Sosok yang Ditelepon Kompol Yogi Minta Hapus Rekaman CCTV Kematian Brigadir Nurhadi
Sosok yang ditelepon Kompol I Made Yogi Purusa Utama demi menghapus rekaman CCTV hotel atas kasus kematian Brigadir Nurhadi.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, Lombok Utara - Sosok yang ditelepon Kompol I Made Yogi Purusa Utama demi menghapus rekaman CCTV hotel atas kasus kematian Brigadir Nurhadi.
Namun, lantaran sosok yang ditelepon tersebut takut terjadi penyimpangan, ia akhirnya melaporkan permintaan Kompol Yogi tersebut ke atasannya.
Adapun sosok yang ditelepon tersebut yakni Kasat Reskrim Polres Lombok Utara AKP Pulungan Hutahaean.
Fakta itu terungkap dalam surat dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Negeri Mataram, Senin (27/10/2025).
Gili Trawangan adalah satu di antara dari tiga pulau kecil (Gili Islands) di barat laut Pulau Lombok, bersama Gili Meno dan Gili Air. Secara administratif berada di Desa Gili Indah, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat. Adapun luas wilayah Dusun Gili Trawangan kurang lebih 340 ha, atau sekitar 50 persen dari total wilayah Desa Gili Indah.
Gili Trawangan populer sebagai destinasi wisata bahari, seperti snorkeling, diving, pantai pasir putih, sunset, dan suasana santai (tidak ada kendaraan bermotor) menjadi daya tarik utama. Fasilitas penginapan cukup beragam, mulai dari homestay murah sampai resort, restoran, kafe, aktivitas rekreasi laut, dan penyewaan sepeda atau cidomo sebagai moda transportasi lokal.
Dikutip Tribunlampung.co.id dari TribunJambi.com, 2 terdakwa atas kematian Brigadir Nurhadi yakni, Kompol I Made Yogi Purusa Utama dan Ipda Haris, sempat berupaya merekayasa kematian Brigadir Nurhadi.
Mereka berdua meminta agar kamera CCTV di hotel lokasi kejadian dihapus.
Diketahui Brigadir Nurhadi adalah anggota Propam Polda NTB, adapun Kompol Yogi dan Ipda Aris telah diberhentikan dari dinas kepolisian.
Disampaikan JPU, Yogi dan Aris menghubungi Kasat Reskrim Polres Lombok Utara AKP Pulungan Hutahaean meminta agar rekaman CCTV di hotel itu dihapus.
Dalam dakwaan juga disebutkan, Yogi menyampaikan kepada AKP Pulungan Hutahaean bahwa Nurhadi meninggal akibat salto di kolam.
Namun, karena khawatir dengan potensi penyimpangan dalam penanganan kasus, AKP Pulungan Hutahaean memilih melaporkan bahwa perkara tersebut akan diambil alih oleh Polda NTB.
Selain itu, Kompol Yogi juga disebut meminta Aris dan Misri, teman kencannya, menghapus isi percakapan di ponsel mereka, termasuk komunikasi dengan Meylani Putri yang merupakan teman kencan Aris.
Masih dalam dakwaan disebutkan, Ipda Aris Candra melarang pihak klinik mendokumentasikan jenazah korban.
“Sehingga dengan adanya pelarangan tersebut, saksi bersama tim medis Klinik Warna Medika tidak berani membuat foto dan rekam medis sebagai data pelengkap membuat surat kematian,” ujar JPU Muklish.
Padahal, kata jaksa, pembuatan rekam medis dan dokumentasi jenazah merupakan bagian dari standar operasional prosedur (SOP) yang penting sebagai dasar penerbitan surat kematian sekaligus bukti untuk mengungkap peristiwa pidana.
Tim medis Klinik Warna Medika juga membuat surat kematian dengan tanggal mundur, yakni tertulis 16 April 2024.
Padahal kejadian sebenarnya berlangsung pada 2025. Waktu kejadian pun dicatat menggunakan Waktu Indonesia Barat (WIB), bukan WITA sesuai lokasi.
Jaksa juga mengungkap, kedua terdakwa melarang petugas patroli melakukan identifikasi terhadap jenazah korban.
“Terdakwa (Aris Candra) juga melarang saksi Brian Dwi Siswanto (anggota patroli) untuk melakukan pengecekan jenazah dan mengecek kamar di Klinik Warna Medika,” kata Muklish.
Karena kedua terdakwa merupakan anggota Paminal Bid Propam Polda NTB, saksi Brian petugas patroli disebut tak berani melanjutkan pemeriksaan lebih jauh.
Dalam surat dakwaan yang dibacakan JPU Ahmad Budi Muklish, disampaikan juga bahwa Yogi menghabisi nyawa Brigadir Nurhadi akibat cemburu.
Yogi sekira pukul 20:30 Wita terbangun dari tidurnya setelah dia merasa pusing akibat mengonsumsi minuman keras dan narkoba, namun dia melihat bahwa Misri bersama Nurhadi masih di sekitar kolam renang villa.
Adapun Misri merupakan teman kencan yang disewa Yogi dengan tarif Rp10 juta per malam.
"Melihat itu Yogi yang masih di bawah pengaruh minuman keras, pil riklona dan pil ekstasi merasa curiga, marah terhadap kelakuan korban sebagai bawahan sehingga Yogi memiting korban menggunakan tangan kanan," ucap Budi.
Ajukan Keberatan
Kompol I Made Yogi Purusa Utama dan Ipda Aris Candra akan mengajukan keberatan terhadap dakwaan jaksa penuntut umum.
Hal ini disampaikan kuasa hukum kedua tersangka usai mendengarkan dakwaan dari jaksa penuntut umum, di Pengadilan Negeri Mataram, Senin (27/10/2025).
"Kami akan melakukan eksepsi atau keberatan yang mulia," kata Hijrat Prayitno, kuasa hukum dari Kompol Yogi.
Hijrat mengatakan, ada beberapa hal yang menjadi alasan mereka mengajukan keberatan, di antaranya ada beberapa hal yang menurut kuasa hukum tidak sesuai dengan kitab undang-undang hukum acara pidana (KUHAP).
"Karena itu kami meminta agar diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan, kami juga meminta turunan dari dokumen BAP (berita acara pemeriksaaan)," kata Hijrat.
Dalam sidang perdana itu, disebutkan Nurhadi tewas karena dipiting oleh Kompol Yogi.
Namun sebelum itu, ayah dua anak itu juga dipukul di bagian wajah sebanyak empat kali di bagian wajah.
JPU mendakwa dua pelaku pembunuhan itu dengan pasal 338 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 dan/atau pasal 345 ayat (2). JPU juga membacakan pasal alternatif terhadap kedua terdakwa ini yakni pasal 351 ayat (3) dan/atau pasal 221 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Mataram yang diketuai Lalu Moh Sandi Iramaya memutuskan, sidang lanjutan akan dilakukan pada Senin (3/11/2025).
Kesedihan Keluarga Dengar Dakwaan
Sementara itu, keluarga almarhum Brigadir Nurhadi turut hadir dalam sidang dakwaan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Mataram, Senin (27/10/2025).
Nampak istri Brigadir Nurhadi, Elma Agustina, kedua anaknya dan saudara korban, Muhammad Hambali serta anggota keluarga lainnya memadati ruangan sidang utama PN Mataram.
Seusai mendengar dakwaan yang dibacakan JPU, pihak keluarga tak mampu membendung kesedihannya. Bahkan beberapa orang nampak mengeluarkan air mata.
"Mudah-mudahan bisa dihukum seberat-beratnya," kata Muhammad Hambali ditemui usai persidangan.
Hambali tak mampu berkomentar banyak, ia mengaku masih merasakan kesedihan dengan peristiwa yang menimpa saudaranya itu.
"Masih sedih ndak bisa ngomong-ngomong ini," kata Hambali.
Berita selanjutnya Misri Ikut Rekayasa Pembunuhan Brigadir Nurhadi? Kuasa Hukum: Sangat Aneh
CCTV
| Karyawan Pemasangan CCTV Meninggal Dunia, Bekerja di PT Albany Corona Lestari |
|
|---|
| Niat Pasang Kamera Pengintai, Karyawan CCTV Tewas Diduga Disengat Listrik |
|
|---|
| Rekaman CCTV Tuntun Polisi Ungkap Pencurian Motor Dinas di Tanggamus |
|
|---|
| Sosok yang Kemudikan Mobil Sahroni Saat Dini Hari, Terekam Kamera CCTV |
|
|---|
| Terkuak, Pita Tak Pernah Perintahkan Siswanto Ubah Arah CCTV di Kosan Arya Daru |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.