Begini Rencana Aksi Pemprov untuk Bersihkan Sampah di Pesisir Teluk Bandar Lampung

Pemkot Bandar Lampung kesulitan untuk membersihkan sampah-sampah plastik, yang berserakan di pesisir Teluk Bandar Lampung.

Penulis: Noval Andriansyah | Editor: Ridwan Hardiansyah
TRIBUN LAMPUNG/Perdiansyah
Kondisi rumah-rumah yang dibangun di atas reklamasi berbahan utama sampah di pesisir Teluk Bandar Lampung, Selasa (10/4). 

Laporan Reporter Tribun Lampung Noval Andriansyah

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG – Pemkot Bandar Lampung kesulitan untuk membersihkan sampah-sampah plastik, yang berserakan di pesisir Teluk Bandar Lampung.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bandar Lampung, Siddik Ayogo mengungkapkan, pihaknya pun tidak memiliki data terkait jumlah sampah yang berserakan di pesisir Teluk Bandar Lampung.

“Kalau pesisir, kami jujur saja, itu tidak tertangani oleh kami. Sampai hari ini, belum ada kebijakan dari pemerintah daerah untuk menangani secara khusus,” kata Siddik, Jumat (13/4/2018).

Hal itu karena, lanjut Siddik, sumber sampah yang masuk ke pesisir tidak jelas.

Baca: Warga Pesisir Teluk Bandar Lampung Bangun Rumah di Atas Timbunan Sampah

Sampah bisa berasal dari kapal, terbawa arus laut dari daerah lain, atau terbawa arus sungai.

“Jadi, sulit sekali kami untuk menanganinya,” ungkap Siddik.

Siddik memastikan, penanganan sampah di pesisir Teluk Bandar Lampung membutuhkan biaya besar.

Pemkot Bandar Lampung tidak akan mampu jika pengelolaan sampah pesisir tersebut hanya dibebankan kepada mereka.

“Sarana prasarana serta personelnya tidak mungkin kuat. Kecuali, ada kebijakan dari pemerintah pusat atau provinsi, mungkin saja bisa wilayah pesisir menjadi bersih dan terbebas dari sampah,” tutur Siddik.

LSM Lingkungan Mitra Bentala mengestimasikan, jumlah sampah di pesisir Teluk Bandar Lampung mencapai 3.000 ton.

Sampah-sampah tersebut pun telah mencemari 75 persen kawasan pesisir.

Dengan kondisi tersebut, sejumlah warga pesisir justru memanfaatkan keberadaan sampah untuk melakukan reklamasi, atau menimbun laut untuk dijadikan daratan, yang kemudian didirikan rumah di atasnya.

Reklamasi berbahan utama sampah tersebut diakui warga telah berlangsung sejak tahun 1980-an.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved