Kasus Mahasiswa Cibir Donasi Korban Tsunami, Polda Lampung Sebut Unsur Pidana Terpenuhi
Kasus Mahasiswa Cibir Donasi Korban Tsunami, Polda Lampung Sebut Unsur Pidana Terpenuhi
Penulis: Bayu Saputra | Editor: taryono
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Tim Subdirektorat II Tindak Pidana Perbankan Cyber Crime Direktorat Kriminal Khusus Polda Lampung belum berhasil mengamankan mahasiswa terduga pembuat video soal tsunami Kalianda, Lampung Selatan.
Tim masih mencari keberadaan pemuda berinisial K tersebut.
Pejabat Sementara Kepala Subdit II Ditreskrimsus Polda Lampung Komisaris I Ketut Suryana telah memastikan terpenuhinya unsur pidana dalam kasus dugaan ujaran kebencian ini.
"Ada unsur dugaan penghasutan sampai provokasi. Masuk. Apalagi kan sekarang masyarakat sedang berduka," kata Ketut kepada awak media, Jumat (29/12).
• Viral Video Pemuda Minta Agar Tak Beri Bantuan ke Korban Tsunami di Kalianda, Pelaku Kini Minta Maaf
Ia menjelaskan, terduga pelaku berpotensi terjerat pasal 28 ayat 2 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Bunyinya, setiap orang yang sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), terancam hukuman pidana enam tahun penjara.
"Sampai saat ini kami masih lidik terduga pelaku. Tim opsnal sudah turun melakukan pengejaran," ujar Ketut.
Mantan wakapolres Lampung Selatan itu memastikan pihaknya sudah mengantongi identitas terduga pelaku.
Termasuk, perempuan yang ada dalam video. Untuk si perempuan di sebelah terduga pelaku itu, ia menyebut statusnya sebagai saksi.
"Sejauh ini belum ada pihak keluarga yang datang membawa terduga pelaku," kata Ketut.
• Polda Lampung Masih Dalami Kasus Mahasiswa Cibir Donasi Korban Tsunami
Seorang pemuda berinisial K, warga Bandar Lampung, tersangkut kasus dugaan penghasutan dan ujaran kebencian.
Ia membuat video yang isinya meminta orang-orang tak memberi bantuan kepada korban tsunami di Kalianda, Lamsel. Ia mengunggah video tersebut ke media sosial Instagram pada Rabu (26/12).
Video itu lalu viral di jagat maya pada Kamis (27/12).
Pantauan Tribun Lampung, kecaman datang bertubi-tubi kepada terduga pelaku di akun Instagram-nya.
Sejumlah orang bahkan sempat mendatangi rumahnya.
Pada Kamis itu, terduga pelaku mengunggah lagi video di akun Instagram-nya.
Namun, kali ini ia menyampaikan permintaan maaf kepada masyarakat atas perkataan dalam video sebelumnya.
"Saya meminta maaf atas perbuatan saya dalam video yang saya buat. Saya meminta maaf sedalam-dalamnya kepada saudara-saudara saya di Kalianda atas perbuatan saya yang tidak terpuji," ujarnya. "Saya menyesal dan berjanji tidak akan mengulangi kembali."
• Steve Emmanuel Terancam Hukuman Mati karena Narkoba, Andi Soraya Buka Suara
Dalam video yang viral itu, tampak pemuda dan pemudi berada di dalam mobil.
Mereka berhenti di pertigaan Lungsir, antara Jalan Pangeran Diponegoro dan Jalan Dr Susilo, Kecamatan Telukbetung Utara.
Posisi mobil kemungkinan besar sedang setop saat lampu lalu lintas berwarna merah tanda berhenti.
Keduanya kemudian mengucapkan beberapa kalimat.
Si pemuda mendominasi pembicaraan.
Ia menyampaikan kalimat-kalimat terkait bencana tsunami di Kalianda, Lamsel.
• Siapa Mbah Putih yang Ditangkap Satgas Anti Mafia Bola?
Meningkat Tahun Ini
CATATAN kepolisian, jumlah kasus cyber crime, termasuk ujaran kebencian, pada tahun 2018 ini meningkat dari tahun 2017.
Pada tahun ini, jumlahnya mencapai 84 kasus. Sementara tahun lalu, 58 kasus.
Meskipun secara angka meningkat, tetap jumlah kasus cyber crime yang berhasil terselesaikan tahun ini, merujuk catatan kepolisian, justru lebih baik dari tahun lalu.
"Tahun lalu, ada 58 kasus. Yang sudah selesai, 19 kasus. Masih ada 39 kasus yang belum selesai. Sementara tahun ini, mencapai 84 kasus. Yang selesai, sudah sampai 75 kasus," ungkap Pjs Kasubdit II Ditreskrimsus Polda Lampung Komisaris I Ketut Suryana, Jumat (28/12).
Dari keseluruhan kasus cyber crime pada tahun ini, jelas Ketut, perkara yang mendominasi adalah ujaran kebencian dan isu SARA. (byu)