Yusuf Kohar Terancam Diberhentikan, Nasib Wakil Wali Kota Bandar Lampung Tergantung Mahkamah Agung

Wakil Wali Kota Bandar Lampung, Yusuf Kohar terancam diberhentikan dari jabatannya.

Penulis: Romi Rinando | Editor: Ridwan Hardiansyah
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID/romi rinando/bayu saputra
Juru bicara Pansus Hak Angket DPRD Bandar Lampung, Nu’man Abdi (kanan) bersalaman dengan Ketua DPRD Bandar Lampung, Wiyadi di sela sidang paripurna tentang laporan panitia khusus hak angket terkait dugaan pelanggaran etika dan UU, Selasa (16/10/2018). Inset: Wakil Wali Kota Bandar Lampung, Yusuf Kohar. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Wakil Wali Kota Bandar Lampung, Yusuf Kohar terancam diberhentikan dari jabatannya.

Yusuf Kohar terancam diberhentikan setelah DPRD Bandar Lampung sepakat menggunakan hak menyatakan pendapat, yang dapat berujung pada pemakzulan atau pemberhentian terhadap Yusuf Kohar.

Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket DPRD Bandar Lampung menyatakan, Wakil Wali Kota Bandar Lampung, Yusuf Kohar, terbukti melanggar undang-undang saat melakukan rolling atau mutasi pejabat di lingkungan pemkot.

Para legislator pun sepakat menggunakan Hak Menyatakan Pendapat, yang bisa berujung pemakzulan terhadap Yusuf Kohar.

Dalam sidang Paripurna DPRD, Selasa (16/10/2018), Pansus Hak Angket mengusulkan Hak Menyatakan Pendapat atas dugaan pelanggaran Yusuf Kohar melakukan rolling pejabat, kala menjabat Plt Wali Kota Bandar.

Hasilnya, tujuh fraksi di DPRD Bandar Lampung langsung menyetujui usulan tersebut.

Sedangkan, Fraksi Partai Demokrat, yang juga parpol tempat bernaungnya Yusuf Kohar, tidak memberikan pandangan tegas setuju atau tak setuju, melainkan ikut mekanisme sesuai aturan.

Hak Menyatakan Pendapat adalah hak DPRD untuk menyatakan pendapat atas kebijakan pemerintah, atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di daerah.

Hak tersebut bisa berujung sanksi terhadap kepala daerah yang disasar.

Baca: Wakil Wali Yusuf Kohar Terancam Dimakzulkan, Demokrat Bandar Lampung Lakukan Pembelaan

Sanksinya bisa berupa teguran keras atau pemakzulan.

Yusuf Kohar, saat dikonfirmasi Tribunlampung.co.id, enggan berkomentar tentang hasil Pansus Hak Angket DPRD Bandar Lampung, yang menyebut kebijakannya terbukti melanggar aturan UU.

Ia pun enggan menanggapi aksi DPRD yang menggunakan Hak Menyatakan Mendapat.

"Saya tidak mau berkomentar, saya lagi bekerja. Saya fokus kerja. Sudahlah ya. Nanti saya hubungi," kata Yusuf Kohar via seluler, Selasa.

Pansus Hak Angket bermula adanya kebijakan Yusuf Kohar saat menjabat Plt Wali Kota Bandar Lampung sekitar Februari 2018 lalu.

Ketika itu, Yusuf Kohar melakukan roling sejumlah pejabat eselon.

Sementara dalam rapat paripurna DPRD, Juru Bicara Pansus Hak Angket, Nu'man Abdi memaparkan hasil penyelidikan dan penyidikan selama satu bulan.

Nu'man menyatakan, Kohar melanggar sejumlah aturan, di antaranya Pasal 66 ayat 1 huruf a angka 1.

Kemudian, Pasal 67 huruf d tentang kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah menjaga etika dan norma dalam pelaksanaan urusan pemerintahan.

Kohar juga disebut melanggar UU Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Baca: Pansus Hak Angket Panggil Sejumlah Pejabat, Yusuf Kohar Ogah Komentar

"Saudara Yusuf Kohar juga terbukti melanggar Pasal 207 ayat 1 yang menyatakan hubungan kerja antara DPRD dan kepala daerah didasarkan atas kemitraan yang sejajar, diwujudkan dalam bentuk rapat konsultasi DPRD dengan kepala daerah. Sedangkan, saudara Yusuf Kohar tidak pernah menganggap DPRD sebagai mitranya," jelas Nu'man.

Ia mengungkapkan, keputusan tersebut merupakan hasil pemeriksaan 15 saksi dan konsultasi kami ke Kemendagri dan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Selanjutnya, Pansus Hak Angket mengusulkan di paripurna ini untuk menggunakan hak menyatakan pendapat atas dugaaan pelanggaran itu," ucapnya.

Usai laporan tersebut, pada hari yang sama, DPRD kembali menggelar rapat paripurna pada sore hari.

Rapat beragenda penggunaan Hak Menyatakan Pendapat tersebut turut dihadiri Wali Kota Bandar Lampung, Herman HN.

Dari delapan fraksi di DPRD, tujuh di antaranya terang-terangan mendukung penggunaan Hak Menyatakan Pendapat, atas dugaaan pelanggaran yang dilakukan Yusuf Kohar.

Sedangkan, Juru Bicara Fraksi Demorkat, Hendra Mukri menyebutkan, fraksinya tidak menentang penggunaan hak DPRD tersebut.

"Fraksi Demokrat menyatakan menghormati proses yang terjadi di DPRD karena dinilai sudah menganut asas transparansi sesuai dalam aturan," ucap Hendra.

Sementara, Herman HN menyatakan menghormati hak DPRD.

"Apabila itu telah sesuai peraturan yang berlaku, kami menghargai dan menghormati hak menyatakan pendapat yang disampaikan dewan yang terhormat ini," kata Herman HN, dalam pidatonya.

Baca: Ketua DPRD Wiyadi Lapor Polda, Wakil Wali Kota Yusuf Kohar Siap Jelaskan

Kirim ke MA

Nu'man mengatakan, surat keputusan Hak Menyatakan Pendapat nantinya disampaikan ke Mahkamah Agung.

Kemudian, MA akan memeriksa, mengadili, dan memutuskan apakah sudah sesuai dengan UU.

"Jadi, kita menunggu apa hasil MA. Jika putusan MA menyatakan pendapat DPRD itu benar, maka sanksinya tergantung dari DPRD. Kita menetapkan sanksi sesuai putusan MA itu. Dan, sanksi terberat adalah pemberhentian. Dan, kita merujuk saja kasus (mantan) Bupati Garut, Aceng Fikri, yang diberhentikan karena melanggar UU," ujarnya.

Sanksi berdasarkan putusan MA itu, kemudian diajukan ke Mendagri melalui Gubernur Lampung.

"Ini sesuai PP Nomor 12 Tahun 2018 tentang kewenangan DPRD dalam mengangkat dan memberhentikan kepala daerah, yang merupakan turunan dari UU 23 tahun 2014 itu," katanya.

Terpisah, Ketua DPC Partai Demokrat Kota Bandar Lampung, Budiman AS menyayangkan sikap legislator kepada Yusuf Kohar.

Ia menegaskan, Partai Demokrat menolak hak angket DPRD tersebut.

Menurut dia, ada cara lain yang bisa dipakai DPRD.

"Terlampau jauh yang dilakukan DPRD. Hak angket itu kalau yang terpaksa sekali harus diambil. Ini kan komunikasi saja yang tidak lancar, jangan pakai hak angket itulah," kata Budiman.

Meski demikian, mantan ketua DPRD Kota Bandar Lampung itu berharap, semua pihak menahan diri, dan saling menghormati.

Termasuk, Yusuf Kohar menghormati sikap DPRD.

"Lembaga dewan harus dihormati. Kalau dipanggil DPRD itu harus datanglah, tetapi jangan pula karena kurang lancar komunikasi melakukan hak angket," ucapnya.

Baca: Link Live Streaming Indonesia Vs Taiwan Mulai Pukul 19.00 WIB Kamis 18 Oktober 2018 - Jalan Panjang

Apakah ada indikasi pemakzulan?

Budiman mengamininya.

"Kalau angket itu kan bisa mengarah ke sana, pemakzulan, seperti di Garut, tetapi kesalahannya kan beda. Ini administratif dan plt lain pun melakukan itu. Kalau darurat betul, baru hak angket," kata Budiman. (romi rinando/beni yulianto)

Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved