Diduga Ada Pungli Program PTSL di Bandar Lampung, Ini Penjelasan BPN
warga Bandar Lampung mengeluhkan adanya permintaan uang (pungli) dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL)
Penulis: Romi Rinando | Editor: wakos reza gautama
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Sejumlah warga Bandar Lampung mengeluhkan adanya permintaan uang (pungli) dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) atau permohonan pembuatan sertifikat.
Biaya untuk pembuatan sertifikat tanah ini dipatok senilai Rp 1 juta.
PTSL adalah program pembuatan sertifikat gratis kepada masyarakat.
Program ini sebelumnya dikenal dengan nama Proyek Nasional Agraria (Prona).
Adanya patokan biaya Rp 1 juta untuk PTSL ini dialami BM, warga Kelurahaan Rajabasa Jaya, Kecamatan Rajabasa, Bandar Lampung.
Ia pun merasa keberatan harus menyetorkan Rp 1 juta untuk ikut pembuatan sertifikat gratis PTSL.
"Saya keberatan diminta ketua RT uang Rp 1 juta. Sepengetahuan saya buat sertifikat gak mahal, cuma bayar materai, biaya ukur, foto copy. Kalau sudah satu juta, kita berat juga," ujar BM kepada Tribun Lampung, beberapa waktu lalu.
BM mengajukan pembuatan sertifikat atas tanahnya yang masih berstatus Akta Jual Beli (AJB) di wilayah Rajabasa Jaya.
Ia sudah mengumpulkan KK dan KTP. Namun, harapannya untuk mendapatkan sertifikat secara gratis musnah lantaran dimintai uang Rp 1 juta.
"Saya sudah kasih KTP, KK, dan fotocopy AJB. Tanah saya juga gak besar-besar amat. Kalau harus bayar Rp 1 juta saya lebih baik mundur dulu, karena belum ada uang," ujarnya.
Hal serupa dialami DB, warga lainnya yang tinggal di LK 1 Rajabasa Jaya. Ia juga diminta uang Rp 1 juta untuk bisa ikut pembuatan sertifikat lewat program PTSL.
Permohonan itu diajukan DB secara kolektif melalui ketua RT setempat.
"Kita dikasih tahu ada program kolektif. Kita ikut tapi diminta Rp 1 juta, ya keberatan kalau segitu. Bukan kita gak mau kasih, kalau segitu (Ep 1 juta) kegedean," jelasnya.
DB menyadari bahwa proses pembuatan sertifikat tetap harus mengeluarkan biaya. Namun, nominal Rp 1 juta yang dipatok ketua RT, menurut dia, sudah tidak wajar.
"Kalau Rp 500 ribu, saya ikhlas, rapi kalau sudah satu juta keberatan. Kita juga ngerti, uang rokok buat yang ngukur, ada uang transportasi, tapi jangan satu juta," ungkap ibu tiga anak ini