Bus Rapid Transit di Bandar Lampung, Riwayatmu Kini

Bus Rapid Transit (BRT) di Bandar Lampung seolah "menghilang" dari jalan-jalan protokol.

Editor: Yoso Muliawan
Tribun Lampung/Eka Ahmad Sholichin
Bus Rapid Transit rute Rajabasa-Panjang melintasi Jalan Soekarno-Hatta, Bandar Lampung, Jumat (31/8/2018). 

Pendapatan Turun 40%

Romi, sopir BRT, mencurahkan isi hatinya terkait nasib BRT yang nyaris tinggal kenangan. Tahun-tahun sebelumnya, tutur dia, banyak warga yang memilih naik BRT.

"Tapi sekarang cuma segelintir orang yang naik BRT ini. Padahal, ongkosnya cuma Rp 6.000 dari Terminal Rajabasa ke Terminal Panjang," kata Romi, Jumat (31/8/2018).

Warga, menurut Romi, sekarang lebih memilih angkutan online yang cepat dan mudah aksesnya hanya dengan menggunakan ponsel. Tak pelak, Romi merasakan penurunan pendapatan setelah sepinya pengguna BRT, termasuk anak-anak sekolah yang juga sudah menggunakan ojek online.

"Biasanya, sebelum ada ojek online, bisa nutup setoran Rp 215 ribu per hari. Sekarang sudah susah," ujar Romi. "Anak-anak sekolah juga sudah naik ojek online."

Sopir BRT lainnya, Munir, merasa tersisih dengan hadirnya angkutan online lantaran pendapatannya menurun. Padahal, ia harus berbagi pemasukan antara setoran untuk manajemen dengan rezeki untuk keluarga.

"Dari catatan kami para sopir, pengurangan pendapatan mencapai 40 persen. Penumpang-penumpang beralih ke angkutan online. Sangat mencubit penghasilan kami," kata Munir.

Usulkan Pembatasan

Manajemen BRT Trans Bandar Lampung telah mengusulkan pembatasan angkutan online. Alasannya, angkutan online yang menjamur menyebabkan penumpang BRT turun drastis.

Direktur Utama BRT Trans Bandar Lampung I Gede Jelantik menjelaskan, pihaknya sudah mengajukan usulan tersebut ke Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda).

"Tapi, masih dalam proses. Angkutan online ini, kalau serentak dan secara keseluruhan menolaknya, bisa," kata Gede, pekan lalu. "Kemarin, ojek-ojek pangkalan bereaksi. Tapi, sampai kapan dan sampai mana tindak lanjutnya?" sambungnya.

Maraknya angkutan online, menurut Gede, tidak hanya berimbas pada transportasi massal seperti BRT. Bahkan, taksi-taksi turut terkena dampak.

"Taksi-taksi kan akhirnya ikut melebur, mau tidak mau ikut aplikasi (jasa angkutan online). Karena kalau enggak ikut, lama-lama habis," ujarnya.

Gede mengakui angkutan online menawarkan fasilitas yang lebih baik kepada masyarakat.

"Orang duduk santai di rumah, pesan lewat aplikasi, naik dari rumah, turunnya langsung di tempat tujuan," katanya.

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved