Tribun Bandar Lampung
UIN Raden Intan Laporkan Andi Surya ke Polda, Andi Surya: Saya Jalankan Tugas Senator
UIN Raden Intan melaporkan anggota Dewan Perwakilan Daerah RI asal Lampung Andi Surya ke Polda Lampung.
Penulis: Romi Rinando | Editor: Yoso Muliawan
LAPORAN REPORTER TRIBUN LAMPUNG ROMI RINANDO
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Universitas Islam Negeri Raden Intan melaporkan anggota Dewan Perwakilan Daerah RI asal Lampung Andi Surya ke Polda Lampung, Senin (21/1/2019). Laporan itu berupa dugaan pencemaran nama baik atas pernyataan Andi mengenai kasus dugaan asusila oknum dosen UIN terhadap mahasiswi.
Andi Surya sendiri membantah mencemarkan nama baik institusi UIN. Ia menyatakan hanya menjalankan tugas secara konstitusional sebagai anggota DPD RI.
"Dunia sudah kebalik-balik. Orang lain yang melakukan dugaan pelecehan seksual, saya yang dilaporkan ke polisi. Sebagai wakil rakyat Lampung, saya membela mahasiswi yang menjadi korban. Tapi, justru saya yang dikriminalisasi," kata Andi melalui keterangan tertulis.
Ketua tim advokat Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum (LKBH) Fakultas Syariah UIN Raden Intan Yudi Yusnandi menjelaskan, pengaduan ke Polda Lampung tertuang dalam laporan bernomor B-10/1/2019/LPG/SKPT.
"Kami siapkan sejumlah bukti berupa screenshot pernyataan Andi Surya di beberapa media online dan media sosial," ujarnya kepada awak media di polda.
Yudi menyatakan, Andi telah menyudutkan UIN di media online dan medsos dengan tuduhan UIN merupakan tempat maksiat.
"Kami laporkan atas tuduhan pencemaran nama baik dan ujaran kebencian. Pasalnya cukup banyak. Pasal 27 ayat 3, pasal 28, pasal 36, pasal 51, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Serta, pasal 310 dan 311 Kitab Undang-undang Hukum Pidana," bebernya.
Andi Surya memastikan tidak ada bahasa fitnah maupun pencemaran nama baik dalam pernyataannya terkait dugaan asusila oknum dosen UIN.
"Konten dan frasa yang saya rilis adalah bersyarat. Ada kata-kata 'jika'. Artinya, jika dugaan terjadinya maksiat terbukti di pengadilan, maka bisa dikatakan UIN dijadikan sarang atau tempat maksiat oleh oknum dosen tersebut," terangnya.
Sebagai anggota DPD RI alias Senator, jelas Andi, dirinya berkewajiban merespons isu atau peristiwa, termasuk dugaan asusila di wilayah pemilihannya. Ia pun mengingatkan adanya hak imunitas wakil rakyat yang mendapat perlindungan Undang-undang Dasar 1945 serta Undang-undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
Dekan Fakultas Syariah UIN Raden Intan Alamsyah mewakili UIN selaku pelapor menyatakan, alumni dan sivitas UIN dirugikan atas pernyataan Andi Surya yang menyebut UIN sebagai sarang maksiat.
"Langkah hukum ini kami ambil karena UIN secara institusi merasa dirugikan. Kami berharap penyidik profesional terkait laporan kami," katanya.
Sementara Kepala Subdirektorat II Tindak Pidana Perbankan dan Cyber Crime Direktorat Kriminal Khusus Polda Lampung Komisaris I Ketut Suryana membenarkan laporan pihak UIN terhadap Andi Surya.
"Kami baru terima laporan tadi. Masih tahap lidik, jadi tunggu saja," ujarnya.
Ketut menjelaskan, pihaknya akan meminta keterangan terlebih dahulu kepada pelapor.
"Kami akan periksa pelapor dulu. Kemudian, saksi-saksi. Baru terlapor," katanya.
UIN Tunggu Proses Hukum
Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung menunggu proses hukum oknum dosen inisial SH. Dosen inilah yang tersandung kasus dugaan pelecehan seksual terhadap mahasiswi.
Bertempat di ruang kerjanya, Senin (14/1/2019), Rektor UIN Raden Intan M Mukri angkat bicara terkait kasus dugaan pencabulan yang membelit oknum dosen inisial SH. Ia menyatakan, UIN menghormati asas praduga tak bersalah.
"Kami menggunakan asas praduga tidak bersalah dulu. Sebab, proses hukumnya sedang berjalan di ranah kepolisian," kata Rektor Mukri di hadapan sejumlah awak media.
Apabila akhirnya oknum dosen UIN terbukti bersalah dalam kasus hukum, ia memastikan UIN Raden Intan tidak akan melakukan pembelaan.
"Dosen yang bersalah tidak akan kami bela. Jika sudah jelas tindak pidananya, silakan selesaikan dengan hukum," ujar Mukri.
Ia menegaskan, tidak ada tempat di UIN Raden Intan bagi dosen yang bersalah di hadapan hukum.
"Semuanya kami serahkan kepada pihak berwajib. Tidak ada tempat bagi dosen yang terbukti bersalah," katanya.
Dengan mencuatnya kasus dugaan asusila ini, Mukri pun mengingatkan lagi para dosen UIN agar mengajar secara profesional. Dosen-dosen UIN, jelas dia, harus mengedepankan edukasi kepada semua mahasiswa-mahasiswi.
Adapun mengenai sanksi atau hukuman bagi oknum dosen jika nanti terbukti berbuat cabul, pihaknya akan berkonsultasi dengan Kementerian Agama.
"Jika ASN (dosen aparatur sipil negara) ini melanggar berdasarkan bukti yang ada, maka tim Kemenag dari Jakarta akan turun. Dan, kami hanya memfasilitasi," ujar Mukri.
Berdasarkan informasi dari hasil investigasi sementara, Mukri mengungkapkan, dosen SH terindikasi pernah jatuh dari atas plafon rumah.
"(Dampaknya) kalau mau bicara dengan dia, harus berdekatan supaya dia bisa mengerti apa yang kita obrolkan dengan dia," kata Mukri.
Ia menambahkan, pihaknya telah meminta keterangan kepada mahasiswi yang melaporkan dosen SH ke Polda Lampung.
"Mahasiswi sudah kami mintai keterangan. Kami masih menunggu proses hukum yang berjalan," tandasnya.
Terus Bergulir
Kasus dugaan pelecehan seksual terhadap mahasiswi UIN Raden Intan terus bergulir. Dalam dua hari, Selasa (8/1/2019) dan Rabu (9/1/2019), Subdirektorat IV Remaja, Anak, dan Wanita Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Lampung memeriksa total lima saksi.
Dalam pemeriksaan, Selasa, Subdit IV Renakta meminta keterangan kepada dua saksi. Selain itu, polisi juga meminta keterangan kepada pelapor berinisial E.
Sementara pada pemeriksaan, Rabu, Subdit IV Renakta meminta keterangan kepada tiga saksi. Dua orang di antaranya ketua dan sekretaris jurusan tempat terlapor mengajar. Satu orang lainnya, yaitu gubernur Badan Eksekutif Mahasiswa tingkat fakultas di UIN Raden Intan. Permintaan keterangan terhadap gubernur BEM lantaran yang bersangkutan termasuk di antara mahasiswa yang menyuarakan kasus ini.
Meda Damayanti, pengacara pelapor dari Lembaga Advokasi Perempuan Damar, membenarkan polisi telah meminta keterangan kepada kliennya.
"Kemarin (Selasa) ditanyakan soal kronologi (terjadinya dugaan pencabulan)," ujarnya, Rabu (9/1/2019).
Meda juga membenarkan bahwa selain pelapor, polisi meminta keterangan kepada dua saksi pada Selasa (8/1/2019).
"Saksi ada dua orang (Selasa)," kata Meda. "Sama, (ditanya) seputar kronologi. (Kedua saksi selaku) yang mendengar cerita," imbuhnya.
No Comment
Di lain pihak, awak Tribun Lampung berhasil menemui dosen SH pada Kamis (10/1/2019) dalam upaya mengonfirmasi kasus yang membelitnya. Namun demikian, SH tidak bersedia memberi komentar.
"No comment saya," kata dosen SH di belakang Gedung A2 Fakultas Ushuluddin UIN Raden Intan seraya meninggalkan awak Tribun Lampung menuju gedung.
Upaya menemui dan mewawancarai dosen SH ini sekaligus dalam rangka konfirmasi serta memberi ruang kepada dosen SH untuk berbicara soal kasus yang membelitnya. Sebelumnya, ketika kasus mencuat akibat aksi mahasiswa pada Jumat, 28 Desember 2018, dosen SH yang berhasil ditemui awak media tidak memberi komentar. Ia tampak buru-buru masuk ke ruangan dekan Fakultas Ushuludin.
Antar Tugas
Peristiwa pelecehan seksual diduga terjadi pada Jumat, 21 Desember 2018, sekitar pukul 13.30 WIB. Kejadian berawal saat mahasiswi berinisial E hendak mengumpulkan tugas mata kuliah. Ia mendatangi ruangan dosen berinisial SH.
"Awalnya saya ngumpul tugas ke ruangan, sebagaimana mahasiswa ngumpul tugas," kata E saat diwawancarai awak Tribun Lampung di kantin kampus UIN, Jumat siang, 28 Desember 2018.
Namun, saat mengumpulkan tugas itu, E mengaku mengalami pelecehan seksual. Mulai dari dagunya dipegang, pipinya disentuh, dan lainnya. Ia lalu melapor ke Polda Lampung dengan pendampingan Lembaga Advokasi Perempuan Damar pada 28 Desember 2018. Laporannya tertuang dalam surat bernomor LP/B-1973/XII/2018/LPG/SPKT.