Tribun Lampung Selatan

Pemblokiran Jalan Urai Benang Kusut Masalah Pembebasan Lahan JTTS di Lampung Selatan

Meski pembangunan JTTS ruas Bakauheni-Terbanggi Besar sudah selesai, proses pengadaan dan ganti rugi lahan tol masih menyisakan berbagai persoalan.

Penulis: Dedi Sutomo | Editor: Daniel Tri Hardanto
Tribun Lampung/Dedi Sutomo
Rapat pembahasan jalan tol di kantor bupati Lamsel, Selasa, 29 Januari 2019. 

Dalam rapat ini pun terkuat masih cukup banyaknya persoalan terkait proses ganti rugi lahan pembangunan JTTS.

Satu yang mengemuka dan menjadi persoalan yang cukup besar karena sempat adanya aksi pemblokiran jalan tol oleh warga ada di kilometer 52 Desa Tanjungratu.

Warga menuntut pembayaran ganti rugi tanah yang hingga kini belum selesai.

Padahal, dalam persidangan gugatan di Pengadilan Negeri Kalianda, warga telah dinyatakan menang dan berhak atas ganti rugi lahan.

Persoalan ganti rugi lahan tanah milik warga ini muncul dan harus diselesaikan melalui pengadilan.

Karena ada klaim dari Kementerian Kehutanan jika lahan milik warga tersebut masuk dalam kawasan hutan register.

Mislan, PPK II pengadaan lahan pembangunan ruas JTTS STA 38 sampai STA 80, mengatakan, di Desa Tanjungratu ada sekitar 88 bidang tanah warga yang terkena dampak tol.

Dia mengaku, ganti rugi tanam tumbuh dan nilai bangunan sudah dibayarkan.

Namun, ganti rugi untuk lahan warga belum dibayarkan karena perkaranya masih dalam proses banding di pengadilan tinggi (PT).

Pemudik Bisa Lintasi JTTS Lampung-Palembang Seharga Rp 41 Triliun pada Lebaran Tahun Depan

Dalam persidangan di PN Kalianda, warga pemilik lahan menang dan pihak kehutanan melakukan banding.

“Namun, pihak kehutanan tidak menyerahkan memori banding hingga batas waktu yang ditetapkan. Kementerian PUPR pun mengajukan banding,” ujar Mislan.

Menurutnya, alasan Kementerian PUPR mengajukan banding karena hal ini merupakan hak dan PUPR bisa mengajukan banding.

Karena PUPR melakukan pinjam pakai kawasan kehutanan.

Ini berisiko pada PUPR yang harus mengganti satu banding dua.

“Dan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) pun tidak merekomendasikan untuk proses ganti rugi lahan jika belum ada upaya hukum maksimal. Karenanya, kita pun mengajukan banding,” terang dia.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved