Owner Rumah Kayu Lampung Beberkan Rahasia Rawat Ikan Arapaima Selama 10 Tahun

Owner Rumah Kayu Lampung Beberkan Rahasia Rawat Ikan Arapaima Selama 10 Tahun, Mengejutkan

Penulis: hanif mustafa | Editor: taryono
Ikan Arapaima Gigas & Owner Rumah Kayu, Ali 

Laporan Reporter Tribun Lampung Hanif Mustafa

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Ikan Arapaima Gigas yang viral di sosial media karena ditemukan warga di alam bebas ternyata tidak mengerikan seperti yang dibayangkan.

Malahan di Taman Santap Rumah Kayu yang terletak di Jalan Arif Rahman Hakim No.45 Way Halim Bandar Lampung ikan ini dipelihara dan dijadikan sarana edukasi.

 

Owner Rumah Kayu, Ali mengaku ikan Arapaima itu tidak mengerikan mengerikan seperti yang ada di sebutkan di televisi maupun media massa.

"Saya merawat ikan ini sudah ada 10 tahun, seperti hal yang dijelasin di televisi itu saya gak setuju. Ikan ini tergolong jinak bukan aligator, sifatnya tidak jauh seperti ikan gabus, kalau memahami ikan gabus, ya itulah ikan Arapaima," ungkap Ali, Rabu 4 Juli 2018.

Masih kata dia, ikan Arapaima mudah stress jika lingkungannya tidak membuat hewan berhabitat air tawar ini nyaman.

Baca: Sama-sama Sedang Hamil, Vicky Shu dan Kahiyang Ayu Pamerkan Perut Buncitnya

Baca: Ini Aplikasi yang Digunakan Bowo Alpenliebe Usai Tik Tok Diblokir Kominfo

Baca: Raffi Ahmad dan Nagita Slavina Ditraktir Anaknya, Sekali Makan Habisnya Rp 10 Juta

"Ini sekarang tinggal enam, kalau dulu memang lumayan banyak. Dan kalau membersihkan nyemplung gak digigit, asal jangan mengagetkan, kalau kaget ikan ini langsung lari.

Dan kalau sekali terbentur kepalanya pasti mati, bahkan mati, dan kalau dipindahin tidak hari-hati 100 persen mati," jelasnya.

Ali pun mengaku memiliki hobi ikan, sehingga segala jenis ikan ia kumpulkan untuk koleksinya.

Ikan Arapaima Gigas di Kolam Rumah Kayu
Ikan Arapaima Gigas di Kolam Rumah Kayu (Tribunlampung.co.id/Hanif Mustafa)

 

"Dan disini (Rumah Kayu) banyak jenis yang saya pelihara, termasuk ikan arapaima bahkan toman.Ya tujuan saya untuk sarana edukasi, ini lo jenis-jenis ikan wujudnya seperti ini, saya sempat mengurus perizinannya juga," katanya.

Ali menuturkan mendapatkan ikan arapaima ini dari sumbangan teman-temannya dari luar Lampung yang sudah tak mampu merawat dan memberi makan.

"Ada yang diberi dan ada yang beli, waktu itu saya beli itu ukuran 60 hingga satu meter. 10 tahun lalu saya beli kisaran harga Rp 2 juta hingga Rp 3 juta, beli di penjual ikan hias," ucap Ali.

Ali menuturkan, selama merawat ikan arapaima ia tidak membutuhkan trik khusus. Hanya menjaga kebersihan serta sirkulasi air agar pasokan oksigen terpenuhi.

 

"Kalau pakan kami menggunakan sisa olahan dapur seperti jeroan ikan dan usus ayam, setiap hari kami kasih pakan," tutur Ali.

Saat ditanya, jika ikan peliharaannya yang menemaninya selama 10 tahu diminta oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan, Ali mengaku mengikhlaskan.

"Gak papa diambil asal jelas, memang berat tapi sudah regulasinya seperti itu ya silahkan. Yang jelas di sini kami memberi edukasi, dan juga tiga tahun lalu aparat sudah datang kesini.

Sudah kami jelaskan, selama ini tidak dijualbelikan atau diimpor jadi gak masalah," ujarnya. 

Berbahaya jika Dibudidayakan

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjelaskan berbagai karakteristik ikan arapaima gigas yang merupakan jenis ikan air tawar terbesar di dunia dari perairan daerah tropis Amerika Selatan, yang berbahaya apabila dibudidayakan di Indonesia.

"Habitat asli spesies ini berasal dari sungai Amazon yang mempunyai iklim tropis, sehingga penyebarannya ada pada daerah iklim tropis seperti Indonesia, Australia bagian utara, Papua Nugini, Amerika Selatan," kata Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Hasil Perikanan (BKIPM) Kementerian Kelautan dan Perikanan Rina di Jakarta, Kamis, 28 Juni 2018.

Dengan demikian, peluang penyebaran di Indonesia cukup tinggi karena pada prinsipnya penyebaran secara alami bisa terjadi pada daerah yang beriklim sama dengan habitat aslinya, padahal keseluruhan spesies arapaima tersebut bersifat invasif.

Selain itu, arapaima gigas juga merupakan jenis ikan predator yang bisa memakan hampir semua hewan yang bisa ditelan, terutama ikan yang berukuran kecil dan hewan-hewan lain yang ada di permukaan air.

Arapaima gigas termasuk ikan bersifat kompetitor, yang berarti mereka bersaing dengan jenis ikan lain untuk mendapatkan makanan, terutama memangsa ikan yang lebih kecil.

Disebut bersifat karnivora, makanan utama ikan arapaima adalah ikan-ikan yang ukurannya lebih kecil, meskipun terkadang ikan tersebut bisa memakan unggas, katak, atau serangga yang berada di dekat permukaan air.

Arapaima gigas juga dikenal sebagai pembawa parasit golongan protozoa, serta dapat melukai manusia pada saat ditangkap karena ukuran tubuhnya yang raksasa, di mana saat dewasa bisa mencapai sekitar 2 meter, bahkan lebih, dengan berat tubuh sekitar 200 kilogram.

Sebagaimana diwartakan, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menginginkan berbagai pihak dapat menyosialisasikan ke tengah-tengah masyarakat terkait dengan bahayanya memasukkan hingga membudidayakan ikan arapaima di kawasan perairan nasional.

"Peristiwa (ikan arapaima) ini harus disosialisasikan atau dikampanyekan kepada masyarakat, banyak yang tidak tahu apa itu ikan arapaima dan mengapa tidak boleh dilepasliarkan," kata Susi Pudjiastuti dalam jumpa pers melalui konferensi video di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Kamis, 28 Juni 2018.

Segera Ditangkap

Dr. Renny Kunia Hadiaty dan dr. Haryono, peneliti Iktiologi dari Pusat Penelitian Biologi LIPI, memberikan saran kepada kita apabila menjumpai Arapaima gigas di perairan Indonesia.

Menurut Haryono, jika melihat ikan predator ini, sebaiknya segera ditangkap.

“Ikan segera dikeluarkan dari perairan.  Dagingnya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar karena di negara asalnya pun daging ikan ini bisa dikonsumsi,” tuturnya.

Sementara itu, Renny meminta agar pemerintah melakukan sosialisasi kepada masyarakat – terutama pemelihara ikan hias – terkait pembuangan ikan di sungai-sungai Indonesia.

“Peraturan larangan masuknya ikan Arapaima gigas ke perairan Indonesia telah diterapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan tahun 2014. Sebaiknya segera dilakukan sosialisasi pada para pelaku, pengusaha, dan pemelihara ikan hias, serta segera diterapkan. Kenakan sanksi bagi para pelanggar aturan tersebut,” papar Renny.

Bisa membunuh ikan asli Indonesia

Kedua peneliti LIPI ini menjelaskan, Arapaima gigas merupakan salah satu jenis ikan tawar yang memiliki bentuk unik. Itulah sebabnya banyak orang yang tertarik dengan ikan jenis ini.

Namun sayangnya, Arapaima gigas cukup berbahaya untuk ikan asli Indonesia -- apalagi ia bersifat karnivor atau predator. 

Arapaima gigas akan memakan ikan jenis lain, krustasea, katak, dan burung yang dijumpai di sekitar permukaan perairan.

Predator air tawar ini dapat menjadi kompetitor untuk ikan asli dalam mendapat makanan maupun pemanfaatan ruang.

Dengan ukurannya yang mencapai 3-4 meter dan berat ratusan kilogram, Arapaima gigas tentu bisa menghabiskan fauna akuatik asli di perairan mana pun.

Kemampuan bertahan ikan Arapaima gigas di perairan umum sangat baik -- meskipun kondisi perairan buruk -- karena ikan ini dapat mengambil oksigen langsung dari udara.

Struktur insang hanya berfungsi saat masih remaja.

Seiring dengan pertumbuhannya, insang tersebut mengalami transisi menjadi paru-paru primitif yang memungkinkan ikan ini untuk beradaptasi di lingkungan yang buruk dan kadar oksigen rendah.

Terancam punah

Di negara asalnya, Brasil, Arapaima gigas sudah mengalami overfishing. Oleh karena itu, pemerintah Brasil melarang penangkapan ikan tersebut sejak 2001.

Namun ternyata, illegal fishing masih terus berlanjut – membuat populasinya menurun.

Arapaima gigas masuk ke dalam daftar Convention International Trade in Endangered (CITES) dan tergolong Appendix II.

Artinya, meski spesies ini belum mengalami kepunahan, namun harus dikontrol perdagangannya untuk mencegah hal-hal yang berimbas pada kelestarian dan keberadaannya di alam.

Arapaima gigas berasal dari daerah aliran sungai (DAS) Amazon.

Oleh masyarakat lokal, ia disebut piracucu – nama yang diberikan berdasarkan pancaran kemerahan dari sisik-sisik ke arah ekor dan juga warna kemerahan-oranye dari potongan dagingnya.

Selain Brasil, ikan ini juga dapat dijumpai di negara-negara lain sepanjang sungai Amazon lainnya, yaitu Kolombia, Ekuador, Guyana, dan Peru.

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved