Bos 9 Naga Gilang Ramadhan Sanggup Setor Fee Proyek 21 Persen, Jatah Zainudin Hasan Segini
Bos CV 9 Naga Gilang Ramadhan sanggup setor fee proyek 21 persen, jatah Zaiunddin Hasan segini.
Penulis: hanif mustafa | Editor: Safruddin
Laporan Reporter Tribun Lampung Hanif Mustafa
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Bos CV 9 Naga Gilang Ramadhan sanggup bayar fee proyek 21 persen, jatah Zainudin Hasan segini
Gilang Ramadhan bos CV 9 Naga yang terjaring operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis 11 Oktober 2018, menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Tanjungkarang.
Persidangan tindak pidana korupsi yang dipimpin oleh ketua majelis hakim Mien Trisnawaty.
Agenda sidang yakni pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI Subari Kurniawan.
Gilang Ramadhan yang didampingi Penasihat Hukum (PH) Luhut Simanjutak.
Baca: Bupati Agung Soroti Kasus Perkosaan dan Pelecehan di Lampura, Dua Dinas Ini Kena Sentil
Gilang didakwa telah melakukan gratifikasi untuk mendapatkan 15 paket proyek di Dinas PUPR Lampung Selatan dengan total Rp 1,4 miliar.
Adapun pasal yang disangkakan kepada terdakwa Gilang, yakni pasal 5 ayat (1) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Setor Fee 21 Persen
Agar mendapat proyek dari Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Lampung Selatan, Gilang menyetor 21 persen dari paket yang dimenangkan olehnya.
Hal ini diungkapkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI Subari Kurniawan
dalam persidangan tindak pidana korupsi (Tipikor) yang digelar di Pengadilan Negeri Kelas IIA Tanjung Karang, Kamis 11 Oktober 2018.
JPU menyebutkan ketentuan pemberian uang sebesar 21 persen sebagai komitmen fee proyek yang akan dimenangkan oleh Gilang.
Adapun ketentuan itu disampaikan oleh Syahroni sebagai Kepala Bidang Pengairan Dinas PUPR Lampung Selatan pada November 2017.
Baca: Selundupkan Sabu Lewat Jalur Air, Warga Mesuji Diringkus Satpolair Polres Tuba
"Keduanya melakukan pertemuan untuk membicarakan ploting proyek di Lampung Selatan tahun anggaran 2017, dalam pertemuan Syahroni menyampaikan kepada terdakwa agar mendapat proyek di Lampung Selatan,
terdakwa memberikan uang komitmen fee sebesar 21 persen kepada Zainudin Hasan sebagai Bupati Lampung Selatan," ungkap JPU saat membacakan dakwaan.
Lanjutnya, fee proyek sebesar 21 persen tersebut diserahkan melalui Kepala Dinas PUPR Lampung Selatan Hermansyah Hamidi dengan rincian 15 hingga 17 persen untuk kepentingan Zainudin Hasan.
"Komitmen fee untuk kepentingan Zainudin Hasan sebesar hingga 17 persen, dan sisanya untuk panitia lelang serta biaya operasional," sebutnya.
Kemudian JPU mengatakan jika terdakwa Gilang menyetujui permintaan tersebut.
Atas perbuatannya tersebut Gilang didakwa telah melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan berdiri sendiri
sehingga merupakan kejahatan, memberikan atau menjajikan sesuatu yakni uang sebesar Rp 1,4 miliar kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara kepada Zainudin Hasan selaku Bupati Lampung Selatan.
"Dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajiban agar Zainudin Hasan memberikan jatah proyek pada Dinas PUPR Kabupaten Lampung Selatan," ujarnya.
Baca: Melongok Rumah Mewah Najwa Shihab yang Jarang Terekspose, Sampai Ada Jalan Pintasnya
Fee Rp 56 Miliar
Sebelumnya, KPK terus menelusuri dan mengembangkan perkara dugaan fee proyek yang mengakar di Lampung Selatan.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, pihaknya masih melakukan pengembangan terhadap Zainudin Hasan atas adanya dugaan fee proyek-proyek lain.
