Eko Yuli, Penggembala Kambing asal Lampung, Kini Jadi Miliarder
Prestasi yang ditorehkan Eko sekaligus menciptakan rekor baru di ajang Olimpiade.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, METRO-Atlet angkat besi kelahiran Metro, Lampung, Eko Yuli Irawan, kembali menjadi bahan perbincangan.
Ia baru saja mempersembahkan medali perak untuk Merah Putih pada Olimpiade Rio 2016 dari nomor 62 kilogram putra, Selasa (9/8) WIB.
Prestasi yang ditorehkan Eko sekaligus menciptakan rekor baru di ajang Olimpiade.
Eko menjadi atlet angkat besi satu-satunya yang mampu meraih medali secara beruntun di tiga turnamen Olimpiade yang diikutinya.
Eko adalah atlet kelahiran Metro, Lampung, yang mempunyai bakat alami. Ia berasal dari keluarga kurang mampu.
Ayahnya bernama Saman, yang dulu sehari-hari bekerja sebagai pengayuh becak. Sedangkan ibunya, Wastiah, adalah seorang penjual sayur.
Ketika masih duduk di bangku SD, sepulang sekolah Eko biasa menghabiskan waktu seperti umumnya anak-anak dan remaja di pedesaan dengan menggembalakan ternak kambing di sawah atau di lapangan.
Takdir Eko menjadi atlet angkat besi (lifter) berawal saat ia menyaksikan sekelompok orang berlatih angkat besi di sebuah klub di daerahnya.
Di sela-sela aktivitasnya menggembalakan kambing, lama kelamaan pria kelahiran 24 Juli 1989 ini pun tertarik menjajal barbel. Pelatih klub akhirnya mengajak Eko ikut berlatih.
Namun, siapa sangka Eko sebetulnya punya cita-cita menjadi pesepakbola, bukan atlet yang bermain dengan modal otot. Namun, Eko urung bergabung ke sebuah sekolah sepak bola (SSB) karena terbentur biaya pendaftaran.
"SPP (sumbangan pembinaan pendidikan) sekolah saja sering menunggak lama. Kok ini malah ingin ikut SSB yang harus membayar," kata Eko beberapa waktu silam.
Saman, ayah Eko, menuturkan, putra sulungnya itu melewati perjuangan dan pengorbanan panjang untuk menjadi atlet angkat besi. Eko kecil pun sempat dilarang untuk ikut latihan angkat besi.
Karena tugasnya kala itu adalah menggembalakan kambing untuk membantu menambah penghasilan keluarga.
"Yang larang ibunya. Karena kita susah. Dulu rumah geribik. Itu juga bukan kambing kita. Punya orang, bagi hasil. Tapi karena kemauannya keras, ya kita iyakan. Ternyata hasilnya luar biasa. Dia mengharumkan keluarga dan bangsa," tutur Saman, Selasa (9/8).
Untuk mewujudkan cita-citanya di bidang angkat besi, Eko harus rela tinggal jauh dari keluarga sejak kelas 5 SD.
Eko hijrah ke Bogor untuk berlatih.
"Dulu, saya sempat nangis sekeras- kerasnya, dilihat orang banyak di stasiun. Masih kelas 5 SD sudah harus pindah ke Bogor untuk latihan. Jauh dari keluarga. Tapi dia kuat dan kerja keras," terang Saman.
Berlatih di Bogor di bawah sentuhan tangan dingin Yon Haryono dan Joni Firdaus, bakat juara ditunjukkan pria 27 tahun tersebut. Pengorbanannya meninggalkan keluarga sejak usia dini berbuah manis.
Pada kompetisi perdana tingkat junior tahun 2002 di Indramayu, Eko langsung menyabet emas pada kelas 35 kilogram.
Prestasi demi prestasi pun akhirnya dicatatkan Eko selepas torehan medali perdananya di Indramayu.
Hingga pada 2006, dirinya menuju Pelatnas. Dan berhasil mempersembahkan medali emas pada Sea Games 2007.
Seiring dengan keberhasilannya, pundi-pundi rezeki pun kian bertambah. Alhasil Eko memberangkatkan kedua orangtuanya naik haji pada 2011.
Membangun rumah baru di Jalan Waluh Tejo Agung, Metro Timur, membeli kebun 4,5 hektare dan sawah setengah hektare di Metro.
"Ya kalau sekarang itu ya tinggal bangganya saja. Senang. Tapi itu ya enggak datang tiba-tiba. Eko banyak membantu keluarga. Tapi yang paling utama membuat bangga," imbuhnya.
Kini, dengan keberhasilan mendulang medali perak di Olimpiade Rio, atlet Lampung itu akan semakin bergelimang bonus.
Eko akan mendapatkan bonus sebesar Rp 2 miliar dari pemerintah. Selain itu, peraih medali perak di Olimpiade mendapat tunjangan hari tua Rp 15 juta setiap bulannya.
Ketua Umum Persatuan Angkat Berat, Binaraga, Angkat Besi Seluruh Indonesia (PABBASI), Rosan P Roslani, juga mengaku bangga dengan keberhasilan atlet-atletnya.
"PABBSI akan memberikan bonus di luar bonus yang dijanjikan pemerintah. Bonusnya rumah agar bisa menjadi kenang-kenangan," ujar Rosan.
Bangga
Gubernur Lampung M Ridho Ficardo menyatakan bangga atas prestasi yang diukir putra Metro.
"Alhamdulillah satu lagi kebanggaan, setelah kemarin pakaian adat kita Tapis mendapat banyak pujian internasional, hari ini (kemarin) Eko Yuli Irawan menambah harum dan kebanggaan," kata Ridho, Selasa.
Sebagai Gubernur dan Ketua KONI Lampung, Ridho mengatakan, bangga atas prestasi anak Lampung di tingkat internasional. Apalagi, Eko meraih medali tiga kali berturut-turut sejak Olimpiade Beijing, London, dan kini di Brazil.
"Tentunya ini prestasi yang luar biasa, sekaligus membuktikan Provinsi Lampung pencetak atlet-atlet angkat beban berprestasi. Ini harus kita dukung dan tularkan ke cabang olahraga lainnya," kata Gubernur Ridho.
Medali perak yang disumbangkan Eko otomatis menambah pundi-pundi perolehan medali Indonesia di pesta olahraga akbar empat tahunan itu.
Dia mengikuti jejak Sri Wahyuni yang terlebih dulu menyumbang perak di kelas 48 kg, Sabtu (6/8) waktu setempat.
"Saya bersyukur mendapat medali perak. Jika dilihat dari medali, hasilnya memang lebih bagus. Namun, angkatannya memang turun kalau dibandingkan dengan di London 2012," kata Eko seusai tes doping, kemarin.
Eko hanya berhasil satu kali saat melakukan angkatan snatch. Dia mengangkat beban seberat 142 kg pada percobaan pertama, tetapi dua kali gagal mengangkat beban 146 kg.
Menurut Eko, angkatannya yang turun tersebut merupakan bagian strategi. "Kami maunya mengamankan medali dulu, baru belakangnya di-boom. Namun, ternyata saya gagal angkat," tutur Eko.
Ada perasaan senang dan kecewa dalam diri Eko saat meraih medali perak di Olimpiade Rio. Ia merasa senang dapat mempersembahkan medali perak bagi Indonesia, yang berarti lebih baik dibanding empat tahun lalu ketika ia mendapat perunggu.
Namun, Eko juga kecewa lantaran sebelumnya berangkat ke Brasil, ia yakin mampu meraih medali emas. Persiapannya cukup matang, dan telah mengukur kemampuannya mengangkat barbel.
"Target saya pada Olimpiade tahun ini adalah emas, tapi yang jelas apa saya dapat malam ini (kemarin) harus saya syukuri," katanya.
Ia pun mengaku penasaran ingin mendapat medali emas di Olimpiade 2020. "Tekad saya tetap, ingin mempersembahkan medali emas bagi Indonesia. Kalau ada kesempatan saya ingin sekali lagi tampil di Olimpiade," kata Eko.
Wastiah Terus Berdoa
Sementara itu, kedua orangtua Eko Yuli Irawan, diliputi kegelisahan saat menunggu hasil laga sang putra di Olimpiade Rio.
Wastiah, ibu Eko, mengaku tak putus doa saat menyaksikan putra tertuanya itu bertanding. Harapan demi harapan terus dilontarkan.
Eko memang mempunyai permintaan khusus pada sang ibunda. Eko meminta doa sebelum bertanding pada kelas 62 kg.
"Terakhir ngobrol beberapa jam sebelum main. Dia minta didoakan supaya bisa maksimal tandingnya," tuturnya saat ditemui Tribun di kediamannya di Metro, Selasa.
Wastiah menjelaskan, hingga Selasa malam dirinya belum berkomunikasi dengan Eko. "Sampai sore ini belum telepon. Mungkin masih sibuk. Kan beda waktu juga," terangnya.
Nonton Video Call
Meski tak bisa menyaksikan lewat siaran langsung televisi, keluarga mengaku sempat menonton aksi Eko mengangkat lempengan besi dengan berat ratusan kg tersebut. Keluarga Eko mengintip pertandingan Eko lewat video call.
Namun, video call ini tersambung ke adik Eko yang berdomisili di Jakarta. Adik Eko menonton siaran langsung melalui saluran televisi berbayar. Sehingga keluarga Eko di Metro, melalui video call, turut menyaksikan atlet kelahiran Lampung itu bertanding.
Saman, ayah Eko, bahkan tak bisa tidur lelap karena ingin melihat putra tertuanya itu bertanding.
"Saya tunggu dari malam. Tapi enggak ada siaran di televisi. Sampai jam 1 pagi saya pantau. Saya bangun lagi jam 4 subuh, lihat berita belum ada juga. Saya telepon Angga (adik Eko) di Jakarta, ternyata memang main subuh. Beda sekitar 9 jam kan dengan kita," imbuhnya.
Ia mengaku sempat kecewa karena tak bisa menyaksikan anaknya berlaga lewat televisi. Namun, dirinya tetap semangat menonton lewat handphone.
"Saya kan enggak ngerti. Jadi adiknya buat video call, itu diarahin ke televisinya. Mereka kan nonton lewat siaran luar. Ya kurang puas sih. Tapi ya deg deg kan juga," ujarnya.
Terkait janji Eko membelikan mobil pada adiknya saat meraih medali, Wastiah dan Saman pun melontarkan senyum sumringah. "Ya itu sih terserah Wawan saja. Kita juara saja sudah senang," jawab keduanya kompak.
Banjir Bonus
Dengan keberhasilan ini, Eko menorehkan sejarah baru sebagai satu-satunya atlet angkat besi yang meraih medali dalam tiga keikutsertaan beruntun di Olimpiade.
"Dua medali perak yang disumbangkan Eko Yuli dan Sri Wahyuni merupakan sejarah bagi cabang angkat besi. Eko bahkan menjadi satu-satunya atlet angkat besi yang bisa raih medali dalam tiga Olimpiade beruntun," kata HPD One Race Satlak Prima, Hadi Wihardja.
Ketua Umum PB PABBASI, Rosan P Roslani, juga mengaku bangga dengan keberhasilan atlet-atletnya. "PB PABBSI akan memberikan bonus di luar bonus yang dijanjikan pemerintah. Bonusnya rumah," ujar dia.
Peraih medali perak akan mendapat bonus sebesar Rp 2 miliar dari pemerintah. Selain itu, peraih medali perak juga akan mendapat tunjangan hari tua sebesar Rp 15 juta setiap bulannya.
Atlet Metro Triyatno
Sementara itu, satu lagi atlet kelahiran Lampung, yang menjadi tumpuan bangsa Indonesia untuk menambah medali di Olimpiade, adalah Triyatno.
Pria kelahiran Tejosari, Metro, ini dijadwalkan bertanding di kelas 69 kg putra pada Rabu (10/8) pukul 05.00 waktu setempat atau Rabu sore waktu Indonesia Barat.
Ditemui Tribun di rumahnya di Tejo Agung, Metro, Suparno dan Sukatinah, ayah Triyatno pun berharap semangat Triyatno terlecut dengan keberhasilan Sri Wahyuni dan Eko Yuli Irawan mempersembahkan medali.
"Tadi pagi (kemarin) baru saja berkomunikasi. Telepon. Dia bilang mau tanding besok (hari ini). Sekitar jam 7 malam. Waktu sana. Dia minta doa supaya bisa terus semangat dan mendapat medali," tutur Sukatinah, Selasa.
Dirinya pun berharap, Triyatno bisa memberikan yang terbaik. "Kalau orangnya pendiam. Enggak banyak ngobrol. Janji juga enggak ada. Cuma minta doa saja," imbuhnya.
Namun demikian, Suparno mengaku, meski pendiam, putra bungsunya tersebut kerap memberikan hadiah kala memenangi pertandingan. Seperti saat meraih medali emas di SEA Games 2007 silam, Triyatno membelikan sawah pada orangtuanya.
"Kami juga diberangkatkan naik haji sama-sama dengan orangtuanya Eko Yuli waktu itu. Habis olimpiade itu, saya juga dibelikan mobil. Ya dia begitu. Enggak pernah janji, tapi tahu-tahu beri hadiah," terangnya.
Suparno dan Sukatinah pun berharap, Triyatno mendapat dukungan dari semua pihak. Sehingga Triyatno dapat mempersembahkan medali seperti pada dua Olimpiade sebelumnya.
Triyatno mendulang medali perunggu pada Olimpiade Beijing 2008 di kelas 62 kg. Empat tahun berselang, Triyatno makin bersinar dengan membawa pulang medali perak pada Olimpiade London 2012 di kelas 69 kg.
"Waktu (Olimpiade London) malah lebih parah. Seminggu sebelum berangkat ke London masih cidera lutut. Tapi ternyata Tuhan berkehendak lain. Dia bisa juara. Nah, ini kemarin bilang ada sakit sedikit juga di lutut. Tapi kita berharap tidak ada apa-apa," ucapnya.
Sukatinah pun mengaku, semalam sempat memimpikan anaknya. "Dia memanjat pohon tinggi. Saya enggak tahu artinya apa. Jawabannya besok, soalnya tandingnya besok. Ya mudah-mudahan tinggi itu artinya juara. Medali emas," harapnya.(dra)