Ojek Online: Mulai Tarif Tak Manusiawi hingga Pakai Jasa 'Tuyul'

"Kami mau supaya tarifnya dinaikin, sekarang tarifnya sudah enggak manusiawi, Bang," ujar Adi salah satu pengemudi ojek online dari aplikasi GrabBike.

Editor: muhammadazhim
tribunlampung/hanif
driver ojek online 

"Atas dasar itu kami melakukan penyelidikan. Ternyata ada yang menawarkan jasa oprek ponsel yang memungkinkan mitra itu mengorder sendiri, lalu menerima orderan sendiri tapi di aplikasi seolah-olah kendaraan mereka jalan mengantarkan penumpang, padahal mereka hanya duduk saja," lanjut Agus.

Kini, sepuluh anggota komunitas hingga penyedia oprek ponsel telah diamankan. "Kami masih menyelidiki kemungkinan adanya komunitas lain," tuturnya.

Pemerintah melarang perekrutan driver baru

Regulasi terhadap angkutan online semakin ketat. Pemerintah mulai menerapkan aturan kuota sopir taksi online. Berhubung saat ini jumlah sopir sudah melampaui kuota, pemerintah menerapkan moratorium penambahan driver terhadap tiga perusahaan pemanggil tumpangan online: Go-Jek, Grab, dan Uber.

Dengan pemberlakuan moratorium yang telah diteken Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan, Senin (12 Maret 2018) lalu, maka ketiga penyelenggara aplikasi tersebut tidak boleh merekrut pengemudi baru.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Budi Setiyadi mengatakan, keputusan pembatasan ini diambil karena pertumbuhan jumlah pengemudi sangat cepat. 

Data Kemenhub menunjukkan, jumlah pengemudi yang ada dalam naungan satu perusahaan penyedia aplikasi mencapai 175.000 orang. Padahal, tiga pekan sebelumnya baru sebanyak 166.000 orang. Angka tersebut jauh melampaui kuota 36.510 pengemudi yang pernah ditetapkan Kemhub beberapa waktu lalu.

"Karena cepatnya pertumbuhan itu, tadi rapat memutuskan menghentikan sementara waktu penerimaan pengemudi baru," katanya, Senin (12/3).

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, penghentian perekrutan akan berlaku di seluruh daerah. Jumlah pengemudi taksi online yang tidak dibatasi akan memicu persaingan ketat antar-pengemudi sendiri. "Kasihan. Karena jumlah pengemudi terlalu banyak, kompetisi menjadi ketat, mendapatkan order juga akan semakin sulit. Kalau itu terjadi, mereka mau dapat apa?" ujar Budi.

Budi berharap, moratorium perekrutan sopir taksi online ini bisa dipatuhi para penyedia layanan taksi online. "Soal sampai kapan pemberlakuannya, tunggu ketetapan selanjutnya," katanya.

Agar bisa memantau secara riil jumlah pengemudi taksi online, Kemenhub telah meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) untuk meyediakan dashboard.

"Penyediaan dashboard merupakan tupoksi Kominfo sehingga kami minta bisa diselesaikan agar dapat mengimplementasikan PM 108/2017 secara efisien dan efektif," kata Direktur Angkutan dan Multimoda Ditjen Perhubungan Darat, Cucu Mulyana, sebagaimana ditulis Kompas.com pada Senin (12/2) malam.

Cucu menjelaskan, dashboard  tersebut akan berfungsi memantau jumlah armada mitra aplikator di lapangan. Dinas Perhubungan di tiap wilayah dapat menggunakan dashboard untuk mengontrol unit-unit taksi online yang beroperasi, sesuai ketentuan dalam PM 108/2017 tentang batasan armada yang diizinkan dalam satu kawasan.

Dashboard juga diperlukan pemerintah untuk menerapkan tarif batas atas dan batas bawah. Semua data-data itu seharusnya bisa ditampilkan melalui dashboard.(*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Demo Ojek Online: Tarif Sekarang Sudah Enggak Manusiawi, Bang!"

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved