Pemkab Undang Suku Baduy Bangun Rumah Adat di Tubaba
Kang Yadi dan enam rekannya tengah asyik merangkai anyaman bambu yang dipotong tipis untuk membuat dinding rumah suku baduy
Penulis: Endra Zulkarnain | Editor: soni
Laporan Reporter Tribun Lampung Endra Zulkarnain
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, PANARAGAN - Kang Yadi dan enam rekannya tengah asyik merangkai anyaman bambu yang dipotong tipis untuk membuat dinding rumah suku baduy di Panaragan Jaya, Kabupaten Tulangbawang Barat (Tubaba), Rabu (18/07).
Saat Tribun menyambangi, dengan santai mereka merangkai satu dua helai bambu yang telah dipotong tipis-tipis untuk membuat bilik rumah baduy.
Mereka pun terlibat obrolan santai sesama mereka menggunakan bahasa baduy sembari sesekali diselipi tawa diantara mereka.
Baca: Benarkah Jengkol Lebih Efektif Membunuh Sel Kanker Dibanding Kemoterapi?
Baca: Bupati Tulangbawang Hj. Winarti SE MH Mendukung penuh program Pemerintah Pusat
Tribun pun mencoba menyapa menggunakan bahasa indonesia. "Sedang apa kang," tanya Tribun yang lantas dijawab dua orang diantara mereka.
"Lagi buat rumah diminta Pak Bupati," kata salah satu diantara mereka yang belakangan diketahui bernama Kang Yadi.
Ya, Bupati Tulangbawang Barat Umar Ahmad memang sengaja mendatangkan tujuh orang warga Baduy ke Tubaba untuk membangun rumah adat baduy di kawasan eks transmigrasi di Rawa Kebo Kelurahan Panaragan Jaya Kecamatan Tulangbawang Tengah.

Secara simbolis pembangunannya telah dimulai pada Selasa (17/07) kemarin seiring dengan prosesi adat penyambutan suku baduy di Tubaba.
Pemkab Tubaba yang diinisiasi Bupati Umar Ahmad berencana membangun kota budaya Uluan Nughik suku baduy.
Lokasinya menempati lahan seperempat hektar. Rumah baduy yang tengah dibangun itu berada di dekat aliran sungai kecil dipinggirnya.
"Semua bahan-bahan untuk bangun rumah ini kami bawa dari kampung kami di baduy," kata kang Yadi.
Tidak hanya kayu dan bambu yang telah dianyam, batu kali untuk menopang pondasi rumah baduy pun didatangkan langsung oleh mereka dari kampung asalnya.
Dengan pakaian khas baduy dan tanpa alas kaki, Kang Yadi bersama rekan-rekanya dengan cueknya terus merampungkan bangunan rumah baduy di Panaragan Jaya.
Disekitar lokasi rumah baduy ini dikelilingi empat kincir bambu setinggi sekitar sepuluh meter yang bermakna sebagai penunjuk arah mata angin.
Konon katanya hal ini sebagai salah satu khas penanda masuk kawasan pemukiman suku baduy.
Menurut Kang Yadi, dia dan enam rekannya berada di Tubaba hanya untuk merampungkan bangunan rumah baduy.
"Selesai ini kami pulang," katanya.
Bupati Tubaba Umar Ahmad mengatakan, ide pemikiran pembangunan rumah baduy yang di sebut Uluan Nughik di Tubaba bermaksud untuk menanamkan nilai-nilai kearifan lokal dan ramah lingkungan yang dianut suku baduy.
Rumah baduy tersebut hanyalah sebagai simbolisasi untuk menelurkan nilai-nilai tersebut.
Sebab, salah satu falsafah hidup orang baduy yang tetap bertahan sampai saat ini yakni "Lonjor henteu benang dipotong, pendek henteu benang disambung.
Istilah tersebut bermakna panjang tidak boleh dipotong, pendek tidak boleh disambung.
"Artinya, semua yang datang dari alam oleh orang baduy dirawat tanpa melukai. Misalnya, jika mereka membangun rumah atau berladang atau mengolah tanah, mereka akan membiarkan kontur tanah apa adanya. Tidak ada yang mereka rusak," kata Umar.
"Orang baduy itu cara berladang mereka sederhana. Tidak melukai tanah dengan bajak. Hanya menanam dengan tunggal, yaitu sepotong bambu yang diruncing yang dijadikan alat untuk menanam benih," papar Umar.
Tak hanya berladang. Orang baduy dalam membangun rumah juga pantang untuk merusak alam.
Kontur permukaan tanah dibiarkan apa adanya. Sehingga tiang penyangga kerap tidak sama.
Kearifan lainnya dari suku baduy yang patut diadopsi, kata Umar, adalah material rumah yang dipergunakan.
Dalam membangun rumah material yang mereka gunakan adalah batu kali, kayu, ijuk dan alang-alang.
Bangunan rumah akan disangga dengan tumpukan batu. Orang baduy biasanya memilih batu kali yang besar dan datar.
"Luar biasa memang kebaikan baduy kepada alam. Kearifan lokal yang arkaik. Karena itulah kami ingin menghormatinya sebagai penghargaan kepada baduy. Ada sejarah yang sambung menyambung antara banten dan lampung," kata Umar.
Karenanya, untuk menanamkan nilai kerifan yang dipegang teguh suku baduy itu, Bupati Umar Ahmad membangun rumah baduy di lahan eks transmigrasi.
Untuk menjaga eksistensi dan keaslian rumah baduy, Pemkab Tubaba sengaja mendatangkan orang baduy dan material rumah dari tempat asalnya di Baduy, Banten, Jawa Barat.
"Kami meminjam kearifan baduy dalam sebuah kawasan hunian yang kami beri nama Uluan Nughik," jelas Umar.
Uluan Nughik Tubaba memang tak kenal sepenuhnya falsafah rumah baduy.
Namun, menurut Umar, setidaknya Tubaba berupaya untuk mencintai konektivitas antara manusia dan alam yang sudah dijalankan orang baduy sejak ratusan atau bahkan ribuan tahun lamanya.
Karenanya, Tubaba meminjam falsafah itu dengan meletakkan rumah baduy di Tubaba sebagai media belajar tentang kearifan lokal baduy.
"Paling tidak rumah baduy di uluan nughik Tubaba ini bisa menjadi cermin dan reflektif yang membawa pesan moral terhadap alam semesta dan seisinya," kata Umar.
Selain rumah baduy, Tubaba juga ingin mengadopsi gagasan hutan larangan yang ada di baduy.
Tubaba akan membuat semacam hutan larangan yang diberi nama Las Sengok.
Wakil Bupati Tubaba Fauzi Hasan menambahkan, Las Sengok dalam bahasa Lampung di istilahkan sebagai hutan kutukan yang dilarang untuk dijamah manusia.
Mengadopsi gagasan hutan larangan baduy, Las Sengok nantinya akan dijadikan tempat untuk pelestarian kayu-kayuan, alang-alang, bambu, ijuk, dan pepohonan lainnya.
"Di baduy, hutan larangan ini sangat sakral. Hanya orang tertentu yang bisa masuk. Tidak boleh merusak alam. Nah di Tubaba akan dibuat semacam hutan larangan itu yang dinamai Las Sengok yang dalam bahasa Lampung itu bermakna hutan kutukan," kata Fauzi Hasan.
Nantinya, Las Sengok Tubaba akan menanam berbagai jenis kayu, ijuk, bambu, dah alang-alang.
"Disitu nanti akan ditanami tumbuhan penghijauan seluas-luasnya. Fungsinya adalah untuk membagikan oksigen bagi umat manusia," tandas ketua Dewan Kesenian Tubaba ini. (endra zulkarnain)