Paksa Paman Sendiri Mengemis di Jalan, Polda Lampung: Mereka Tak Segan Membunuh
Komplotan pelaku perdagangan orang yang beroperasi di wilayah Lampung digulung. Terungkap pelaku memaksa pamanya mengemis.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Komplotan pelaku perdagangan orang yang beroperasi di wilayah Lampung digulung.
Tak hanya dari Bandar Lampung, komplotan pelaku eksploitasi orang lanjut usia dan penyandang cacat ternyata menculik korbannya dari Jakarta.
Mereka tak segan mengancam akan membunuh jika korban menolak untuk mengemis.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Lampung Komisaris Besar Bobby Marpaung mengungkap hal itu.
Ini berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap enam tersangka eksploitasi terhadap lima lansia dan penyandang cacat.
"Sapon (tersangka) menculik Mamat dari Pasar Kramat Jati, Jakarta, lalu membawanya ke sini. Sapon memaksa korban mengemis dan menyetorkan hasilnya kepada dia," kata Bobby, Jumat (17/8).
"Kalau korban tidak mau, mereka (para tersangka) mengancam akan menyiksa, bahkan membunuh," imbuhnya.
Menurut Bobby, ada satu fakta yang cukup mencengangkan dari hasil pemeriksaan.
Korban bernama Dadang, beber dia, ternyata merupakan paman Sapon.
"Korban Dadang tidak lain adalah paman salah satu tersangka, yakni Sapon," ujarnya.
Bobby menjelaskan, Sapon mempekerjakan Dadang dan Mamat alias Undur-Undur sejak tahun 2017 lalu.
Dari korban, ia dan rekan-rekannya biasa menerima setoran hasil mengemis sekitar Rp 500 ribu per hari.
"Tidak heran kalau para tersangka bisa beli sepeda motor dengan mudah. Mereka biasa dapat setoran dari korban kurang lebih Rp 500 ribu per hari," kata Bobby.
"Itu paling kecil. Bisa jadi sampai Rp 700 ribu atau lebih. Mereka (para tersangka) berbagi hasil setoran sesuai peran masing-masing," imbuhnya.
Empat Tersangka Buron
Tim Sub Direktorat III Kejahatan dan Kekerasan (Jatanras) Ditreskrimum Polda Lampung membekuk total enam tersangka pada Rabu (15/8).
Mulai dari tersangka Nanang di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum Garuntang, Kecamatan Telukbetung Selatan, hingga lima tersangka lainnya di markas mereka, sebuah rumah di Jalan Lobak, Kelurahan Jagabaya II, Kecamatan Way Halim.
Polisi mencatat komplotan eksploitasi terhadap lansia dan penyandang cacat ini beranggotakan 10 orang.
Tim Jatanras masih memburu empat orang lain yang buron, masing-masing berinisial UJ (45), SD (20), WH (32), dan JM (20).
"Ada empat orang yang DPO (masuk daftar pencarian orang), yang menurut keterangan para tersangka juga melakukan praktik serupa. Saat ini masih kami kejar," ujar Bobby.
Terkait nasib lima korban, Bobby menyatakan, pihaknya masih mencari keberadaan keluarga mereka.
Pihaknya akan mengawal pemulangan para korban ke keluarga masing-masing.
"Kami masih mencari keluarga para korban. Untuk korban Mamat alias Undur-undur, sudah bertemu keluarganya. Untuk korban Joni, keluarganya kemungkinan di Lampung Timur," jelasnya.
Untuk korban yang belum jelas keberadaan keluarganya, Bobby menambahkan, pihaknya sementara mengembalikan mereka ke tempat penampungan korban di Jalan Lobak, Jagabaya II, Way Halim.
"Kami kembalikan sementara ke tempat penggerebekan kemarin," kata Bobby.
"Jadi begini. Itu sebenarnya rumah kontrakan. Para tersangka memeras korban supaya mengemis. Sebagai imbalannya, korban dapat makan dan boleh menginap," katanya.
Polda, jelas Bobby, menanggung biaya keperluan para korban selama di tempat penampungan.
Dengan catatan, mereka tidak lagi mengemis.
Bobby pun mengimbau keluarga yang merasa kehilangan anggota keluarga agar menghubungi polda.
"Sudah saya sampaikan ke pamong setempat. Jangan ada warganya yang memanfaatkan orang lain demi keuntungan semata. Mereka (korban) kami awasi selama pencarian keluarga," tandasnya. (nif)
Bisa Beri Informasi
Pengamat Hukum Unila Yusdianto mengatakan, human trafficking atau perdagangan orang dengan mempekerjakan secara paksa termasuk kategori kejahatan luar biasa di Indonesia.
"Ada aturan khususnya, yaitu Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang," kata Yusdianto.
Terungkapnya aksi komplotan yang mempraktikkan perdagangan orang dan mempekerjakan orang lanjut usia dan cacat untuk mengemis cukup mengagetkan, di tengah kehidupan masyarakat Bandar Lampung yang sudah cukup maju dan modern.
Mencuatnya kasus itu menandakan bahwa kondisi ekonomi, sosial, dan pendidikan masih menjadi faktor utama dalam himpitan kehidupan saat ini.
Kemungkinan besar, korban perdagangan orang dan kerja paksa itu tidak mengetahui bahaya human trafficking.
Korban-korban terjebak dalam aksi para pelaku yang memanfaatkan faktor kemiskinan mereka, sehingga mereka terpaksa mengemis.
Selain itu, lemahnya pengawasan pemerintah dan aparat penegak hukum turut menjadi faktor.
Ada beberapa upaya untuk mencegah human trafficking.
Pertama, pemerintah dan aparat penegak hukum bisa melibatkan masyarakat untuk memberi informasi terkait praktik perdagangan orang dan kerja paksa.
Masyarakat juga bisa aktif melapor kepada aparat penegak hukum apabila mengetahui di lingkungan tempat tinggalnya terdapat praktik seperti itu.
Sementara pemerintah daerah melalui instansi terkait harus membuat kebijakan, program, dan kegiatan yang melibatkan unsur masyarakat dalam upaya mengantisipasi kejahatan luar biasa perdagangan orang dan kerja paksa. (eka)
--> Jangan lupa subscribe Channel YouTube Tribun Lampung News Video