ujar Ketua Komisi VI DPR Anggia Ermarini saat membacakan laporan Panja RUU BUMN, Kamis (2/10).

Poin penting lain dari UU BUMN yang baru adalah berubahnya nomenklatur Kementerian BUMN menjadi Badan Pengaturan (BP) BUMN.

Lebih Profesional

Menanggapi soal banyaknya kursi komisaris perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diduduki politikus, Ketua DPR RI Puan Maharani berharap keberadaan UU BUMN yang baru saja disahkan DPR bisa membuat perusahaan negara bersifat lebih profesional.

“Ya, dengan sudah adanya aturan yang baru, lagi kita lihat bagaimana agar semuanya bisa berjalan profesional dan efektif,” kata Puan saat ditemui awak media di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (2/10/2025).

Harapan itu Puan sampaikan saat dimintai tanggapan terkait 165 dari 562 kursi komisaris BUMN yang diduduki oleh politikus. Adapun DPR RI baru saja mengesahkan hasil Revisi UU BUMN hari ini dalam Rapat Paripurna Masa Sidang Ke-1 tahun 2025-2026.

Puan berharap kinerja perusahaan BUMN dalam waktu ke depan bisa sesuai dengan semangat memperbaiki perusahaan pelat merah bersama-sama. “Secara bergotong royong di Indonesia,” tutur Puan.

Wamen Dilarang Rangkap Jabatan 

DPR resmi menegsahkan revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi undang-undang.

Salah satu poin yang diatur dalam UU BUMN yang baru itu adalah larangan bagi menteri dan wakil menteri (wamen) untuk rangkap jabatan komisaris BUMN

Pengesahan revisi UU BUMN menjadi undang-undang dilakukan dalam Rapat Paripurna ke-6 DPR Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025-2026, pada Kamis (2/10/2025). 

"Pengaturan terkait larangan rangkap jabatan untuk menteri dan wakil menteri pada direksi, komisaris, dan dewan pengawas BUMN sebagai tindak lanjut putusan MK Nomor 228/PUU-XXIII/2025," ujar Ketua Komisi VI DPR Anggia Ermarini saat membacakan laporan Panja RUU BUMN, Kamis (2/10/2025).

Poin penting lain dari UU BUMN yang baru adalah berubahnya nomenklatur Kementerian BUMN menjadi Badan Pengaturan (BP) BUMN. 

 Selanjutnya, adanya penghapusan ketentuan anggota direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara.

"Penataan posisi dewan komisaris pada holding investasi dan holding operasional yang diisi oleh kalangan profesional," ujar Anggia.

Adapun saat ini, terdapat 31 wakil menteri (wamen) yang menjabat sebagai komisaris maupun posisi direksi lain di perusahaan-perusahaan BUMN. 

( Tribunlampung.co.id / Tribun network / Kompas.com )

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved