Tribun Bandar Lampung
BREAKING NEWS - Jadi Saksi, Sekjen Perti Hanya Beri Keterangan 30 Menit di Sidang Lanjutan Agus BN
BREAKING NEWS - Jadi Saksi, Sekjen Perti Hanya Beri Keterangan 30 Menit di Sidang Lanjutan Agus BN
Penulis: hanif mustafa | Editor: Reny Fitriani
BREAKING NEWS - Jadi Saksi, Sekjen Perti Hanya Beri Keterangan 30 Menit di Sidang Lanjutan Agus BN
Laporan Reporter Tribun Lampung Hanif Mustafa
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Sekertaris Jendral Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) Pasni Rusli hanya memberi keterangan selama tiga puluh menit.
Selanjutnya Pasni undur diri lantaran ada keperluan keluarga yang tidak bisa ditinggalkan.
Sebelum persidangan lanjutan kasus fee proyek Dinas PUPR Lampung Selatan dengan terdakwa Agus Bhakti Nugroho Anggota DPRD Provinsi Lampung dan Anjar Asmara mantan Kepala Dinas PUPR Lampung Selatan digelar.
JPU KPK RI Mochamad Nur Aziz meminta keringanan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungkarang untuk mempercepat keterangan pada saksi Pasni.
Lantaran Pasni harus kembali ke Jakarta untuk keluarga Pasni tengah dirundung duka.
"Mohon izin yang mulia, agar sekiranya saksi Pasni bisa dipercepat langsung selesai karena harus takziah, mertuanya tiada," ungkap Nur Aziz, Kamis 10 Januari 2018.
• BREAKING NEWS - Sidang Lanjutan Agus BN dan Anjar Asmara, Jaksa KPK Hadirkan 7 Saksi
"Oh iya baiklah, langsung saja, tidak ada yang keberatan?" Ungkap Hakim Ketua Mansyur Bustami.
Pantauan Tribun Lampung, sidang pun dipercepat, tanpa basa basi, Majelis Hakim langsung melempar ke JPU.
"Emh, benar nama anda Pasni? Sebagai Sekjen Perti?" Tanya Masyur.
"Iya," jawab Pasni.
"Emh, baiklah langsung saja agar JPU menanyakan," kata Masyur.
Sesi pertanyaan pun dilanjutkan oleh JPU. Dan selesai pada pukul 11.30 wib.
Pasni pun bergegas pergi meninggalkan ruang persidangan setelah menandatangani berita acara.
Jaksa penuntut umum (JPU) KPK kembali menghadirkan saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan fee proyek Dinas PUPR Lampung Selatan.
• Delapan ASN PUPR Lamsel Bersaksi di Sidang Lanjutan Agus BN dan Anjar Asmara
Sidang digelar dengan terdakwa anggota DPRD Provinsi Lampung Agus Bhakti Nugroho dan mantan Kepala Dinas PUPR Lampung Selatan Anjar Asmara.
Kali ini saksi yang dihadirkan dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungkarang, Kamis, 10 Januari 2018, sebanyak tujuh orang.
Namun, baru enam saksi yang hadir di ruang sidang.
Awalnya, sebelum persidangan digelar, jaksa KPK Ali sempat mengatakan bahwa saksi yang akan dihadirkan ada tujuh orang.
"Saksi yang dihadirkan ada tujuh orang. Tapi, yang baru hadir enam orang. Yang satu akan menyusul," ungkapnya.
• Agus BN, Aktor Penting dalam Kongkalikong Kasus Setoran Fee Proyek Dinas PUPR Lampung Selatan
Ingin Jadi Justice Collaborator
Anggota nonaktif DPRD Provinsi Lampung Agus Bhakti Nugroho resmi mengajukan diri sebagai justice collaborator.
Politisi PAN Lampung ini mengajukan diri sebagai justice collaborator dalam sidang lanjutan perkara dugaan korupsi setoran fee proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Lampung Selatan yang berlangsung di ruang sidang PN Tipikor Tanjungkarang, Kamis, 3 Januari 2019.
“Saya mengajukan diri sebagai justice collaborator, dan surat sudah saya lampirkan. Saya harap majelis hakim bisa mengabulkannya,” kata Agus BN di awal sidang lanjutan dengan agenda mendengarkan keterangan delapan saksi yang merupakan ASN di Dinas PUPR Lamsel.
Menanggapinya, hakim ketua Mansyur Bustami mengatakan, pihaknya akan mengkaji terlebih dahulu terkait pengajuan diri Agus BN sebagai justice collaborator.
“Kita akan kaji dulu dan lihat,” ujar Mansyur.
Sementara jaksa penuntut umum KPK Subari Kurniawan mengatakan, pengajuan terdakwa Agus BN menjadi justice collaborator akan dianalisis oleh biro hukum dan diajukan ke komisioner KPK. Sedangkan JPU hanya dimintai pendapat.
“Biasanya yang dikabulkan pimpinan itu terdakwa kooperatif dan atau ada perkara baru yang dibuka yang bersangkutan, atau ada fakta hukum baru yang diungkap dia. Misalnya fakta baru pemberian pada dewan, atau yang di luar perkara dia, seperti TPPU (tindak pidana pencucian uang),” jelas Subari yang mengaku baru mengetahui pengajuan justice collaborator dari Agus BN.
Delapan pengawai negeri sipil Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Lampung Selatan bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Tanjungkarang, Kamis, 3 Januari 2019.
• Daftar Aliran Dana Fee Proyek Rp 72,742 Miliar dari Agus BN ke Zainudin Hasan dan Nanang Ermanto
Mereka menjadi saksi dalam sidang lanjutan dengan terdakwa Agus Bhakti Nugroho dan Anjar Asmara.
Mereka adalah Kabid Bina Marga Dinas PUPR Lamsel Agustinus Oloan Sitanggang, Kasi Taufik Hidayat (Peningkatan Jalan sekaligus PPTK), Wayan Susana (Kepala Unit Layanan Pelelangan), Ketut Dirgantara (Kasi Pengolahan Data), M Saefudin (staf), Gunawan (staf pengawas), Rahmi Febria (staf) dan M Alwi (staf).
Sosok Penting
Anggota DPRD Lampung Agus Bhakti Nugroho menjadi sosok penting dalam kongkalikong fee proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Lampung Selatan.
Agus berperan menampung uang fee proyek dari pejabat Dinas PUPR senilai Rp 72 miliar, lalu mengalirkannya kepada Bupati nonaktif Lamsel Zainudin Hasan, Wakil Bupati Nanang Ermanto, dan Ketua DPRD Lamsel Hendri Rosyadi.
Peran vital Agus BN terungkap dalam surat dakwaan setebal 43 halaman yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi, Ali Fikri dan Riniyati Karnasih, dalam sidang di Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungkarang, Kamis, 13 Desember 2018.
Selain Agus, mantan Kepala Dinas PUPR Lamsel Anjar Asmara juga menjalani sidang dakwaan pada Kamis kemarin.
JPU Ali Fikri menyebutkan, selama kurun waktu 2016-2018 Agus BN menerima uang setoran fee proyek infrastruktur sekitar Rp 72,742 miliar dari sejumlah pejabat di Dinas PUPR dan mantan anggota DPRD.
Setoran fee proyek kepada Agus bukanlah tanpa alasan.
Pasalnya, Agus merupakan orang kepercayaan Bupati Zainudin Hasan.
Disebutkan jaksa, pada 2016 Agus menerima uang dari Syahroni, Kabid Pengairan di Dinas PUPR, sebesar Rp 26 miliar.
Kemudian dari Ahmad Bastian senilai Rp 9,6 miliar.
Tahun 2017, Syahroni kembali menyetorkan uang sebesar Rp 23,669 miliar.
Agus juga menerima setoran dari mantan anggota DPRD Lamsel, Rusman Effendi, sebesar Rp 5 miliar.
"Selanjutnya tahun 2018 dari Anjar Asmara, terdakwa menerima uang Rp 8,4 miliar. Dari total penerimaan fee proyek itu, sebagian diserahkan kepada Zainudin Hasan, dan sebagian digunakan untuk kepentingan Zainudin Hasan," kata Ali Fikri.
Jaksa juga merinci sejumlah aliran dana, khususnya untuk kepentingan pribadi Zainudin
Di antaranya tahun 2016 untuk membayar pembelian tanah oleh Zainudin seluas 1.584 meter persegi dengan harga Rp 475,5 juta.
Agus membayarkan kepada Rusman Effendi, dosen STAI YASBA Kalianda, Lamsel.
Kemudian Februari 2016 digunakan untuk membayar pekerjaan pembangunan rumah dan masjid milik Zainudin di Kalianda sebesar Rp 3,826 miliar.
Uang itu diserahkan oleh Agus kepada Ahmad Bastian selaku kontraktor.
"Tahun 2016 terdakwa (Agus) memberikan uang kepada Bobby Zulhaidir (orang dekat Zainudin) sebesar Rp 8 miliar untuk membayar pembelian tanah seluas 80 hektare di Desa Sukatani. Di akhir tahun 2016, kembali memberikan uang kepada Bobby sebesar Rp 600 juta untuk beli tanah di Sidomulyo untuk usaha asphalt mixing plant yang dikelola Bobby," beber Ali Fikri.
Pada awal 2017, Agus mengalirkan uang Rp 3 miliar untuk pekerjaan pembangunan rumah dan masjid milik Zainudin.
Uang tersebut diserahkan kepada Pipin selaku arsitek yang mengerjakan pembangunannya.
"Masih di awal tahun 2017, terdakwa membayar Rp 1 miliar untuk saham pribadi Zainudin Hasan di Rumah Sakit Airan Raya. Awal 2017 kembali terdakwa membayarkan pembelian tanah di Desa Marga Catur seluas 83 hektare kepada Thamrin selaku perantara masyarakat transmigrasi untuk dimiliki Zainudin," kata jaksa.