Terungkap, 'Uang Terima Kasih' untuk Bupati Cantik Rita Widyasari Minimal Rp 5 Juta Lho
Gratifikasi diperoleh Rita secara bertahap sejak masa jabatannya sebagai Bupati Kukar periode 2010 hingga 2017.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, JAKARTA - Kepala Seksi Kajian Dampak Lingkungan Hidup di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kutai Kartanegara, Aji Said, membeberkan modus pengumpulan setoran gratifikasi Rp 469 miliar untuk Bupati Kukar nonaktif Rita Widyasari selama tujuh tahun menjabat.
Baca: Pengakuan Pengurus Masjid di Garut Rekayasa Penyerangan Dirinya Sendiri
Hal itu disampaikan Aji Said saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi Rita Widyasari dan Komisaris PT Media Bangun Bersama (MBB) Khairududin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (28/2/2018).
Baca: Soal Penerimaan Siswa Baru 2018, Sekolah Masih Tunggu Juknis
Dalam surat dakwaan, Rita secara langsung atau melalui Khairudin menerima gratifikasi Rp 469 miliar lebih dari para pemohon perizinan dan para rekanan pelaksana proyek di sejumlah dinas Pemkab Kutai Kartanegara.
Gratifikasi diperoleh Rita secara bertahap sejak masa jabatannya sebagai Bupati Kukar periode 2010 hingga 2017.
Baca: Dishub Anggap Perbaikan Lubang di Jalan Bypass Tak Semudah Membalik Telapak Tangan
Rita menunjuk mantan anggota DPRD Kukar sekaligus Komisaris PT MBB, Khairudin, untuk mengumpulkan uang dari para rekanan yang disetor melalui para kepala dinas (kadis).
Dan aliran dana gratifikasi ratusan miliar untuk Rita di antaranya mengalir melalui beberapa orang dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kukar.
Baca: Pengendara Kerap Tertipu di Kala Hujan, Tahu-tahu Masuk Lubang di Bypass
Mereka antara lain Aji Said, Rahyul, Ibrahim, dan Suroto.
Sumber penerimaan gratifikasi Rita paling besar diperoleh dari para pemohon penerbitan SKKL dan Izin Lingkungan pada Badan Lingkungan Hidup Daerah Pemkab Kukar, serta penerimaan dari pemohon terkait penerbitan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
Baca: Beras dan Rokok Penyumbang Inflasi Terbesar Februari 2018
Dalam kesaksiannya, Aji Said mengatakan, ada kebiasaan setoran gratifikasi atau biasa disebut 'uang terima kasih' yang diberikan para pemohon (perusahaan) maupun konsultan saat mengurus perizinan di dinasnya.
Kewajiban Pemberian 'uang terima kasih' itu telah terjadi sejak Kepala Seksi Kajian Dampak Lingkungan Hidup dijabat oleh Rahzul Asmi, Anastasya, hingga Karni BE.
"Saya dengar-dengar dari pejabat sebelumnya, dalam proses perizinan ada yang harus diberikan. Biasa disebut uang terima kasih, yang memberi itu dari para konsultan yang mengurus AMDAL," ungkap Aji Said.
Ia mengaku pemberian uang terima kasih dari pihak pemohon minimal Rp 5 juta.
Namun, ada juga perusahaan yang tidak menyetorkan 'uang terima kasih', tapi pengajuan izinnya disetujui Rita.(*)