Headline News Hari Ini
Bisnis Hotel di Lampung Kritis
Para pelaku bisnis perhotelan di Lampung merasakan beratnya menjalankan usaha selama 2015 hingga 2016 ini.
Hotel Menderita
Izwan Jahri, General Manager Hotel Sheraton Bandar Lampung, menguatkan pernyataan Friandi mengenai kondisi bisnis perhotelan. Dia mengatakan, hotel-hotel di Lampung sekarang ini sedang menderita. Di Lampung ada empat hotel yang bintang 4 dengan jumlah kamar 621.
"Kalau kita lihat tingkat hunian, terutama bulan ini, itu sangat menyedihkan. Itu hanya berkisar 32 persen. Kalau tingkat hunian hanya sebesar itu, kami ini bisa bikin apa," keluhnya.
Izwan berharap, dengan kondisi seperti sekarang, di mana jumlah kamar berlebih sementara tamu yang menginap tidak bertambah secara signifikan, hotel-hotel masih menjaga diri agar tidak terjebak dalam perang tarif.
"Tapi, meski hotel bintang 4, kalau ada kelompok bisnis yang datang dengan tawaran Rp 300 ribu, kami ambil. Karena periuk harus sama-sama hidup. Kalau kami mempertahankan gengsi, 'oh, kami bintang empat, kami brand dunia,' bisa nggak laku hotel kita, bisa nggak bisa bayar karyawan," jelasnya.
Yesti Herlena, Manajer Operasional Hotel Bukit Randu, menambahkan, apa yang dirasakan oleh Izwan, juga dirasakan oleh pihaknya.
"Hotel kita pada saat sekarang dalam keadaan memprihatinkan, dan menderita," ujarnya.
Ia menyatakan jumlah hotel yang semakin banyak sementara pengguna relatif tidak bertambah, menyebabkan terjadi overkapasitas.
"Ini perlu perhatian dari pemerintah. Okupansi 54 persen, apalagi 43 persen, itu sangat tidak sehat. Kita baru bisa survive kalau okupansi di atas 70 persen," jelasnya.
GM Hotel Horison Lampung, Hatimbulan Marpaung, mengatakan, sekarang ini ada kebijakan dari pemerintah untuk mengurangi penggunaan hotel.
"Kalau dulu sama sekali dilarang, kemudian aturan itu dicabut, tapi sekarang kebijakannya adalah mengurangi. Itu membuat kami kesulitan. Apalagi, tingkat hunian hotel itu 30 sampai 40 persen berasal dari belanja pemerintah," paparnya.
GM Hotel Aston Lampung, Derry, menambahkan, saat Aston pertama kali hadir Agustus 2015, okupansi hotel sedang bagus, bisa mencapai 100 persen. Tapi, lama kelamaan, okupansi semakin turun hingga mencapai 52 persen sekarang ini.
"Akhirnya kami pun harus kreatif mencari alternatif lain, misalnya dengan mengambil market di Jakarta dan Palembang," ungkapnya.
Berita Selengkapnya Baca KORAN Tribun Lampung edisi hari ini
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/lampung/foto/bank/originals/diskusi-lampung-profesional_20160616_213439.jpg)