Hilangnya Puncak Gunung Anak Krakatau, Pertama Sejak Induknya Gunung Krakatau Meletus 1883

Hilangnya Puncak Gunung Anak Krakatau, Pertama Sejak Induknya Gunung Krakatau Meletus 1883

Penulis: Dedi Sutomo | Editor: Safruddin
Twitter/ @Sutopo_PN
Potret erupsi Gunung Anak Krakatau dari udara pada Minggu (23/12/2018) 

Menurut dia, pengalihan tersebut guna menghindari penerbangan melewati Gunung Anak Krakatau.

Meski begitu, operasional bandara tidak terpengaruh sama sekali.

"Kalau jalur penerbangan, istilahnya sama saja seperti rekayasa lalu lintas. Kalau ada macet, dialihkan ke jalan lain. Ini karena ada semburan abu vulkanik, jadi sejumlah penerbangan yang melalui GAK dialihkan jalurnya," kata Wahyu.

Kepala Bandara Radin Inten II Lampung Asep Kosasih menambahkan, sejak terjadinya erupsi GAK, fasilitas bandara baik sisi darat ataupun udara tidak terdampak dan tetap beroperasi normal.

"Namun, kami akan terus memantau perkembangan dan berkoordinasi secara intens dengan BMKG, Airnav dan Direktorat Navigasi Penerbangan," kata Asep.

Sementara Direktur Jenderal Perhubungan Udara Polana B Pramesti mengatakan, pihak Airnav sudah mengeluarkan Notam terkait pengalihan rute penerbangan yang tidak bisa dilewati pesawat.

Namun, Notam khusus penutupan bandara dari AirNav Indonesia belum ada.

"Sejauh ini abu vulkanik dari Gunung Anak Krakatau tidak memberikan dampak kepada penutupan bandara, untuk bandara terdekat seperti Bandara Soekarno-Hatta dan Bandara Radin Inten II Lampung, masih beroperasi normal," kata dia.

Untuk diketahui, peningkatan status GAK menjadi siaga ini didasarkan pada hasil pengamatan dan analisis data visual maupun instrumental hingga 27 Desember 2018 pukul 05.00 WIB.

Sekretaris Badan Geologi Antonius Ratdomopurbo mengatakan, Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) menunjukkan hampir seluruh tubuh Gunung Anak Krakatau yang berdiameter sekitar dua kilometer merupakan kawasan rawan bencana.

Potensi bahaya dari aktivitas Gunung Anak Krakatau saat ini adalah lontaran material pijar, aliran lava dari pusat erupsi, dan awan panas

yang mengarah ke selatan yang bisa menyebabkan gelombang tinggi di sekitar kompleks Gunung Anak Krakatau.

Sedangkan sebaran abu vulkanik tergantung dari arah dan kecepatan angin.

KPK Amankan Uang Rp 500 Juta dan 25.000 Dolar Singapura Saat OTT Pejabat Kementerian PUPR

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) juga mengimbau maskapai untuk tidak melintas di sekitar Gunung Anak Krakatau.

Pengamat dan Prakirawan Cuaca BMKG Natar Lampung Selatan Rahmat Subekti mengungkapkan, berdasarkan pengamatan radar dan citra satelit abu vulkanik yang keluar dari GAK mencapai 10 km hingga 15 km dan bahkan bisa lebih dari itu.

Halaman
123
Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved