Ramadan 1439 H
2 Akademisi UBL Jalankan Puasa di Negeri Sakura: dari Puasa 16 Jam Hingga Tarawih di Kampus
"Ya puasa di Jepang kurang lebih 16 jam sehari karena saat ini bertepatan dengan musim semi menjelang musim panas"
Penulis: Eka Ahmad Sholichin | Editor: Reny Fitriani
"Di sini bangunannya sama seperti bangunan lain tetapi fungsinya yang digunakan sebagai masjid. Tidak ada pengeras suara toa seperti di masjid-masjid di Indonesia yang melantunkan suara mengaji dan adzan, ceramah, dan bahkan bacaan salat," tuturnya.
Sehingga, semua dilakukan tanpa ada pengeras suara. Tetapi setiap akhir pekan akan ada buka puasa bersama yang diadakan di masjid-masjid di Jepang.
"Termasuk di masjid sementara di kampus-kampus atau kota lain yang belum ada masjid. Di situlah di akhir pekan itu kita bisa bertemu dan bersilaturahmi dengan sesama muslim dari berbagai negara," terangnya.
Pada saat berbuka puasa seperti ini, ia bisa menikmati berbagai jenis makanan dari berbagai negara yang diolah dengan makanan yang halal. Karena di Jepang, hampir semua makanannya mengandung makanan yang tidak halal.

"Sehingga ketika kita mendapatkan makanan halal dalam jenis yang banyak, tentu ini sangat menyenanngkan bagi semua rekan yang sedang merantau di negeri orang. Dan ini adalah pengalaman ramadan saya yang ketiga selama berada di Jepang," ungkapnya.
Tentu yang Ilham rindukan adalah suasana aktivitas selama ramadan di Indoensia yang tidak bisa ditemukan di negeri Jepang. Meskipun di sini selalu ada taraweh berjamaah yang dihadiri oleh 20-40 orang.
"Tetapi tetap saja suasana ramadan dalam artian luas sangat berkesan di Indonesia. Dan itu yang tidak bisa kita temukan di Jepang," ungkapnya.
Ilham sendiri tinggal di Kota Kitakyushu, Jepang, sebagai sebuah kota yang didesain sebagai salah satu kota dengan kondisi lingkungan perkotaan terbaik di Jepang bahkan dunia.
Banyak kota dari negara lain yang menjadikan kota ini sebagai rujukan dalam penataan kota dan lingkungan. Dan tentu saja disini hampir semuanya non muslim, kecuali kita pendatang dari negara-negara lain yang beragama muslim.
"Aktivitas kita selama disini biasa saja. Bahkan rekan-rekan di kampus dari berbagai negara, terutama China dan Jepang, sangat memahami bahwa kita sedang berpuasa," kata Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) wilayah Lampung tersebut.
Sehingga mereka bersembunyi jika mau makan untuk menghormati muslim yang berpuasa. mereka juga tidak merasa terganggu ketika melaksanakan salat. "Oleh karenanya, semua kegiatan di sini biasa saja, tanpa ada gangguan apapun," tuturnya.
Kalau dibilang kesulitan, sebenarnya tidak terlalu sulit mencari makanan yang halal. Sebab di sini banyak makanan yang berbahan seafood dan sayuran.
Tetapi karena sehari-hari jenis makanannya selalu sama, walaupun ada puluhan jenis makanan yang bisa kita makan hasil olahan khas Jepang, tetapi kadang juga merasa bosan dengan jenis makanan itu.
"Tapi selain itu juga ada rekan kita sesama muslim yang membuka katering makanan selama bulan puasa. Mereka menjual ketoprak, mie aceh, nasi uduk, dan lain-lain sehingga bisa membantu menjaga selera makan selama di Jepang," paparnya.
Kemudian, juga banyak yang memasak sendiri makanan di Jepang, dengan membawa berbagai bumbu racikan dari Indonesia.