Agus Sudibyo Sebut Lingkungan Tetap Jadi Isu Seksi di Indonesia
Di indonesia, banyak kasus pencemaran lingkungan, khususnya terkait perusakan hutan demi membuka luas lahan.
Penulis: hanif mustafa | Editor: soni
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Di indonesia, banyak kasus pencemaran lingkungan, khususnya terkait perusakan hutan demi membuka luas lahan.
"Dan ini menjadi isu yang menarik, sebab Indonesia sendiri sangat banyak kasus terkait lingkungan misal degradasi lingkungan, pencemaran lingkungan," ujar Agus Sudibyo (Penulis 34 Prinsip Etika Jurnalisme Lingkungan) pada pelatihan Jurnalisme Lingkungan Gelatik Teknokra 2017, Minggu 29 Oktober 2017.
Agus mengatakan, ada dua yang diatur pada kode etik jurnalisme lingkungan yaitu pertama karya jurnalistik serti tajuk rencana, opini, pernyataan dan lain-lain. Kedua adalah perilaku jurnalistik seperti tindak sopan santun wartawan di lapangan.
Untuk membuat produk jurnalistik, setiap karya adalah pertanggung jawaban bidang redaksi, sehingga redaksi bisa saja tidak menerima karya penulis, tulisannya masih kasar. Tapi berbeda dengan tv, rating pada tv akan naik jika ada yang unik.
"Berita adalah karya koletif. Karya jurnalistik yang sudah disebar di khalayak publik menjadi tanggung jawab pemimpin redaksi bukan wartawan yang meliput di liputan," jelasnya.
Agus mengatakan, jurnalisme adalah paham yang memiliki kemampuan verifikasi. Berita harus diverifikasi (disiplin verifikasi : jurnalisme sebagai isme seperti uji informasi, konfirmasi, jangan mudah percaya).
"Di media online biasanya verifikasi ini dinomorduakan, seharusnya media tidak bisa seperti ini. Namun kecepatan adalah faktor penting media online," tambahnya.
Agus juga menekankan untuk tidak mencampurkan fakta dan opini pada sebuah berita.
"Dan bila narasumber beropini, berarti harus dipertanyakan," tambahnya.
Oleh sebab itu para awak media harus memeriksa akurasi. Media tidak hanya berhadapan dengan satu publik namun khalayak publik.
"Jangan hanya berdiri pada pokok-pokonya, Inilah dilema etika jurnalisme lingkungan, yaitu bergerak di antara banyak kepentingan publik," tegas Agus.
Menurut Agus independen tidak sama dengan netral. Jurnalis menulis dengan kekuatan sendiri tidak ada suruhan, murni dengan sikap kritis, inilah yang disebut independen. Sedangkan netral, baik buruknya sesuatu, tidak berpihak diantara itu.
"Dengan sendirinya, pers akan memberikan kontribusi kepada masyarakat. Jika berita itu jelek-jelekin pertambangan, maka akan merugikan perusahaan. Dan mungkin saja sebenarnya perusahaan itu sudah sesuai dengan AMDAL, jadi cukup menjadi wartawan profesional," tutup Agus. (rls)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/lampung/foto/bank/originals/pelatihan-jurnalisme-lingkungan-gelatik-teknokra-2017_20171029_191457.jpg)