Ungkap Korupsi, Kerabat Legislator Sedang Hamil Dimutasi ke Daerah Terpencil lalu Anaknya Meninggal

Setelah anaknya lahir, tak lama anaknya meninggal dunia. Keluarga menyalahkan anggota DPRD itu.

Penulis: wakos reza gautama | Editor: Heribertus Sulis
KOMPAS/RIZA FATHONI
Ilustrasi 

BANDAR LAMPUNG, TRIBUN - Delapan anggota DPRD Tanggamus, Lampung akan mendapat pengawalan ketat dari aparat kepolisian bersenjata. Setiap anggota dewan itu dikawal oleh dua orang polisi.

Pengawalan diberikan karena adanya ancaman yang diterima delapan wakil rakyat itu seusai melaporkan dugaan gratifikasi yang mereka terima ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka melaporkan Bupati Tanggamus, Bambang Kurniawan.

Di antara ancaman itu, menurut seorang anggota DPRD Tanggamus yang dihubungi Tribun, Rabu (5/10) malam, ada yang disampaikan melalui SMS dengan pesan yang cukup menakutkan, yakni diancam bunuh dan dibuang ke laut.

Pengawalan diberikan atas permintaan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Lampung saat menemui Kapolda Brigadir Jenderal Ike Edwin, Selasa (4/10), untuk membahas ancaman terhadap legislator Tanggamus.

LPSK meminta Kapolda menerjunkan personel untuk memberi pengamanan melekat kepada wakil rakyat yang merasa terancam tersebut.

Wakil Ketua LPSK Lili Pantauli Siregar, saat menggelar konferensi pers di Hotel Amalia, Bandar Lampung, Rabu, mengatakan, delapan anggota DPRD Tanggamus mendapatkan ancaman dari pihak tertentu. Kedelapan wakil rakyat itu akhirnya meminta bantuan perlindungan LPSK.

"Besarnya tingkat ancaman yang diterima delapan anggota DPRD itu membuat kami memutuskan untuk memberikan perlindungan fisik kepada mereka," kata Lili.

Laporan legislator Tanggamus terkait gratifikasi yang diduga dilakukan Bupati Bambang Kurniawan, dilayangkan ke Direktorat Gratifikasi KPK pada 11 Desember 2015.

Dalam laporan disebutkan bahwa Bupati Bambang memberikan sejumlah uang kepada para anggota DPRD Tanggamus usai pengesahan APBD 2016.

Para anggota DPRD yang menerima uang pemberian Bambang lalu menyerahkan uang itu ke KPK.

Menurut Lili, Kapolda memberikan perhatian besar atas ancaman yang dialami para anggota dewan itu.

"Kapolda sudah menyetujui dan memberikan bantuan dua personel untuk mengawal satu anggota DPRD itu," ujarnya.

Bentuk Ancaman

Lili menceritakan bentuk ancaman yang diterima delapan anggota DPRD Tanggamus bermacam-macam. Namun, ancaman belum menjurus ke arah kekerasan fisik. Kebanyakan, kata Lili, ancaman dilakukan secara halus.

Salah satu bentuk ancamannya, menurut Lili, adalah pengajuan pergantian antarwaktu (PAW) terhadap delapan anggota DPRD dan pencopotan dari jabatan di alat kelengkapan dewan bagi delapan legislator yang mengungkap kasus gratifikasi.

"Ada lobi-lobi ke ketua partai masing-masing anggota DPRD untuk melakukan PAW," ujarnya.

Ancaman lainnya, tutur dia, datangnya orang-orang tak dikenal ke rumah para anggota DPRD itu.

"Mereka hanya mondar mandir di depan rumah. Itu kan membuat khawatir juga," ungkap Lili.

Selain itu, ada ancaman secara halus walaupun secara administrasi benar. Seperti mutasi terhadap keluarga anggota DPRD yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di Pemerintah Kabupaten Tanggamus.

Lili mengutarakan, ada keluarga dari salah satu anggota DPRD yang dipindahkan ke daerah terpencil sewaktu dalam keadaan hamil.

Lili mengungkapkan, sulitnya akses ke tempat kerjanya karena jalan berbatu membuat kerabat anggota DPRD itu kesulitan.

"Setelah anaknya lahir, tak lama anaknya meninggal dunia. Keluarga menyalahkan anggota DPRD itu karena mengungkap kasus gratifikasi sehingga kerabatnya dipindahkan ke tempat terpencil," jelas Lili.

Sementara itu, anggota DPRD Tanggamus, Nursyahbana, mengakui dirinya merupakan satu di antara legislator yang meminta perlindungan LPSK seusai laporan ke KPK akhir tahun lalu.

"Dulu sewaktu habis melaporkan ke KPK, kami juga menandatangani surat untuk perlindungan saksi. Jadi, semacam kontrak, begitu, yang langsung mengikat. Tapi setelahnya kalau saya pribadi tidak lagi ke sana (LPSK). Cuma sekali, waktu pertama itu saja," ujar Nursyahbana.

Ia mengungkapkan, baru-baru ini memang ada sejumlah anggota dewan yang kembali mendatangi LPSK. Namun, ia mengaku tidak tahu pasti siapa saja legislator tersebut.

"Katanya sih mereka mendapat SMS yang diancam mau dibunuh, terus dibuang ke laut. Tapi, saya tidak membaca langsung SMS itu," ucapnya.

Nursyahbana sendiri mengaku tidak mendapat ancaman dalam bentuk apa pun, sehingga tidak meminta perlindungan lagi ke LPSK. "Kalau saya tidak mendapat apa-apa, jadi tidak melapor," katanya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved