Ramadan 2018
Riwayat Masjid Tertua di Lampung, Masjid Jami Al Anwar Dibangun Lagi Setelah Krakatau Meletus
Masjid yang hampir berusia dua abad tersebut kini menjadi masjid tertua di Lampung.
Penulis: Ana Puspita Sari | Editor: Ridwan Hardiansyah
Laporan Reporter Tribun Lampung Ana Puspita Sari
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Didirikan oleh keluarga pendatang asal Bone, Sulawesi Selatan pada 1839, Masjid Jami Al Anwar masih berdiri kokoh hingga saat ini, di Jalan Laksamana Malahayati nomor 100, Telukbetung Selatan (TbS), Bandar Lampung.
Masjid yang hampir berusia dua abad tersebut kini menjadi masjid tertua di Lampung.
Penjaga Masjid Jami Al Anwar, Sumanta menerangkan, masjid yang kini mampu menampung hingga 1.500 jamaah tersebut, awalnya adalah sebuah musala.
“Musala didirikan Daeng Muhammad Ali beserta dua orang sepupunya, yakni KH Muhammad Soleh dan H Ismail,” kata Sumanta, Rabu (16/5/2018).
Baca: Hati-hati, Jangan Sampai Lupa Baca Niat Puasa Ramadan, Ini Akibatnya
Pembangunan musala berawal dari kepopuleran KH Muhammad Soleh sebagai ulama pendidik dan pemimpin.
Sumanta menuturkan, hal itu membuat banyak orang datang untuk memperdalam ilmu keagamaan kepada KH Muhammad Soleh.
Pada mulanya, orang-orang yang datang tersebut dijamu di rumah KH Muhammad Soleh.
Karena semakin banyak orang yang datang, KH Muhammad Soleh kemudian memprakarsai pendirian musala, sebagai tempat salat berjamaah sekaligus aktivitas keagamaan.
“Keluarga dan masyarakat kemudian gotong royong membangun musala, yang menjadi cikal bakal Masjid Jami Al Anwar saat ini. Dulu, musala hanya berdinding geribik, bertiang bambu, dan beratap rumbia,” ungkap Sumanta.
Dengan segera, Sumanta menerangkan, musala tersebut menjadi pusat syiar Islam di kawasan pesisir karena banyaknya orang yang belajar agama.
Hingga pada 1883, musibah Gunung Krakatau meletus terjadi.
Letusan gunung menyebabkan air laut pasang.
Karena berada di kawasan pesisir, musala tersebut pun rata dengan tanah bersama banyak rumah lainnya.
“Pada 1888, musala dibangun lagi di lokasi yang sama, tetapi dalam bentuk yang lebih besar dan permanen,” tutur Sumanta.