"Kami masih lakukan penelusuran terkait informasi adanya fee proyek yang lain, yakni di tahun 2016, 2017, dan 2018 di Dinas PUPR," ungkap Febri kepada Tribunlampung.co.id, Rabu, 10 Oktober 2018.
Dari hasil pengembangan tersebut, terus Febri, penyidik KPK mengidentifikasi adanya dugaan fee dalam proyek PUPR itu.
"Dugaan fee dalam proyek-proyek tersebut ada sekitar Rp 56 miliar," beber Febri.
KPK secara paralel melakukan pemetaan aset atas hasil dari uang fee proyek.
"Ini nantinya untuk kepentingan asset recovery, agar selanjutnya nanti jika sudah terbukti di pengadilan dan inkracht, maka aset-aset yang pernah dikorupsi dapat dikembalikan ke masyarakat melalui mekanisme keuangan negara," sebut Febri.
Febri menambahkan, sejauh ini sudah ada 50 saksi yang diperiksa terkait tersangka Zainudin Hasan.
Mereka berasal dari unsur DPRD Provinsi Lampung, ASN Pemkab Lampung Selatan, kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Lampung Selatan,
Kabid Pengairan Dinas PUPR Lampung Selatan, direktur PT Prabu Sungai Andalas, Kabid Pengairan Dinas PUPR Lampung Selatan, serta komisaris dan karyawan PT 9 Naga Emas.
Baca: Menolak Ajakan Intim, Remaja Laki-laki Ini Disekap dan Disiksa Tetangganya
Saat ditanya apakah Zainuidin juga akan dilimpahkan ke PN Tanjunkarang seperti halnya Gilang Ramadhan, Febri belum bisa memastikan.
Alasannya, Zainudin Hasan masih menjalani proses penyidikan.
"Nanti akan dipertimbangkan lebih lanjut jika penyidikan selesai. Tapi, untuk Gilang Ramadhan telah selesai sejak tanggal 24 September 2018 dan kemudian dilimpahkan ke penuntutan dan pengadilan," katanya.
Dari empat tersangka perkara dugaan fee 15 proyek infrastruktur di Dinas PUPR Lampung Selatan, baru satu berkas perkara yang dilimpahkan ke PN Kelas IA Tanjungkarang.
Adapun berkas setebal 2.000 lembar itu milik Gilang Ramadhan selaku direktur PT Prabu Sungai.
Sementara tiga berkas tersangka lainnya belum dilimpahkan.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan menuturkan belumnya berkas perkara dilimpahkan lantaran masih dalam pengembangan, khususnya berkas Zainudin Hasan.
Baca: Kepribadian Fahri Hamzah Diungkap Psikiater di ILC: Hatinya Baik, tapi Mulutnya Celaka
"(Zainudin Hasan) Itu masih pengembangan, apakah kemungkinan ada pihak-pihak lain," ungkap Basaria saat ditemui di Hotel Novotel, Bandar Lampung, Senin, 8 Oktober 2018.
Basaria menegaskan, KPK dalam menangani sebuah kasus tidak hanya terhenti pada operasi tangkap tangan (OTT), kemudian selesai.
"Tidak, saya katakan kalau OTT itu tidak hanya mendadak satu urusan. Tapi, kalau ada kemungkinan-kemungkinan lain, kemungkinan bisa pengembangan-pengembangan," tuturnya.
Basaria mencontohkan, semisal terjadi kasus di Lampung, kemudian kemungkinan pengembangan sampai ke DPRD, maka akan terus digali.
Terkait pengembangan apakah bisa masuk tindak pidana pencucian uang, Basaria mengaku itu bisa saja terjadi jika ada buktinya.
"Berbeda dengan perusahaan, kami terapkan tentang peraturan korporasi, yang ikut dipidanakan. Itu kami usahakan.
Tujuannya supaya pengembalian aset-aset yang dikorupsi oleh perusahaan itu bisa ditarik kembali ke negara. Konsep itu bukan di Lampung saja. Itu sudah kita terapkan semuanya," tandasnya. (*)
