Jual Beli Bangku Kuliah Kedokteran Modusnya Terungkap, Rektor Unila Sampai Kaget
Jual Beli Bangku Kuliah Kedokteran Modusnya Terungkap, Rektor Unila Sampai Kaget
Penulis: Heribertus Sulis | Editor: Heribertus Sulis
Jual Beli Bangku Kuliah Kedokteran Modusnya Terungkap, Rektor Unila Sampai Kaget
BANDAR LAMPUNG, TRIBUN - Setelah kasus perbuatan asusila, Universitas Lampung kembali geger dengan kasus jual beli bangku kuliah.
Widya Krulinasari (32), dosen Fakultas Hukum, terseret ke pengadilan karena menjanjikan seseorang bisa kuliah Fakultas Kedokteran dengan menyetor uang.
Ia pun terancam sanksi pemecatan dari profesinya sebagai dosen.
Baca: Tahun 2019 Gaji PNS Naik, Pemerintah Juga Berikan THR Serta Gaji 13
Rektor Unila Hasriadi Mat Akin menyatakan, pihaknya menunggu tuntasnya proses hukum yang kini bergulir di Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang.
Jika sudah ada vonis berkekuatan hukum tetap dan mengikat, pihaknya akan memecat dosen tersebut.
"Saya sangat kaget ada dosen Unila yang seperti itu (terbelit kasus jual beli bangku kuliah).
Tidak mungkin ada yang seperti itu (praktik jual beli bangku kuliah di Unila).
Kalaupun ada dan terbukti, maka kami akan memecat dosen itu," kata Hasriadi melalui ponsel, Rabu (31/10).
Hasriadi mengumpamakan jual beli bangku kuliah seperti memasang perangkap ikan di sungai.
Jika "ikan" masuk ke dalam perangkap, maka si pemasang perangkap mengambil keuntungan dari proses tersebut.
Baca: Bos ILC TV One Karni Ilyas Beberkan Isi Pembicaraan dengan Pendiri Grup Lion Air
"Sebaliknya, jika tidak masuk, maka tidak beruntung. Nah, saya menduga dosen ini sudah memakai (uang setoran calon mahasiswa) lebih dulu, kemudian tidak bisa mengembalikan (ketika calon mahasiswa tidak lolos)," jelas Hasriadi.
"Jadi, tidak ada itu (praktik jual beli bangku kuliah di Unila). Itu hanya coba-coba.
Semua sudah menggunakan komputer untuk tesnya. Penjaringan sudah ketat," imbuhnya.
Dosen Fakultas Hukum Unila Widya Krulinasari menjalani sidang sebagai terdakwa kasus penipuan jual beli bangku kuliah, Selasa (30/10).
Sidang yang dipimpin ketua majelis hakim Syamsudin ini beragendakan mendengarkan keterangan sejumlah saksi.
Antara lain Richard Parlindungan Sagala, Daniel R Simbolon, Francis Simanulang, Anita Nofalina Sagala, dan Nisa.
Dalam sidang, saksi Anita mengungkap keluarganya rela mengeluarkan uang agar adiknya berinisial Y bisa masuk Fakultas Kedokteran Unila.
"Kami yakin karena dia (terdakwa) berani bertaruh jabatannya sebagai PNS (pegawai negeri sipil).
Kalau tidak masuk, dia janji uang dikembalikan 100 persen. Kami juga dipersilakan melapor (ke polisi), bebernya.
Rp 350 Juta
Richard Parlindungan Sagala, ayah Y, mengaku menggelontorkan uang total Rp 350 juta, dengan pembayaran secara bertahap sebanyak tiga kali.
"Pertama, Rp 55 juta. Kemudian, Rp 120 juta. Terakhir, berbentuk buku tabungan sebesar Rp 175 juta. Itu tahun 2017," ungkap Richard saat bersaksi.
"Tapi, (Y) ternyata tidak masuk. Dia (terdakwa) baru kembalikan buku tabungan isi Rp 175 juta dan uang Rp 65 juta yang dia bayar tiga kali," sambungnya.
Dalam surat dakwaan, Jaksa Penuntut Umum Rita Susanti menyebut terdakwa Widya telah melakukan aksi menguntungkan diri dengan melakukan penipuan.
JPU Rita menjelaskan, peristiwa terjadi pada Mei 2017.
Saat itu, orangtua Y meminta bantuan kepada keponakannya, Francis Simanulang (saksi), untuk mencari "orang dalam".
"Tujuannya untuk membantu agar anaknya bisa lulus SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi) 2017 di Fakultas Kedokteran Unila.
Saksi Francis kemudian menghubungi terdakwa yang merupakan dosen Unila," papar JPU Rita.
Dosen Widya, ungkap JPU Rita, menyanggupi dengan syarat ada setoran uang Rp 350 juta.
"Uang panjarnya, Rp 2 juta. Pada 8 Mei 2017, Richard mentransfer uang DP (downpayment atau uang panjar) itu. Kemudian, terdakwa meminta lagi Rp 3,5 juta sebagai tanda jadi," jelas JPU Rita.
Pada 12 Mei 2017, sambung JPU Rita, dosen Widya meminta Francis membawa keluarga Y untuk bertemu. Tujuannya adalah menyakinkan bahwa Widya merupakan dosen Unila dan sanggup meloloskan Y ke Fakultas Kedokteran.
"Padahal, berdasarkan Surat Keputusan Rektor Unila Nomor 186/UN26/DT/2017, terdakwa tidak memiliki wewenang atas penerimaan mahasiwa baru Unila tahun 2017. Tapi, terdakwa meyakinkan bisa meluluskan anak Richard," beber JPU Rita.
"Richard kemudian menyerahkan uang Rp 350 juta sebagai syarat.
Namun ternyata, setelah SBMPTN selesai pada 13 Juli 2017, nama Y tidak ada di Fakultas Kedokteran, tapi muncul di Fakutas Pertanian," lanjutnya.
Coreng Nama Unila
WAKIL Dekan II Fakultas Hukum Unila Hamzah membenarkan Widya Krulinasari merupakan dosen yang mengajar di FH Unila. Menurutnya, bukan kali ini saja Widya terbelit kasus serupa.
"Benar, dia dosen di sini. Sudah beberapa kali tersangkut seperti itu. Dan, ini mencoreng nama baik Unila," kata Hamzah, Rabu (31/10).
Hamzah menjelaskan, Dekanat FH sudah sering memberi pengarahan kepada seluruh dosen saat rapat.
"Sekarang, dekanat menunggu hasil persidangan. Semua kami serahkan kepada majelis hakim, termasuk putusannya," ujar Hamzah seraya memastikan dosen Widya mendapat pendampingan dari BKBH (Badan Konsultasi Bantuan Hukum) Unila.
Sementara Wakil Dekan I Fakultas Kedokteran Unila Asep Sukohar mengungkapkan, Y saat ini kuliah di FK melalui penerimaan jalur mandiri.
"Tidak perlu ada yang kami tanggapi. Kami hanya menunggu proses persidangan," katanya.
Terkait kasus ini, pihaknya mengingatkan para orangtua agar mengikuti prosedur yang berlaku dalam penerimaan mahasiswa Unila.
"Baiknya, masuk Unila itu dengan mengikuti regulasi yang ada. Jangan cari masalah," ujar Asep.