Ada Mafia Ambulans di Balik Kematian Pasien, Sopir Wajib Setor ke Rumah Sakit

Ada Mafia Ambulans di Balik Kematian Pasien, Sopir Wajib Setor Rp 1,75 Juta ke Rumah Sakit

kolase Tribunsumsel.com
ambulans 

MEDAN, TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Ada Mafia Ambulans di Balik Kematian Pasien, Sopir Wajib Setor Rp 1,75 Juta ke Rumah Sakit.

Kasus kematian Evlyn Sitanggang, pasien gawat-darurat akibat kecelakaan lalu-lintas di Tapanuli Utara, menghebohkan jagad maya. Ia meninggal di dalam mobil ambulans saat hendak dirujuk dari RSUD Tarutung ke RSUP Adam Malik, Medan.

Baca: Viral Foto Pria dan Wanita Tidur di Musala, Netizen Ribut tapi Sang Bilal Beri Penjelasan Menohok

Masalah sepele menjadi pemicu terlambatnya pertolongan intensif sehingga pasien meninggal, yakni ban rusak-kempes, dan ambulans tidak memiliki ban serap. 

Atas kejadian itu, lalu muncul pertanyaan bagaimana sebenarnya pengelolaan mobil kereja jenazah?

Harian Tribun Medan/online Tribun-Medan.com menelusuri keberadaan dan pengelolaan ambulans di beberapa rumah sakit di Kota Medan, seperti RSUP Adam Malik, RSUD Pirngadi dan beberapa Puskesmas. Kesimpulannya, mobil ambulan jauh dari standar internasional.

Permasalahan konkretnya, manajemen rumah sakit negeri tidak mengelola kereta jenazah secara baik.

Kesempatan ini dimanfaatkan perusahaan swasta, sengaja menyediakan armada ambulans yang ditempatkan ngetem di rumah sakit negeri menunggu pasien meninggal, atau penyewa.

Baca: Pacaran Ala Zaman Now Bikin Geleng Kepala, Dua Hari Pergi Ternyata Sudah Begituan Puluhan Kali

"Tidak semua ambulans ini milik rumah sakit. Ini ada yang milik swasta. Kalau ini punya KSO, dikontrakan ke Adam Malik, dari dulu, Tahun 1995, pihak swasta yang bisa masuk ke sini cuma KSO," ujar sopir ambulans saat berbincang dengan Tribun Medan di RSUP Adam Malik.

Sekumpulan sopir ini bersedia mengungkap jatidirinya, namun dengan alasan kenyamanan yang bersangkutan, Tribun Medansengaja menutupinya.

Sopir itu memaparkan jumlah sopir ambulans swasta kurang-lebih 50 orang, bekerja secara bergilir atau shif-shifan. Sopir ambulans ini mayoritas warga yang tinggal di sekitar RSUP Adam Malik. Mobil ambulans swasta yang beroperasi di RSUP Adam Malik berjumlah 30 unit, yang dimiliki tiga orang tauke.

Setiap unit mobil dipungut bayaran. Setiap bulan wajib menyetorkan uang Rp 1,75 juta per unit kendaraan kepada pihak rumah sakit, sebagai jasa sewa lapak di RSUD Adam Malik setiap bulannya.

Jasa Raharja dan Personel Satlantas Polres Taput melayat ke rumah Evelyn, sekaligus memberikan jaminan kematian akibat kecelakaan lalu lintas.
Jasa Raharja dan Personel Satlantas Polres Taput melayat ke rumah Evelyn, sekaligus memberikan jaminan kematian akibat kecelakaan lalu lintas. ()

"Ada, enggak ada sewa, wajib setor perbulanya. Per bulanya Rp 1,75 juta," ujarnya.

Untuk penggajian sopir, tergantung berapa pasien yang mereka antar, dan biasanya mereka mendapat upah dari tarif ambulans yang mereka dapat perharinya.

"Kalau gaji dari persenenan. Kadang dikasih tauke, misalnya kalau mengantar jauh, dapat Rp 1 Juta, nah Rp 500 ribu bersih buat toke dan 500 ribu lagi buat kami dan biaya operasional," ujarnya.

Setiap unit ketika beroperasi, kata si sopir, dikenakan tarif 250-300 ribu untuk kawasan Kota Medan. Khusus ke daerah Lubuk Pakam mereka memberikan tarif Rp 400 ribu. Sedangkan untuk kawasan jarak jauh tarif yang dikenakan adalah Rp 7.000 per kilometer.

Koordinator yang mengurusi ambulans, yang tengah mengatur keberangkatan jenazah di ruang Instalasi Pemulasaran Jenazah dan Kedokteran Kehakiman RSUP Adam Malik, sempat berbincang dengan Harian Tribun Medan.

Pria berambut cepak yang tidak mau memberitahukan namanya mengutarakan pengoperasian ambulans, RSUP Adam Malik yang mengaturnya.

"Segala sesuatunya, seperti managemen ambulans diatur pihak rumah sakit, pengurusnya semua dari rumah sakit," ujar pria berbadan tegap ini.

Apakah terjadi permainan mafia dalam bisnis ambulans ini?

Direktur Utama RSUP H Adam Malik dr Bambang Prabowo M Kes, membenarkan mayoritas ambulans di RSUP Adam malik adalah milik swasta. Swasta dengan manajemen rumah sakit, sudah mempunyai perjanjian kerjasama, meskipun secara keseluruhan dia tidak hapal detail perjanjianya.

"Dalam perjanjianya, pihak Rumah Sakit Adam Malik membayar sejumlah uang kepada pihak ambulans swasta sebagai biaya sewa mobil ambulans yang beroperasi. Pembayaran yang mereka lakukan kepada pihak pemilik ambulans tersebut berdasarkan klaim per bulannya," kata Dr Bambang.

Namun ketika disampaikan informasi yang diperoleh Tribun Medan, bahwa pihak pemilik ambulans swastalah yang memberikan jasa sewa ambulans ke pihak rumah sakit, dr Bambang Prabowo mengutarakan akan mengecek hal tersebut.

"Saya baru tahu info ini. Saya akan mencari tahu jika ada permainan seperti itu. Karena pihak rumah sakit yang menyewa ambulance, yah yang harusnya membayar uang sewa adalah rumah sakit," paparnya.

Heboh Medsos

Media sosial heboh oleh kematian Evlyn Sitanggang, pasien gawat-darurat akiban kecelakaan lalu-lintas di Tapanuli Utara awal November lalu.

Evlyn sempat dirawat di RSUD Tarutung, Tapanuli Utara. Namun karena membutuhkan perawatan intensif, ia lantas dirujuk keRSUP Adam Malik, Medan.

Nahas, saat perjalanan ke Medan ban ambulans rusak dan kempes saat berada di Tebingtinggi. Ambulans tak dapat meneruskan perjalan lantaran tak memiliki ban serap, Evlyn pun menghembuskan nafas terakhir di mobil ambulans. Kasus ini diposting ke facebook oleh Gunawan Sagala di media sosial.

Dua bulan lalu, 20 September 2017, seorang ibu, bernama Delvasari membuat dunia mayat terhentak, sedih dan meringis-sedih. Foto Delva menggendong di pelukan, mayat Berlin Istana, putrinya yang berusia sebulan, sambil menumpang angkutan perkotaan.

Putrinya baru saja meninggal setelah menjalani perawatan di Rumah Sakit Abdul Moeloek (RSUAM) Bandar Lampung.

Saat hendak mengusung jasat putrinya pulang ke rumah, sopir Ambulans rumah sakit memasang tarif kereta jenazah seharga Rp 2 juta. Delvasari warga Kotabumi, Lampung, terpaksa naik angkot karena tidak punya uang untuk membayar biaya ambulans rumah sakit.

Ya, kematian di rumah rakit sangat terkait-paut dengan mobil jenazah atau ambulans. Pasien yang hendak pindah, dirujuk perawatannya ke rumah sakit lain pun, biasanya diangkut menggunakan ambulans. Sayangnya ambulans di Medan, sangat jauh dari standard kelayakan.

"Di rumah sakit-rumah sakit negeri, saya kira belum ada yang bagus ambulansnya. Seharusnya setiap rumah sakit baik negeri maupun swasta harusnya memilik ambulans yang memenuhi standard internasioal. Minimal satu unit untuk bersiaga jika dibutuhkan menangani kasus yang darurat. Ambulansnya tidak hanya berstandard peralatan, tim medis yang menanganinya juga harus memenuhi standard penangan," ujar pengamat kesehatan Umar Zein SsPD.

Kebanyakan hanya alat angkut, mulai saat pasien dirujuk ataupun alat pengantar jenazah.

"Kita bisa lihat dari ambulans yang banyak berseliweran itu, seperti ambulan milik partai-partai itu. Fungsinya itu sebagai alat angkut saja. Peralatan di dalamnya tidak lengkap," ujar Umar.

Alat-alat yang harus dilengkapi antara lain, tabung oksigen, infus, alat untuk patah tulang, alat untuk menjahit luka, hingga pertolongan untuk korban yang mengalami luka bakar. Selain itu, petugas yang menangani harus memiliki kemampuan penanganan pra-hospital emergency.

 

Ambulans Milik Pribadi

Mobil ambulans dari berbagai merek yang didominasi minibus terparkir berjajar di pelataran parkir Instalasi Pemulasaran Jenazah dan Kedokteran Kehakiman RSUP Adam Malik dan Ruang Kemotoran dan Ambulance RSUP Adam Malik, Minggu (5/11).

Meski beroperasi di RSUP Adam Malik, tidak semua ambulans ini memiliki nomor polisi berwarna merah layaknya kendaraan milik pemerintah, melainkan ada ambulans ber nomor polisi berwarna hitam, yang merupakan kendaran milik pribadi.

Dari delapan unit yang terparkir rapi, terdapat lima ambulans yang nomor polisinya berwarna hitam. Satu orang supir ambulans yang nomor kendaraanya berwarna hitam tampak bersantai dengan duduk di kursi tunggu ruang Instalasi Pemulasaran Jenazah dan Kedokteran Kehakiman RSUP.

Empat sopir lainnya juga terlihat ada yang duduk didalam mobil ambulans seraya mendengarkan musik, dan ada juga supir yang terlihat terbaring malas-malasan di kursi yang ada di dalam ruangan Kemotoran dan Ambulance RSUP Adam Malik.

Sementara sopir ambulans yang nomor polisinya warna merah, ada dua orang sedang duduk dan bercengkrama di depan ruang Kemotoran dan Ambulance RSUP Adam Malik. Kedua orang ini berseragam hijau khas pegawai RSUP Adam Malik.

Di ruang Kemotoran dan Ambulance RSUP Adam Malik terdapat jadwal giliran ambulans yang akan berangkat, yang tertulis di papan tulis warna putih, yang berhadapan dengan pintu masuk ruangan. Dalam jadwal ini, mayoritas ambulans yang diberangkatkan adalah ambulans swasta.

Seorang sopir saat diajak berbincang mengutarakan bahwa ambulans yang warna nomor polisinya hitam adalah milik swasta. Untuk ambulans milik RSUP Adam malik dari 18 unit yang tersedia, hanya lima unit yang berfungsi dengan baik. 

Sejumlah ambulan yang telah rusak terbengkalai di Jalan Sei Batugingging, Medan, Sabtu (4/11). (TRIBUN MEDAN/DANIL SIREGAR)
Sejumlah ambulan yang telah rusak terbengkalai di Jalan Sei Batugingging, Medan, Sabtu (4/11). (TRIBUN MEDAN/DANIL SIREGAR) ()

13 Unit Mobil Jenazah Rusak

Banyak mobil ambulans swasta dan milik pribadi beroperasi di RSUP Adam Malik Medan. Sejumlah sopir mengaku, setiap mobil dipungut biaya sebesar Rp 1,75 juta per bulan. Uang pungutan ini tidak jelas peruntukannya.

Sebab Direktur Utama RSUP H Adam Malik dr Bambang Prabowo, mengatakan pihak rumah sakit menekan kesepahaman dengan pihak ambulans, dan pihak rumah sakit membayar setiap ambulans sesuai operasionalnya.

Menurut dr Bambang, sistem pembayaran yang mereka miliki, bahwa pasien saat menyewa ambulans maka pasien membayarnya kepada rumah sakit berdasarkan tarif yang sudah ditentukan manajemen RS Adam Malik. Selanjutnya, rumah sakit memberikan uang sewanya kepada rekanan tersebut.

Adapun tarif sewa ambulans kata dr Bambang, disesuaikan dengan jarak dan kesepakatan antara pengurus ambulans dengan pasien. Namun tarifnya selalui disesuaikan tidak sampai memberatkan masyrakat. "Semua sudah ada tarifnya, mulai dari berapa harga pertama sampai per kilometernya," ujarnya.

Bambang membenarkan bahwa dari 18 unit ambulans atau mobil jenazah yang mereka miliki hanya lima unit yang berfungsi sedangkan 13 rumak. Meski begitu mereka saat ini tengah berupaya mendapat anggaran pengadaan ambulans untuk menganti ambulans yang sudah rusak tersebut.

"Sedang kita upayakan mengajukan anggaran, tapi kan pengajuannya tidak gampang. Bukan begitu ada duit bisa langsung beli. Kami juga ada asas prioritas, jadi anggaran harus difokuskan pada kebutuhan yang jauh lebih penting. Ambulans juga penting, tapi kalau masih bisa pakai yang swasta ya tidak apa-apa," katanya.

Mengenai 13 unit ambulans yang rusak, ia menjelaskan ambulans tersebut sudah tidak bisa diperbaiki lagi. Sedangkan untuk mendapatkan fasilitas yang baru, setiap instansi harus melakukan penghapusan barang terlebih dahulu.

"Syarat sebelum mendapatkan aset baru, aset yang lama harus dihilangkan. Itu sudah diatur dalam sistem perbendaharaan negara. Problematika pengadaan aset baru justru mentok pada susahnya melakukan penghapusan barang yang lama," paparnya.

"Saya yakin, di seluruh instansi pasti permasalahannya sama, proses penghapusan barang susahnya luar biasa," kata dr Bambang. (ryd/cr4)

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved