Temu Wartawan Daerah BI
Ini Dia Petuah Jakoeb Oetama yang Diingat Suryopratomo
Sepanjang ia mengenal Jakoeb Oetama, Tomi pun mengaku kagum akan dedikasi pria yang tahun ini berusia 85 tahun tersebut.
Penulis: heru prasetyo | Editor: Reny Fitriani
Laporan Reporter Tribun Lampung Heru Prasetyo
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, JAKARTA – Kehebatan seorang wartawan itu bukan ditentukan oleh jabatan, tetapi lebih kepada seberapa baik karya tulis yang ia hasilkan. Semakin matang seorang wartawan sudah selaiknya tulisannya harus kian berbobot dan menjadi inspirasi dan referensi informasi masyarakat.
Hal ini ditegaskan oleh Ketua Forum Pemimpin Redaksi dan Direktur Pemberitaan Metro TV Suryopratomo saat menjadi pembicara Temu Wartawan Daerah Bank Indonesia, Selasa (11/10) pagi. Dilaksanakan di Function Room Bank Indonesia Lantai 4, selama kurang lebih dua jam Suryopratomo membagikan pengalamannya sepanjang menjadi jurnalis.
Satu hal yang ia ungkapkan adalah, tidak ada salahnya jika ada yang menyebut profesi wartawan adalah profesi yang keren. Sebab setiap hari selalu saja ada ilmu baru yang harus wartawan pelajari saban melakukan tugas peliputan.
Namun hal ini kembali kepada masing-masing individu. Sering kali yang menjadi permasalahan serta tantangan seorang wartawan, khususnya di bidang ekonomi adalah pengetahuan yang dimiliki tidak memadai.
Jika sudah demikian, celakalah wartawan tersebut. Nama perusahaan wartawan itu pun menjadi taruhan. Sebab berita yang diproduksi akan miskin informasi. Masyarakat, akademisi dan praktisi ekonomi yang membaca karya mereka pun merasa berita yang ditulis tidak logis.
“Ala bisa karena biasa. Apa yang membuat seorang wartawan itu jadi mahal? Kredibilitas dari tulisannya. Kalau itu saja dia sudah tidak punya, bagaimana seorang wartawan bisa dengan bangga mengatakan kalau mereka adalah jembatan antara pemegang kuasa dan masyarakat?” ujar jurnalis senior yang sempat mendedikasikan dirinya di Kompas.
Tomi pun menceritakan pengalamannya saat masih bekerja di Kompas. Saat itu, pendiri Kompas Jakoeb Oetama selalu mengingatkan dirinya untuk terus produktif menulis. Karya yang ditulis wartawan itulah yang membuat perbedaan di masyarakat.
“Saya banyak belajar dari beliau (Jakoeb Oetama). Jangan pernah berhenti untuk menulis, luangkan waktu bangun relasi dengan narasumber. Itulah yang selalu saya kenang dan jadi acuan saya dalam berkarya selama menjadi jurnalis,” terang host di acara Economic Chalenges di Metro Tv tersebut.
Sepanjang ia mengenal Jakoeb Oetama, Tomi pun mengaku kagum akan dedikasi pria yang tahun ini berusia 85 tahun tersebut. Meski memiliki jabatan penting, Jakoeb selalu berusaha meluangkan waktu untuk menulis sebuah tajuk di kompas.
“Beliau adalah sosok humble, rendah hati yang penuh inspirasi. Petuahnya tentang bagaimana menjadi seorang jurnalis yang berkompeten cukup membuka pandangan saya kala itu,” ungkapnya.
Sementara terkait tugas menjadi wartawan ekonomi, Tomi menegaskan dan berharap sosok wartawan tersebut harus paham akan fiskal dan moneter. Jika menguasai dua hal tersebut, maka wartawan ekonomi tidak akan pernah kehabisan berita.
“Membicarakan ekonomi itu tak pernah ada habisnya. Jadi lucu saja kalau sampai ada wartawan ekonomi yang kembali ke kantor tanpa membawa berita tentang ekonomi,” urainya bercanda sekaligus membuat ciut peserta yang hadir.
Untuk itu, para wartawan ekonomi diharapka tidak boleh berhenti belajar. Perbaharui terus khazanah dunia ekonomi, entah itu dengan membaca buku, jurnal, maupun dengan menonton siaran-siaran yang berkaitan dengan ekonomi.
“Kebijakan fiskal dan moneter terus berubah setiap tahunnya. Tahun lalu, apa kita pernah membayangkan akan ada kebijakan tax amnesty tahun ini? Tidak. Tapi tahun ini, tax amnesty menjadi isu yang seksi. Kalau sebelumnya kita sama sekali tidak memahami soal perpajakan, apa bisa kita mengikuti isu tersebut?” kata dia.