Brigadir Medi Tetap Divonis Mati, Istri Pansor Juga Terlibat Mutilasi yang Menewaskan Suaminya?

Brigadir Medi Ungkap Sosok Pemutilasi Pansor dan Keterlibatan Istri Korban Tak Tahan Diselingkuhi.

Penulis: wakos reza gautama | Editor: Heribertus Sulis
TRIBUN LAMPUNG/Wakos Gautama
Ekspresi pengunjung sidang kasus mutilasi anggota DPRD Bandar Lampung M Pansor, saat jaksa membacakan tuntutan terhadap terdakwa Brigadir Medi Andika di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Rabu (29/3/2017). Jaksa menuntut Brigadir Medi Andika hukuman pidana mati. 

BANDAR LAMPUNG, TRIBUN - Majelis hakim Pengadilan Tinggi Tanjungkarang sudah memutus perkara pembunuhan dengan mutilasi yang dilakukan terdakwa Medi Andika terhadap anggota DPRD Bandar Lampung M Pansor.

Di dalam putusannya, majelis hakim menguatkan putusan Pengadilan Negeri Tanjungkarang.

Dengan begitu terdakwa Medi Andika tetap diputus dengan hukuman mati.

Baca: Jatuhkan Hukuman Mati: Tubuh Hakim Gemetar, Terdakwa Malah Tepuk Tangan

Majelis hakim yang memutuskan perkara ini adalah Machmud Fauzi (hakim ketua), Nurdjaman (hakim anggota) dan Subachran Hadi (hakim anggota).

Humas Pengadilan Tinggi Tanjungkarang Yesayas Tarigan mengatakan, putusan tersebut dikeluarkan pada 15 Juni 2017.

"Isi putusannya menguatkan putusan Pengadilan Negeri Tanjungkarang," ujar Tarigan saat dihubungi melalui pesan singkat, Kamis (13/7).

Majelis hakim Pengadilan Negeri Tanjungkarang menghukum Medi Andika dengan pidana mati.

Majelis hakim menyatakan Medi terbukti melakukan tindak pembunuhan berencana terhadap anggota DPRD Bandar Lampung M Pansor.

"Menjatuhkan hukuman pidana mati terhadap terdakwa," ujar hakim ketua Minanoer Rachman saat persidangan di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Senin (17/4).

Putusan ini disambut tepuk tangan Umi Kalsum, istri Pansor, dan para kerabatnya.
Tidak hanya Umi, Medi juga terlihat tepuk tangan saat duduk di kursi pesakitan seusai hakim membacakan putusan.

Putusan ini sama dengan tuntutan penuntut umum yang menuntut Medi dengan hukuman mati.

Jaksa penuntut umum Agus Priambodo mengatakan, sudah menerima salinan putusan tingkat banding terhadap terdakwa Medi. Menurut Agus, putusan banding menguatkan putusan di tingkat pertama.

Agus mengutarakan, pertimbangan majelis hakim Pengadilan Negeri Tanjungkarang sudah dianggap benar oleh majelis hakim Pengadilan Tinggi.

"Pertimbangan majelis hakim di tingkat banding sama dan menguatkan pertimbangan di tingkat pengadilan negeri," jelasnya.

Pihak penuntut umum merasa puas dengan putusan banding karena sesuai dengan tuntutan saat persidangan di pengadilan negeri.

Mengenai apakah putusan tersebut sudah berkekuatan hukum tetap, Agus mengaku belum tahu.

"Kemungkinan pihak terdakwa akan mengajukan kasasi bahkan sampai PK (peninjauan kembali) karena ini kan hukuman mati," ucap dia.

Jika sudah ada kekuatan hukum tetap, lanjut Agus, baru jaksa akan merencanakan untuk eksekusi hukuman.

Kuasa Hukum Belum Tahu

SOPIAN Sitepu, kuasa hukum Medi Andika, mengaku belum tahu adanya putusan banding terhadap kliennya.

"Saya belum tahu. Pihak kami belum menerima pemberitahuan putusannya," tutur Sopian saat dihubungi melalui telepon selulernya, kemarin.

Karena itu Sopian mengaku belum tahu seperti apa pertimbangannya sampai putusan banding menguatkan.

Jika memang putusan banding menguatkan putusan pengadilan negeri, Sopian mengatakan, akan mengajukan kasasi.

Brigadir Medi Ungkap Sosok Pemutilasi Pansor dan Keterlibatan Istri Korban Tak Tahan Diselingkuhi

Brigadir Medi Andika, terdakwa mutilasi anggota DPRD Bandar Lampung M Pansor, membeberkan keterlibatan Umi Kalsum, istri Pansor, dalam kasus mutilasi.

Medi menyebutkan Umi menggelontorkan uang Rp 10 juta untuk memberi "pelajaran" kepada Pansor dan wanita selingkuhannya bernama Yulinar Saring.

Umi merasa malu karena perilaku Pansor yang sering menghamburkan uang kepada Yulinar, yang rumahnya tak jauh dari kediaman Pansor dan Umi.

"Kelakuan Pansor ini sudah diketahui warga kampung," kata Medi saat membacakan duplik di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Rabu (12/4).

Medi sebelumnya dituntut hukuman mati oleh jaksa penuntut umum, dalam kasus mutilasi terhadap Pansor.

Semua pernyataan Medi mendapat bantahan dari Umi Kalsum. "Itu semua tidak benar. Itu fitnah," kata Umi seusai persidangan.

Umi menegaskan dirinya tidak terlibat sama sekali dalam kasus pembunuhan Pansor. "Itu fitnah. Allah tidak tidur. Dia (Allah) mendengarkan doa-doa orang teraniaya," kata Umi.

Mengenai apakah akan mengambil langkah hukum terkait pernyataan Medi, Umi mengatakan, "Nanti tunggu saja."

Dalam duplik yang ditulis tangan oleh Medi disebutkan bahwa peristiwa pembunuhan Pansor bermula saat Umi beberapa kali menanyakan cara memberikan "pelajaran" kepada Yulinar.

Umi kesal karena sudah banyak uang dan harta diberikan Pansor kepada Yulinar.

Pada saat itu Medi mengaku tidak menanggapi karena tidak mau mencampuri urusan keluarga Pansor. Permintaan itu selalu diulangi Umi setiap bertemu Medi.

Satu bulan sebelum Pansor menghilang, Medi bertemu Umi di ruko Pansor. Ketika itu, tutur Medi, Umi bilang malu karena kelakuan Pansor ini sudah diketahui warga kampung.

Umi pun meminta Medi mencarikan orang yang bisa memberikan "pelajaran" kepada Pansor dan Yulinar agar mereka tidak berhubungan lagi dan Pansor kembali peduli dengan keluarga.

Atas permintaan tersebut, Medi menghubungi temannya bernama Anton. Medi mengaku kenal dengan Anton sekitar satu tahun lalu di Jakarta.

Sayangnya, Medi tidak mengungkapkan siapa sosok Anton tersebut.

Medi meminta Anton memberikan "pelajaran" kepada Pansor dan Yulinar atas perintah Umi.

Setelah itu, Medi menghubungi Umi menindaklanjuti pembicaraannya dengan Anton. Umi lalu memberikan uang Rp 10 juta dan foto Pansor serta Yulinar kepada Medi.

Seminggu kemudian, Anton menghubungi Medi menanyakan dana untuk menjalankan aksinya. Medi pun memberikan alamat rumahnya ke Anton.

Datanglah Anton bersama satu orang lainnya ke rumah Medi. Medi memberikan uang Rp 7,5 juta beserta foto dan alamat Pansor dan Yulinar.

"Anton bilang akan mempelajari dulu situasi lingkungan rumah Pansor dan Yulinar," tutur Medi.

Pada 14 April 2016, Medi menghubungi Anton memberitahu waktu pelaksanaan aksi. Medi mengutarakan, Umi memerintahkan supaya melabrak Pansor bersama Yulinar pada 15 April 2016. Karena pada hari itu, Pansor akan jalan-jalan dengan Yulinar.

Di hari 15 April 2016, Pansor ternyata hanya bertemu sebentar dengan Yulinar di Bank Rakyat Indonesia (BRI). Pansor menyerahkan uang ke Yulinar pada saat itu.

Medi kemudian meminta Anton tetap pada rencana walaupun Yulinar tidak bersama-sama dengan Pansor.

"Kecelakaan"

Sekitar pukul 13.30 WIB, Medi menghubungi Pansor dan meminta bertemu di Jalan Pangeran Emir M Noer, depan Cosmo. Pada pertemuan itu, Medi sempat masuk ke dalam mobil Toyota Innova Pansor dan berbincang sebentar.

Pansor dan Medi lalu pergi menjemput seorang teman wanita di sebuah tempat kos. Setelah Medi turun di tempat kos itu, Anton masuk ke dalam mobil Innova tersebut. "Selanjutnya saya tidak tahu apa yang terjadi," kata Medi.

Sekitar pukul 15.00 WIB, Medi sempat menghubungi telepon Anton namun tidak diangkat.

Dua jam kemudian, Anton menghubungi Medi. Anton mengatakan terjadi 'kecelakaan' dan akan ke rumah Medi habis magrib.

Anton datang ke rumah Medi membawa mobil Innova Pansor.

"Anton bilang Pansor melakukan perlawanan sehingga dilumpuhkan dengan senjata api dan mayat Pansor ada di kardus di belakang mobil," cerita Medi.

Medi kaget dan panik. Anton kemudian meminta uang untuk melarikan diri. Medi memberikan uang Rp 2,5 juta sisa uang pemberian Umi Kalsum.

Medi akhirnya menghubungi Tarmidi (sudah divonis) dan mengajaknya membuang mayat di Martapura, OKU Timur, Sumatera Selatan.

Keesokan harinya, Umi menghubungi Medi menanyakan informasi tentang pemberian "pelajaran" kepada Pansor dan Yulinar.

Medi pun memberitahu bahwa Pansor melakukan perlawanan sehingga terjadi 'kecelakaan'. "Saya meminta maaf ke Umi dan atur rencana agar Umi tidak terbawa-bawa," terang Medi.

Pada saat itu, tutur Medi, Umi ketakutan. "Umi bilang takut dibuang oleh keluarga Pansor karena ada adiknya yang bupati. Umi juga takut diusir dari rumah Pansor," ujar Medi.

Tak lama berselang, Medi kembali dihubungi Anton yang meminta uang Rp 50 juta untuk melarikan diri.

Anton berjanji tidak akan menyeret Medi jika tertangkap polisi atas kasus pembunuhan Pansor.

Medi akhirnya memutuskan untuk menjual mobil Innova Pansor. Medi bersama Tarmidi menemui Anton di Merak, Banten. Medi menyerahkan mobil ke Anton.

Empat hari kemudian, Medi menyuruh Anton membawa mobil itu kepada Ruslin, anggota Kostrad Cijantung. Medi menjualnya seharga Rp 45 juta.

Sakit Hati

Medi mengaku punya alasan mengapa baru sekarang mengungkap keterlibatan Umi Kalsum. Ia mengaku tidak terima karena selama ini selalu dicaci maki oleh Umi dan kerabatnya.

"Saya selalu dicaci maki oleh istri Pansor, Umi Kalsum dan keluarganya, mulai dari pembacaan dakwaan hingga replik kemarin. Itu sangat menyakitkan hati saya. Saya tidak tahan lagi sehingga dalam persidangan ini saya ungkapkan sebenarnya ada peran Umi Kalsum dalam terbunuhnya Pansor," jelas Medi.

Medi mengaku sebelumnya ingin menyimpan rahasia ini dan siap menanggung hukumannya.

"Akan tetapi karena ada orang-orang yang tahu penyebab kematian dan tahu siapa pelaku sebenarnya, tapi selalu menghakimi saya sebagai pelakunya, itu sangat menyakitkan sekali dan menyinggung perasaan saya," ucapnya.

"Saya mengungkapkan hal ini bukan karena saya takut untuk menerima hukuman atas apa yang saya lakukan dan bukan fitnah untuk mencari sensasi," ucapnya.

Bantah

Umi Kulsum, istri almarhum anggota DPRD Bandar Lampung M Pansor, membantah tudingan terdakwa Brigadir Medi Andika. "Nggak tahu saya," ujarnya ketika dikonfirmasi, Senin (10/4/2017).

Kerabat Umi langsung menariknya agar menjauhi para jurnalis yang mencoba mengonfirmasi terkait tuduhan Medi. Para pewarta terus mencecar Umi mengenai tuduhan Medi tersebut.

"Saya tidak tahu. Fitnah dia (Medi) itu," ujar Umi sembari berlalu. Salah satu kerabat Pansor berceletuk, "Biasalah namanya orang membela diri".

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved