Optimalisasi Peran Bank BUMN Agar Lebih Berdaya Saing

Sementara bank yang kuat akan menjadi pemenang.

Penulis: Gustina Asmara | Editor: Gustina Asmara
Tribun Lampung/Okta Kusuma Jatha
GEDUNG BARU - Para petinggi OJK bersama Gubernur Lampung M Ridho Ficardo (kanan) melakukan penandatanganan prastasti tanda diresmikannya kantor baru OJK Lampung pada Oktober lalu. 

Senior VP Corporate Secretary Group PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, Rohan Hafas pernah mengatakan, bank-bank milik pemerintah memang harus segera meningkatkan kemampuannya terutama dalam membiayai proyek-proyek infrastruktur.

Jika peluang ini diambil bank-bank asing, efek turunannya ke perekonomian akan jauh berkurang. Saat ini, kemampuan Bank Mandiri membiayai satu proyek infrastruktur hanya sekitar Rp 20 triliun sesuai aturan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK).

Jika seluruh bank BUMN ikut membiayai, nilai kreditnya bisa mencapai Rp 50-60 triliun. "Dengan pembiayaan bersama saja belum bisa memberikan kredit hingga Rp 100 triliun kepada Pertamina, Jasa Marga, dan PLN. Itulah pentingnya bank BUMN dikonsolidasikan," katanya.

Jika pembiayaan proyek infrastruktur lebih banyak berasal dari bank asing, pemerintah sulit untuk menolak syarat lain yang diajukan seperti asuransi kredit dari perusahaan asuransi asing dari negara yang bersangkutan. Demikian juga untuk kontraktornya harus dari negara mereka, beli teknologi, tenaga konsultan juga harus dari negara yang sama.

Jika semua diambil asing, trickle down effect dan sebagian PDB akan ditarik ke negara mereka. Inilah salah satu pentingnya konsolidasi bank BUMN sebagai agen pembangunan.

Berdasarkan catatan Bank Indonesia (BI), kinerja bank BUMN semester I-2015, cukup baik meski kondisi ekonomi Indonesia sedang melambat. Laba bersih BTN naik 54,25% menjadi Rp 831,16 miliar. Kenaikan ini ditopang dari pendapatan bunga yang naik menjadi Rp 7,35 triliun. Penyaluran kredit tumbuh 18,55% menjadi Rp 115,95 triliun.

Bank Mandiri mencatatkan pertumbuhan laba bersih 3,5% menjadi Rp 9,92 triliun. Pendapatan bunga naik 13,825 menjadi Rp 21,9 triliun. Sementara laba bersih BRI naik tipis 2,18% menjadi Rp 11,94 triliun. Hanya BNI saja yang labanya turun 50,77% menjadi Rp 2,43 triliun.

Namun menurut Direktur Utama BNI Achmad Baiquni, penurunan laba itu karena meningkatnya beban pencadangan perseroan sebesar 172,25% dari Rp 2,2 triliun di semester I-2014 menjadi Rp 6 triliun di semester I-2015.

Konsolidasi ATM dan EDC

Meski bank-bank BUMN tidak merger, berbagai upaya untuk memperkuat posisi perbankan di Tanah Air memang tengah dilakukan. Salah satunya konsolidasi ATM bank BUMN.

Bisa dibilang ini adalah salah satu konsolidasi strategis yang smart. Bagaimana tidak, selama ini bank-bank BUMN mengeluarkan biaya yang besar untuk infrastruktur ATM. Dengan adanya konsolidasi, biaya infrastruktur ATM akan digotong bersama. Hal ini jelas memberikan efisiensi yang besar kepada setiap bank.

Dan konsolidasi ini tidak saja menguntungkan perbankan, tapi juga masyarakat selaku nasabah keempat bank BUMN. Nasabah menjadi tidak repot lagi harus mencari ATM yang sesuai dengan rekening banknya. Nasabah juga membayar tarif yang lebih murah dalam bertransaksi.

Menariknya lagi, konsolidasi mesin ATM ini juga memungkinkan untuk dimanfaatkan nasabah anak perusahaan keempat bank tersebut. Misalnya, bank syariah. Sehingga, biaya investasi infrastruktur bank-bank BUMN dan anak perusahaannya menjadi lebih efisien.

Konsolidasi ATM BUMN ini direncanakan terealisasi pada Desember 2015. Tahap awal, ada 50 ATM yang akan digabungkan. Jika berjalan mulus, maka empat bank akan menambah masing-masing 200 ATM. Sehingga, total konsolidasi ATM ini mencapai 800 ATM di kuartal I-2016.

Sinergi perbankan badan usaha milik negara (BUMN) tidak hanya berhenti pada ATM. Bank-bank BUMN juga berencana mensinergikan penggunaan mesin electronic data captured (EDC).

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved