Tribun Lampung Selatan
Tanggapan DPRD Lampung Selatan Terkait Aliran Dana Rp 2,5 Miliar dan Jatah 250 Proyek
Hendri mengatakan, dewan menyerahkan pada proses hukum yang saat ini berlangsung di persidangan.
Laporan Live Streaming Reporter Tribun Lampung Dedi Sutomo
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, KALIANDA - DPRD Lampung Selatan mengomentari soal aliran uang Rp 2,5 miliar dan jatah 250 proyek.
DPRD Lampung Selatan menyerahkan proses hukum terkait dengan kasus suap fee proyek di lingkungan pemerintah kabupaten setempat yang juga menjerat mantan Bupati Lampung Selatan Zainudin Hasan.
Pernyataan ini disampaikan Ketua DPRD Lampung Selatan Hendri Rosyadi, didampingi sejumlah anggota DPRD, di sela rapat pembahasan KUA-PPAS, Kamis, 25 Oktober 2018.
Hendri mengatakan, dewan menyerahkan pada proses hukum yang saat ini berlangsung di persidangan.
"Kita menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Kita percaya KPK bekerja secara profesional," kata dia.
Hendri dan anggota dewan lainnya tidak akan memberikan tanggapan atas pengakuan saksi-saksi yang menyatakan adanya aliran dana untuk legislatif.
Baca: Daftar Paket Proyek Melalui Lelang Abal-abal di Dinas PUPR Lampung Selatan
Menurutnya, penyidik dan JPU dari KPK tentu telah memiliki bukti-bukti yang nantinya diungkap dalam persidangan.
Hendri dan anggota dewan lainnya menyerahkan sepenuhnya pada proses hukum.
"Itu hak dari warga negara untuk membela diri. Kita tidak akan menanggapi hal itu. Kita akan hormati proses hukum dan fakta-fakta persidangan," terangnya.
Hendri mengajak masyarakat untuk tetap tenang.
Jangan terpengaruh dengan informasi pemberitaan yang ada saat ini, sehingga kondisi di Lampung Selatan tetap kondusif.
Rp 2,5 Miliar untuk DPRD
Sebelumnya, anggota DPRD Lampung yang menjadi tersangka dugaan suap fee proyek di Dinas PUPR Lampung Selatan, Agus Bhakti Nugroho, mengaku menggelontorkan uang kepada DPRD.
Aliran dana Rp 2,5 miliar ke legislator dimaksudkan supaya tidak ribut.
Menurut Agus, pemberian uang itu semata-mata melaksanakan "tugas" dari Bupati Lampung Selatan Zainudin Hasan.
Selain Agus, jaksa penuntut umum (JPU) pada KPK juga menghadirkan tiga saksi lainnya. Yakni, Kepala Dinas PUPR Lamsel Anjar Asmara, Kadis Pendidikan Thomas Americo, dan Kabid Pengairan Dinas PUPR Lamsel Sahroni.
Agus juga mengungkapkan adanya aliran uang sebesar Rp 2,5 miliar untuk para wakil rakyat di Lamsel.
Uang itu dia berikan melalui dua tahap, dan atas perintah Zainudin Hasan.
"Saya kasih dua tahap. Dua miliar untuk keseluruhan anggota DPRD, dan Rp 500 juta ke Ketua DPRD Lamsel Pak Rosadi. Kata Bapak (Zainudin), uang itu dimasukkan supaya mereka tidak ribut," jelas Agus.
JPU Wawan Yurwanto pun mencecar Agus terkait uang kepada para legislator tersebut.
"Apa itu semacam uang diam saat ketuk palu?" tanya Wawan.
Agus pun mengamini. "Iya. Semacam itu," ujarnya.
Baca: Agus BN Sebut Uang Rp 100 Juta untuk Nanang Ermanto Bukan Fee Proyek
Total Setoran
Di persidangan, JPU Wawan mengungkap berita acara pemeriksaan (BAP) Agus terkait total uang hasil fee proyek yang dikumpulkan lalu disetorkan kepada Zainudin pada 2016-2018.
Berdasarkan BAP, disebut totalnya mencapai Rp 54 miliar.
Dengan rincian tahun 2016 Rp 26 miliar, tahun 2017 Rp 20 miliar, dan tahun 2018 Rp 8 miliar.
Namun, politisi PAN ini mengaku tidak ingat nilai dan rinciannya.
"Saya kurang tahu berapa, tapi banyak, dan saya lupa rinciannya," ungkapnya.
Agus menyebutkan uang yang disetorkannya kepada Zainudin merupakan hasil fee proyek yang didapat dari Anjar Asmara dan Thomas Americo.
Sebagian uang tersebut dialokasikan untuk keperluan Zainudin, di antaranya, perawatan kapal, membeli cottage di Tegal Mas, dan membeli ruko.
"Ada untuk uang perawatan kapal pesiar, cottage di Tegal Mas, dan beli ruko," beber Agus.
Baca: Sebut Nama Nanang Ermanto, Kadis PUPR Lampung Selatan Mengaku DPRD Dapat Jatah 250 Proyek
Jatah Proyek DPRD
Sementara Kadis PUPR Anjar Asmara mengungkapkan dari total 250 paket proyek di Dinas PUPR tahun 2018, ada juga jatah anggota DPRD Lamsel dan Wabup Nanang Ermanto.
"Yang 250 paket proyek itu ada jatah punya anggota dewan. Dewan di sana ada 50 anggota, terus ada juga jatah untuk wakil bupati," ungkap Anjar.
Mendengar jawaban Anjar, hakim ketua Mien Trisnawati menanyakan atas perintah siapakah Anjar bekerja.
Ia pun mengaku bekerja atas perintah pimpinan.
”Itu atas perintah siapa?” cecar Mien.
"Pimpinan saya, Pak Bupati. Itu semua atas instruksi Pak Bupati," kata dia.
Mendengar jawaban Anjar, hakim pun menanggapinya.
”Enak sekali ya bisa seperti itu. Ada 250 paket proyek. Sudah ada jatah-jatahnya," kata hakim.
Anjar pun mengakui proyek di Dinas PUPR Lampung Selatan semuanya sudah diatur. Ia yang mengaturnya atas perintah bupati.
“Semua floating, lelang, itu sudah diatur atas instruksi saya. Itu semua perintah Pak Bupati,” ucapnya.
JPU Wawan juga sempat menanyakan kepada Anjar terkait keterlibatan Agus BN dalam perkara tersebut.
Baca: Fakta Baru Terungkap, Ketua DPRD Lamsel Disebut Terima Uang Rp 500 Juta Atas Perintah Zainudin Hasan
“Terus apa hubungannya semua proyek ini dengan Agus Bhakti Nugroho?” tanya Wawan.
“Kalau soal itu, saya tidak tau, Pak. Tapi, saya tau Pak Agus itu pembantunya Pak Bupati sebelum dia menjadi anggota DPRD,” kata Anjar.
JPU pun mempertanyakan alasan Anjar tetap melanjutkan proyek dengan istilah kocok bekem tersebut.
“Anda tau ini salah. Ada tidak upaya untuk menolak permintaan bupati?” ujar JPU
Anjar pun mengatakan ia tidak berani menolak permintaan bupati.
“Enggak, Pak. Saya nggak berani,” tukasnya.
Sementara Kabid Pengairan Dinas PUPR Lampung Selatan Sahroni dalam persidangan banyak mendapat sorotan dari hakim anggota Bahrudin Naim.
Pasalnya, kesaksiannya kerap bertele-tele dan tidak sesuai BAP.
Saat hakim menanyakan sejak kapan Sahroni mengenal terdakwa Gilang, ia mengaku kenal sejak tahun 2017.
Padahal, menurut majelis hakim, Sahroni dalam BAP-nya menyatakan mengenal Gilang sejak tahun 2015.
"Kenal dengan Gilang tahun 2017. Anda jangan bohong. Anda kenal dengan Gilang 2015 kan? Benar kan? Di BAP ini dijelaskan semua. Anda masih sehat kan? Masih waras kan? Tidak sakit? Kalau kamu berangkat ke sini kepalamu terbentur, wajar jawab begitu. Berarti Anda kurang sehat," kata Bahrudin.
Hakim pun menanyakan apakah Sahroni yang mengenalkan Gilang dengan Agus BN.
Hal itu pun dibenarkan Sahroni.
Kemudian Gilang diajak Agus bertemu bupati.
Sejak saat itu terjalin kerja sama soal proyek.
Baca: Aliran Dana ke Zainudin Hasan untuk Perawatan Kapal Pesiar Hingga Beli Ruko dan Cottage
Bayar Hotel Rp 200 Juta
Dalam sidang tersebut, jaksa KPK sempat memperdengarakan rekaman percakapan telepon antara Agus BN dan Bupati Lampung Selatan Zainudin Hasan.
Dalam rekaman tersebut, Zainudin memerintahkan Agus menyelesaikan kegiatan Persatuan Tarbiyah Indonesia di Swiss-Belhotel menjelang detik-detik mereka diamankan oleh lembaga antirasuah itu.
Dalam rekaman tersebut, Agus BN diperintah menyelesaikan biaya 150 kamar hotel untuk kegiatan Perti di Swiss-Belhotel, yang dananya sebesar Rp 200 juta diambil dari dana operasional Dinas PUPR Lamsel.
Pinjam Bank untuk Beli Cottage
Kadisdik Lampung Selatan Thomas Americo dalam kesaksiannya mengakui adanya pembelian cottage di Tegal Mas oleh Zainduin Hasan.
Uang pembelian aset tersebut merupakan uang pribadi Thomas yang didapat dari pinjam bank.
Mantan camat Kemiling ini meminjam uang sebesar Rp 200 juta ke Bank Pasar untuk membayar cottage milik Zainudin.
"Itu duit saya pinjam dari Bank Pasar. Ada buktinya kok. Itu bukan duit aneh-aneh," kata Thomas saat ditanya JPU terkait pembelian cottage di Tegal Mas.
Namun, jawaban Thomas terasa janggal.
JPU menilai Thomas memiliki jiwa yang mulia karena rela meminjam uang hanya untuk menolong orang lain.
"Mulia sekali tindakan Anda ini. Pinjaman buat dikasih ke orang. Tolong yang logislah. Anda kan Kadis Pendidikan. Jangan buat keterangan yang aneh," kata Wawan.
Thomas pun meralat jawabannya. Dia mengatakan, semula duit itu dimaksudkan untuk membeli mobil.
Namun, karena takut jabatannya dicopot, dia menyerahkan uang itu kepada Zainudin untuk membeli cottage.
"Salah saya. Awalnya itu saving dan beli mobil. Tapi karena takut, saya kasih saja," ujar dia.
Uang Rp 200 juta tersebut diberikan Thomas kepada Agus Bhakti Nugroho.
Agus pun mengamininya. Ia membenarkan uang tersebut untuk membeli aset milik Thomas Azis Riska. (*)