Sungguh Tega! Ibu Ini Terkena Stroke 10 Tahun Tapi Lima Anaknya Tak Pernah Menjenguk

"Saya beras cari sendiri, kadang makan hanya pakai garam atau bahkan cabai dan tomat untuk lauk. Saya dan istri mensyukuri saja."

Penulis: andreas heru jatmiko | Editor: nashrullah
tribun lampung/andreas heru jatmiko
SETIA - Ki Agus Syarifudin memperlihatkan akta nikahnya saat berbincang dengan Tribun Lampung, Jumat (5/1). Di belakangnya, Nuria istrinya hanya terbaring lemah karena stroke. 

Laporan Wartawan Tribun Lampung Andreas Heru Jatmiko

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Kamar berukuran 3x2 meter menjadi saksi bisu ketulusan Ki Agus Syarifudin (67) membuktikan cintanya kepada Nuria Rosyati (69).

Selama 10 tahun terakhir, Syarifudin dengan tulus merawat istrinya yang terkena stroke. Seakan- akan Syarifudin pun membayar tunai mas kawin pernikahan mereka, tujuh kali membaca surat Al- ikhlas.

Faktor ekonomi membuat Syarifudin selama ini tak mampu mengobati penyakit Nuria. Beruntung, ada seorang dermawan yang mengizinkan keduanya menempati ruangan bekas bengkel di Jalan Lantana RT 05 No 32, Gedong Dalam, Kelurahan Enggal, Kecamatan Enggal, Kota Bandar Lampung.

Baca: Bilangan Prima 23 Juta Digit Bikin Heboh, Komputer Berhitung Selama Enam Hari Non-stop

Kasur kapuk dan busa tipis di atas lantai menjadi alas tidur mereka. Di langit-langit kamar di atas tempat tidur dipasang plastik agar air hujan tidak jatuh ke kasur. Tidak ada televisi, radio, dan handphone di ruangan itu.

Syarifudin memberikan motivasi kepada istrinya.
Syarifudin memberikan motivasi kepada istrinya. (tribunlampung)

Hanya tumpukan bantal kumal di pojok kamar serta cabai dan dua buah tomat yang diakui Syarifudin untuk lauk makan.

"Saya hanya tinggal dengan istri, berdua saja. Anak-anak saya tidak ada yang peduli dengan kami, menjamah badan istri saya pun mereka tidak pernah. Saya setiap hari yang mengurus istri saya, dari memandikan, mengganti popok, dan membuang kotoran istri saya," kata bapak lima anak tersebut, Jumat (5/1/2018).

Kerja Serabutan

Meski hanya hidup berdua, Syarifudin tidak berkecil hati. Ia pun tabah menghadapi cobaan tersebut.

Untuk menyambung hidup, ia bekerja serabutan dan mengumpulkan barang rongsok di sekitar tempat tinggal untuk dijual dan membelikan popok istrinya.

"Saya kerja serabutan. Saya juga nggak mau buat orang lain repot atau daripada saya mencuri lebih baik saya seperti ini. Sekarang saya numpang tinggal di tempat seseorang yang baik hati, beliau ada di Bali sekarang," kata Syarifudin sembari membelai kepala istrinya.

Syarifudin mengaku begitu mencintai istrinya dan ingin menjaganya hingga ajal menjemput.

Pernah Ajukan Bantuan
Ia sebenarnya tidak pasrah mencarikan biaya pengobatan istrinya. Syarifudin sudah mengajukan bantuan dari mulai ke DPRD kota, provinsi, dan Pemerintah Kota Bandar Lampung.

Bukti Syarifudin pernah mengajukan bantuan ke pemerintah dan DPRD.
Bukti Syarifudin pernah mengajukan bantuan ke pemerintah dan DPRD. (tribunlampung)

Pria kelahiran Palembang 1950 silam itu bahkan pernah meminta izin ke Polresta Bandar Lampung agar bisa menggalang dana di lampu merah. Namun, niat menggalang dana di traffic light diurungkannya.

"Saya takut sama preman atau pengamen atau yang lain. Sementara dari pemerintah juga belum ada jawaban. Makanya saya jalan kaki dari Enggal ke mana-mana untuk cari bantuan," ujarnya sembari menitikan air mata.

Hasil memulung barang rongsok dan upah pekerjaan serabutan lebih sering tidak mencukupi kebutuhan. Jika ada uang lebih, Syarifudin membeli beras dan memasak nasi. Jika tidak ada beras, sepasang suami istri ini cukup minum air mineral dan tidur sambil menahan lapar.

"Saya beras cari sendiri, kadang makan hanya pakai garam atau bahkan cabai dan tomat untuk lauk. Saya dan istri mensyukuri saja, kadang ada saja orang yang datang membantu kami, kasih makanan atau uang. Kami sangat berterima kasih," katanya.

Sementara Nuria sesekali menimpali terbata-bata omongan suaminya. "Tuhan ambil nyawa saya, saya udah nggak kuat," ujarnya sembari menangis. Mendengar itu, Syarifudin memeluk sang istri dan mengusap air matanya.

Syarifudin datang ke Kota Tapis Berseri sekitar tahun 1976, ia mengaku bekerja sebagai tukang bangunan dan melakukan pekerjaan lain yang memang bisa ia lakukan, sementara Nuria berada di rumah mengurus anak.

Syarifudin dan Nuria menikah pada tahun 1975 dan dengan mas kawin tujuh kali membaca surat Al-Ikhlas.

"Sampai sekarang saya sangat mencintai istri saya dan akan menjaga dia sampai kapan pun. Walaupun dia nggak bisa apa-apa, mau saya jemur nggak punya dorongan, duduk aja dia susah, paling cuma tiga menit," kata Syarifudin.

Ketua RT 05, Efendi membenarkan jika Udin, panggilan Syarifudin, pernah datang ke rumahnya untuk meminta tanda tangan dan cap dari RT untuk mengajukan bantuan ke DPRD maupun pemerintah kota.

"Saya sering ke sana untuk ngobrol dan memberikan motivasi, kadang bahkan kalau ada rezeki juga saya berikan, baik makanan atau yang lainnya. Saya juga sudah coba membantu sebaik mungkin sebisa saya. Dari kelurahan juga sudah bantu. Sebenarnya yang dibutuhkan hanya perhatian dan kasih sayang dari anak-anaknya tetapi mau gimana lagi," ujar Efendi.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved