Tribun Bandar Lampung

Hingga September Ada 49 Kasus Pemerkosaan Terhadap Anak di Bawah Umur, 4 Korbannya Hamil

Sepanjang 2018 hingga bulan September kemarin, LPA Lampung Tengah mencatat ada 49 kasus pemerkosaan terhadap anak di bawah umur.

Editor: Teguh Prasetyo
shoutoutuk.org
Ilustrasi. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, GUNUNG SUGIH - Sepanjang 2018 hingga bulan September kemarin, Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Lampung Tengah mencatat telah terjadi sebanyak 49 kasus pemerkosaan terhadap anak di bawah umur.

Dari jumlah itu, sebanyak empat siswi hamil sehingga aktivitas sekolahnya pun terganggu.

Baca: 12 Siswi SMP di Satu Sekolah Hamil, PKBI: 20 Persen Pelanggan PSK adalah Pelajar SMA

Ketua LPA Lampung Tengah, Eko Yuono, mengungkapkan, korban pemerkosaaan yang duduk di jenjang SMA sebanyak 19 kasus.

Sementara korban yang duduk di SMP sebanyak 11 kasus. Sisanya, lanjut Eko, merupakan anak putus sekolah.

"Dari jumlah itu, untuk korban yang duduk di SMA tercatat empat orang hamil. Sementara yang SMP tidak ada (hamil)," terang Eko, Selasa 3 September 2018.

Keberadaan siswi hamil di Bumi Ruwa Jurai mencuat setelah Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Lampung menemukan 12 siswi hamil di satu sekolah jenjang SMP.

Direktur PKBI Lampung, Dwi Hafsah Handayani, menyebut ke-12 siswi yang hamil di satu sekolah itu, terdiri dari siswa di kelas VII, XIII dan IX.

Eko mengungkapkan, data LPA Lamteng menunjukkan kasus siswi hamil, termasuk kasus pemerkosaan terhadap anak di bawah umur, pada 2018 ini mengalami penurunan jika dibandingkan 2017 sebanyak 97 kasus.

"Untuk kasus anak SMA sebanyak 39, yang hamil 11 orang. Untuk anak SMP 29, yang hamil 4 orang. Sisanya anak di bawah umur dan tidak sekolah," bebernya.

Baca: Anak SMA Marak Gunakan Jasa PSK, Temuan PKBI Lampung Mencengangkan

Terkait penanganan pada korban, Eko menjelaskan, LPA berkoordinasi dengan kepolisian.

Walaupun begitu, ia menegaskan, data itu tidak menunjukkan kondisi sebenarnya yang terjadi di masyarakat.

Sebab, LPA menangani kasus yang dilaporkan ke polisi.

"Ada yang ditangani secara kekeluargaan karena beberapa faktor, seperti keinginan kedua belah pihak (korban dan pelaku). Tapi ada juga yang pelakunya sampai divonis pengadilan. Ada juga yang pelakunya buron," imbuhnya.

Eko menjelaskan, para korban diberikan trauma healing untuk pemulihan psikologisnya.

Selain itu, korban dibawa ke rumah pengamanan untuk menjaga privasi mereka dan keluarganya.

"Ada korban yang ingin melanjutkan sekolahnya. Tapi ada juga yang merasa malu dan tidak melanjutkan sekolah. Tetapi LPA terus memberikan pendampingan untuk mengembalikan semangat belajar mereka," ujarnya.

Baca: Perilaku Seks Mengkhawatirkan Siswa SMA di Lampung - Pacaran dengan PSK hingga Hamili Pacar

Bandar Lampung Nihil

Terpisah, Kabid Dikdas Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung, Eka Afriana, mengatakan sampai saat ini pihaknya belum menemukan kasus pelajar SMP di Bandar Lampung hamil di luar nikah.

"Sampai saat ini nihil. Tapi, kami tetap awasi para siswa agar tidak terjerumus pada hal-hal yang tidak baik," kata Eka, Selasa.

Terkait data PKBI tentang 12 siswi SMP hamil, Eka belum bisa berkomentar.

Ia menyebutkan, Disdik saat ini sudah menerapkan program pendidikan seks reproduksi di sekolah-sekolah untuk mencegah hal-hal tak diinginkan.

"Pendidikan seks reproduksi saat ini sudah diajarkan. Tapi ini tidak cuma beban pihak sekolah. Orangtua juga punya peran penting menanamkan nilai-nilai moral, perilaku, dan kontrol terhadap anak-anaknya," kata Eka.

Sementara Ketua Dewan pendidikan Lampung, Karwono, menyatakan akan melakukan verifikasi terkait kebenaran data 12 siswi SMP hamil tersebut.

"Kita belum ketemu PKBI, dan tentunya soal data itu kami akan verifikasi kebenarannya. Apakah informasi itu berdasarkan fakta atau tidak," ujar Karwono.

Baca: PSK Ditemukan Tewas Usai Berikan Servis, Ternyata Dihabisi Bocah Ini

Menurut dia, sampai saat ini kasus hubungan di luar nikah di kalangan pelajar tidak bisa terdeteksi secara pasti.

Pasalnya, persoalan ini menyangkut harga diri "Jika diangkat atau dipublish bisa mempengaruhi korbannya," kata Karwono.

Di Metro, Kapolres AKBP Umi Fadilah Astutik mengatakan, kasus siswi hamil di luar nikah tercatat satu kali. Namun terjadi pada tahun 2017 silam.

"Kasus ini memang ada kendalanya, yang bersangkutan belum tentu melaporkan kepada aparat hukum. Banyak pertimbangan mungkin ya. Bisa saja diselesaikan secara kekeluargaan," ungkapnya.

Kanit PPA Polresta Bandar Lampung, Ipda Elia Herawati, mengaku juga pernah menangani kasus pelajar hingga hamil di luar nikah.

Namun, Elia tidak dapat membeberkan rincian perkara itu lantaran sudah lama terjadi.

Kasubdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Lampung, AKBP I Ketut Seregi, menuturkan kasus pelajar hingga hamil di luar nikah dengan latar belakang suka sama suka sulit untuk diperkarakan.

Ketut menyebutkan, Polda sejauh ini belum ada menerima laporan kasus anak hamil di luar nikah karena gaya pacaran yang melampaui batas.

"Kalau pelaporan orang tua karena tidak terima anaknya (masih sama-sama pelajar) dihamili, belum ada," tegasnya.

Baca: Perantara Remaja PSK Diringkus, Dapat Rp 100 Ribu Sekali Transaksi

Ibu-ibu Cemas

Temuan anak usia sekolah bergaul bebas hingga hamil di luar nikah menimbulkan kecemasan dari ibu rumah tangga. Terutama yang memiliki anak usia pubertas.

Seorang warga Rajabasa, Bandar Lampung, Yulianis mengakui perilaku anak saat ini cenderung berani saat merasa dirinya benar. Bahkan mempertanyakan sikap orangtua saat dilarang sesuatu.

"Anak saya laki-laki masih kelas 1 SMP sudah minta dibelikan smartphone. Katanya temen-temennya sudah punya semua. Saya larang malah ngambek," tutur ibu dua anak ini, Selasa (2/10).

Akhirnya dia membuat kesepakatan dengan anak bahwa dibelikan android tetapi tidak dibawa ke sekolah.

"Kebetulan di sekolah juga dilarang bawa hape, tapi temennya ada juga yang kucing-kucingan tetap membawa, nah saya larang anak saya," bebernya.

Jam anak memegang android juga dibatasi dan diawasi mengenai konten apa saja yang dilihat dalam gawai.

Termasuk interaksinya dengan teman lawan jenis dan penggunaan jejaring sosial media.

Karena terkadang punya dampak buruk juga ketika berkenalan dengan orang hanya melalui sosmed atau masih usia pubertas sudah berpacaran.

Menurutnya, kejadian siswi hamil terkadang karena ulah pacar yang merupakan teman sekolahnya juga, bukan hanya perbuatan orang dewasa.

Sehingga dia begitu mewarning anaknya agar bersikap hati-hati dan tidak bergaul bebas.

"Boleh berteman sama siapa saja tapi saya belum mengizinkan kalau berpacaran," ujar Yulianis.

Baca: Tanggapan Dewan Pendidikan Lampung soal Temuan Banyak Pelajar Hamil di Luar Nikah

Hal serupa diungkapkan Maryam, warga Natar, Lampung Selatan.

Putrinya yang masih duduk di bangku kelas 2 SMP memang sudah diizinkan menggunakan smartphone.

Namun, Maryam selalu melakukan pengawasan.

"Ya karena sudah jamannya ya anak maen game di hape. Tapi pas sekolah memang hape tidak pernah dibawa, selalu ada sama saya," ungkapnya.

Anak hanya membawa gawai ke sekolah saat jam santai seperti usai ulangan semester atau saat pembagian rapor.

"Kalau terlalu dikekang nanti gaptek. Intinya tetap diawasi agar tidak mengakses konten yang tidak diinginkan," ujarnya.

Selain itu, terusnya, anak diberikan pemahaman mengenai batasan bergaul dengan teman lawan jenis.

Baca: Sepasang Pelajar SMA Terciduk Jual Adik Kelas kepada Pria Hidung Belang Rp 12 Juta Sekali Kencan

Pandangan MUI 

Khairuddin Tahmid, Ketua MUI Provinsi Lampung mengatakan, pendidikan agama menjadi salah satu kunci untuk membentengi diri dari perbuatan yang tidak baik.

Pelajaran moral itu, kata Khairuddin Tahmid, tidak berdiri sendiri di mata pelajaran agama.

Tetapi di mata pelajaran apa saja, disisipkan pendidikan moral, akhlak, sopan santun, etika dalam bergaul.

"Ini dalam keadaan serius kalau nilai agama tidak dihiraukan lagi, untuk membentengi itu melakukan pendidikan agama komprehensif, tidak hanya murni pada pelajaran agama, tetapi pelajaran lain, diselipkan imbauan ajakan seruan moral, menjaga diri, agama sopan santun, termasuk hal yang dilarang agama," katanya. 

Ini memang sudah tingkat kritis kalau sampai demikian dampak pergaualan bebas.

Di samping pendekatan agama, juga pendekatan budaya.

Memperbanyak pendidikan muatan lokal, bahkan di ekstrakulikuler, dilakukan penanaman nilai budaya yang baik.

Tidak kalah penting juga, peran orangtua.

Di luar jam sekolah menjadi tanggung jawab orang tua, diharapkan melakukan hal yang sama.

Misalkan, anak pulang terlambat ditanyakan. Termasuk tasnya diperiksa, buku apa yang dibaca.

Apalagi di zaman now sekarang ini, sudah sedemikian terbukanya.

Jadi pendidikan di keluarga, masyarakat, dan sekolah. Di masyarakat peran tokoh agamana sangat penting menjaga moral generasi penerus bangsa ini. (sam/rri/nif/dra)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved