Tribun Bandar Lampung

BREAKING NEWS - Mantan Kadis PUPR Lampung Selatan Mengaku Tak Pernah Beri Perintah Kondisikan Proyek

Mantan Kadis PUPR Lampung Selatan menegaskan dirinya tidak pernah memberikan perintah kepada Syahroni untuk "mengondisikan" proyek.

Penulis: hanif mustafa | Editor: Daniel Tri Hardanto
Tribun Lampung/Hanif Mustafa
Mantan Kadis PUPR Lampung Selatan Hermansyah Hamidi (belakang, paling kanan) menjadi saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan fee proyek di Dinas PUPR Lampung Selatan dengan terdakwa Zainudin Hasan di Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungkarang, Senin, 14 Januari 2019. 

BREAKING NEWS - Mantan Kadis PUPR Lampung Selatan Mengaku Tak Pernah Beri Perintah Kondisikan Proyek

Laporan Reporter Tribun Lampung Hanif Mustafa

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Hermansyah Hamidi, mantan Kadis PUPR Lampung Selatan pada 2016, menegaskan dirinya tidak pernah memberikan perintah kepada Syahroni untuk "mengondisikan" proyek.

Hermansyah menjadi saksi dalam persidangan lanjutan kasus dugaan fee proyek di Dinas PUPR Lampung Selatan dengan terdakwa Zainudin Hasan di Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungkarang, Senin, 14 Januari 2019.

Hermansyah mengatakan, keterangan yang disampaikan Syahroni harus diklarifikasi.

BREAKING NEWS - Ogah Disebut Pengatur Proyek, Syahroni: Saya Diperintah Catat Nama-nama Pemenang

"Saya tudak pernah memberikan perintah untuk mengondisikan seperti itu. Jadi keterangan yang diberikan Syahroni harus diklarifikasi," ucap Hermansyah.

Hermansyah mengaku juga mendapat informasi dari anggota DPRD Provinsi Lampung Agus BN bahwa dirinya diminta oleh Bupati Lampung Selatan Zainudin Hasan untuk "mengamankan" proyek.

"Karena saya tahu dia (Agus BN) bukan PNS dan bukan siapa-siapa di Lampung Selatan. Jadi saya klarifikasi ke Pak Bupati, benar gak ada perintah itu. Tapi, Pak Bupati gak jawab. Kemudian saya rapat dengan Pak Bupati," beber Hermansyah.

"Ada gak Pak Bupati jangan mengikuti perintah itu?" tanya hakim ketua Mien Trisnawaty.

"Secara isyarat tidak menunjukkan," jawab Herman.

Mien pun mengonfrontasi jawaban Syahroni.

Di mana pada tahun 2016 Herman disebut pernah menyerahkan data pemenang kepada Syahroni.

"Tidak pernah. Karena saya paham betul posisi Pak Syahroni bukan di panitia lelang," tandas Herman.

"Jadi tahun 2016 yang Anda pahami dalam pekerjaan proyek, ada uang-uang yang beredar?" tanya Mien.

"Saya yakinkan tidak ada seperti itu. Maka saya fokus pada tupoksi saya untuk kualitas pekerjaan, maka saya luangkan waktu ke lapangan," beber Herman.

"Pernah dapat sesuatu dari Syahroni, Agus, atau rekanan?" ucap Mein lagi.

"Tidak pernah," ujar Herman.

Ogah Disebut Pengatur Proyek

Kabid Pengairan Dinas PUPR Lampung Selatan Syahroni membantah disebut berperan mengatur pemenang proyek di lingkungan instansi tersebut.

Bantahan disampaikan Syahroni saat dicecar oleh hakim ketua Mien Trisnawaty dalam persidangan perkara dugaan fee proyek Dinas PUPR Lampung Selatan dengan terdakwa Bupati nonaktif Lampung Selatan Zainudin Hasan di Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungkarang, Senin, 14 Januari 2019.

"Anda menjadi pengatur proyek sejak kapan?" tanya Mien.

BREAKING NEWS - Bantah Dapat Proyek Rp 10 Miliar, Nanang Ermanto Minta Duit untuk Beli 3 Ruko

"Saya bukan pengatur. Saya diperintah sejak Pak Hermansyah menjadi kepala dinas (PUPR Lamsel) tahun 2013," ungkap Syahroni.

Syahroni menuturkan, tugasnya hanya menyerahkan nama-nama rekanan dan kegiatan pekerjaan yang mendapat jatah proyek ke Pokja.

"Penyerahan ini untuk pemenang lelang. Jadi setiap orang yang mau ikut proyek bicara dengan Pak Herman dulu, kemudian dikoordinasikan ke saya," jelas Syahroni.

Syahroni menjelaskan, satu nama bisa merangkap jabatan di beberapa perusahaan.

"Ini Pak Herman pernah tidak menjabat menjadi Kadis PU 2014, dan 2016 kembali lagi. Bagaimana kebijakannya?" tanya Mien.

"(Tahun) 2014 dulu Pak Yansen. Kebijaksanaan sama. Bupati dulu juga sama, dan bupati baru juga sama," beber Syahroni.

"Apa perintah dan kebijaksanaannya?" tanya Mien.

"Jadi saya diperintahkan untuk mencatat nama-nama yang akan menang dan diserahkan ke Pokja," sebut Syahroni.

Syahroni mengatakan, nilai pekerjaan tidak disebutkan sama sekali kepadanya.

"Tidak ada. Hanya nama dan pekerjaan," ungkapnya.

Namun, ia mengakui adanya perbedaan penerimaan fee proyek setelah Dinas PUPR Lamsel dipimpin oleh Anjar Asmara.

"Zaman Pak Herman, uang diterima sebelum atau sesudah lelang?" tanya Mien.

"Sebelum (lelang). Kalau sekarang sesudah lelang," kata Syahroni.

"Tapi, itu para rekanan menyerahkan ke Pak Herman, kemudian menyerahkan ke saya, lalu saya teruskan ke Pak Agus. Katanya untuk Pak Bup (Bupati Lamsel Zainudin Hasan)," terang Syahroni.

Syahroni mengaku, uang yang diserahkan kepadanya dalam bentuk tunai.

"Selalu cash. Saya hanya menyerahkan uang ke Pak Agus, selanjutnya gak tahu," ucap dia.

"Pernah terima uang tahun 2018?" tanya hakim ketua.

"Tidak. Hanya dari Gilang (Ramadhan) sebesar Rp 400 juta," jawab Syahroni.

"Langsung diserahkan ke Anda?" ujar Mien.

"Tidak. Lewat staf saya, Eka. Kemudian saya minta diserahkan ke Pak Rahmad, karena ini untuk Pak Anjar. Tapi, belum saya serahkan karena ada kejadian OTT," timpal Syahroni.

BREAKING NEWS - Agus BN Mengaku Disuruh Zainudin Hasan Buang Catatan Uang Setoran Fee Proyek

Minta Duit untuk Beli Ruko

Plt Bupati Lampung Selatan Nanang Ermanto disebut-sebut menerima paket proyek senilai Rp 10 miliar.

Namun, ia membantah kesaksian yang disampaikan oleh mantan Kadis PUPR Lampung Selatan Anjar Asmara itu.

Nanang Ermanto menjadi saksi dalam persidangan perkara dugaan fee proyek Dinas PUPR Lampung Selatan dengan terdakwa Bupati nonaktif Lampung Selatan Zainudin Hasan di Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungkarang, Senin, 14 Januari 2019.

Saat gilirannya memberi keterangan, Nanang dicecar pertanyaan oleh hakim anggota Samsudin.

"Apa Anda mendapat paket pekerjaan proyek Dinas PUPR?" tanya Samsudin.

"Saya gak tahu. Tapi, Pak Bupati (Zainudin Hasan) selalu memerintahkan (bawahannya) untuk tidak main paket," jawab Nanang.

"Jadi kapan Anda tahu jika Anda mendapatkan proyek Rp 10 miliar itu?" tanya Samsudin.

"Baru hari ini," jawab Nanang setelah sempat lama terdiam.

Tak cukup puas dengan jawaban Nanang, Samsudin pun mengonfrontasi hal sama dengan Anjar Asmara.

"Baik, saya konfrontir ke Pak Anjar. Bagaimana, Pak?" ujar Samsudin.

"Dia (Nanang) minta langsung ke saya paket pekerjaan. Tahun 2017 minta Rp 5 miliar dan 2018 minta Rp 10 miliar. Total dia minta Rp 15 miliar," beber Anjar.

"Karena sudah penuh, saya kasih proyek senilai Rp 10 miliar. Bahkan, beliau beberapa kali menanyakan kapan lelang dari proyek ini, sejak tahun 2017," sebut Anjar lagi.

Anjar kembali menuturkan, 10 hari sebelum OTT KPK, Nanang Ermanto sempat meminta uang untuk membeli tiga unit ruko seharga Rp 10 miliar.

"Tapi, Pak Bupati (Zainudin Hasan) menelepon dan membatalkan. Akhirnya dia minta uang Rp 300 juta. Demikian (kesaksian) saya sesuai dengan BAP," tegas Anjar.

"Sudah dengar?" tanya Samsudin kepada Nanang.

"Jadi Anda mengembalikan uang ke KPK berapa?" tanya Samsudin kepada Nanang.

"Rp 480 juta," jawab Nanang. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved