Kasus Korupsi Zainudin Hasan, Jaksa KPK Sebut Komisaris PT BMCM Hanya Boneka

JPU KPK Sebut Komisaris BMCM Adalah Saksi Boneka dalam persidangan kasus korupsi Zainudin Hasan

Penulis: Romi Rinando | Editor: wakos reza gautama
Tribunlampung.co.id/Romi Rinando
Sidang Korupsi Bupati nonaktif Lampung Selatan Zainudin Hasan, Senin, 25 Februari 2019 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID,BANDARLAMPUNG - Jaksa Penuntut Umum KPK Ariawan, menjelaskan terdakwa Bupati nonaktif Lampung Selatan Zainudin Hasan menerima gratifikasi uang dari rekening Bank Mandiri atas nama saksi Gatoet Soeseno sejak Februari 2016-Juli 2018.

Bupati nonaktif Lampung Selatan Zainudin Hasan menerima uang dari Gatoet Soeseno, yang totalnya mencapai Rp 3,162 miliar.

Ariel NOAH Pasang Foto Salju dan Sosoknya yang Sendirian, Tulisan Caption Bikin Baper: Sabarlah Nak

Gatot Soeseno adalah Komisaris PT Bara Mega Citra Mulia (BMCM) yang menjadi saksi kasus gratifikasi terdakwa Bupati nonaktif Lampung Selatan Zainudin Hasan.

Selain menerima gratifikasi dari PT. Bara Mega Citra Mulia dan PT Johnlin Baratama, Zainudin Hasan juga menggunakan rekening Bank Mandiri atas nama Sudarman untuk menerima gratifikasi dari PT Citra Lestari Persada yang jumlahnya mencapai sekitar Rp 4 miliar.

Ini terungkap saat persidangan di PN Tipikor Tanjungkarang, Senin, 25 Februari 2019. 

JPU KPK Ariawan menjelaskan dalam persidangan kali ini makin menyakinkan JPU bahwa semua aset-aset yang dibeli terdakwa Zainudin Hasan diduga dari hasil tindak pidana.

"Semua aset-aset yang dibeli Zainudin Hasan diduga dari tindak pidana. Stepnya bisa kami buktikan. Misalnya uang proyek, dari ABN dari Anjar, dibelikan aset tanah. Kemudian di sidang hari ini, terbukti uang dari Gatoet Soeseno diarahkan ke Sudarman, Sudarman dibelikan mobil Expander, Toyota Velfire, motor Harley Davidson semua terbukti," tukasnya.

Terkait saksi Gatoet yang tidak banyak mengetahui terkait pekerjaannya sebagai komisaris, Ariawan mengatakan, hal itu juga menjadi tanya JPU, dan itu membuktikan bahwa saksi Gatoet hanyalah boneka.

"Dengan tidak mengetahui maka timbul pertanyaan, mengapa dia (Gatoet) yang punya jabatan komisaris dan harusnya tahu banyak tapi tidak tahu artinya dia boneka. Kalau dia boneka artinya ada dalangnya. Jadi kita bisa tahu dalangnya, karena kita tadi juga tanya siapa penerima manfaat dari semua itu," pungkasnya.

Saksi Gatoet Soeseno membuat geram hakim Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungkarang.

Pasalnya, komisaris PT Bara Mega Citra Mulia (BMCM) ini memberi kesaksian yang terkesan berbelit-belit.

Gatoet menjadi satu dari delapan saksi yang dihadirkan dalam sidang lanjutan perkara dugaan suap proyek Dinas PUPR Lampung Selatan dengan terdakwa Zainudin Hasan, Senin, 25 Februari 2019.

Dua hakim anggota, Syamsudin dan Baharudin Naim, tak bisa menyembunyikan kekesalannya kepada Gatoet Soeseno.

Selain berbelit-belit, jawaban yang diberikan Gatoet Soeseno kerap tidak masuk akal.

Gatoet mengaku tidak pernah menerima uang meskipun memegang jabatan komisaris PT BMCM.

Memegang jabatan tersebut sejak 2016, Gatoet menerima gaji sebesar Rp 100 juta per bulan.

Dalam kesaksiannya, Gatoet mengaku seluruh gaji yang masuk ke rekening Bank Mandiri diambil oleh Sudarman, asisten Zainudin Hasan.

Pemkab Tulangbawang, Mendistribusian Makan siang Untuk Warga yang Terkena dampak Banjir

"Saudara ini komisaris bergaji Rp 100 juta per bulan. Kenapa bisa ATM Anda serahkan ke Sudarman? Kenapa Anda tidak ambil uang itu?" tanya Syamsudin.

Namun, Gatoet mengaku tidak pernah menerima uang tersebut.

"Itu honor saya. Tapi, saya tidak pernah terima uangnya. Saya lupa," jawab Gatoet.

Mendengar jawaban tak masuk akal itu, hakim Syamsudin heran sekaligus geram.

"Jangan lupa-lupa jadi modus. Saudara ini disumpah. Gak masuk akal dan logika jawaban Anda. Kok bisa itu gaji Anda tapi rela uangnya diambil Sudarman. Apa kamu pernah komunikasi dengan Sudarman, tanya soal uang kamu?" tanya hakim.

Hakim Baharudin Naim tidak kalah geram.

"Jadi saya tanya, Saudara ini pinjamkan KTP kepada Sudarman apa Saudara Zainudin Hasan? Itu untuk apa? Kenapa ada uang gaji di rekening Anda tapi Saudara tidak ambil uangnya?" kata hakim.

Gatoet mengaku meminjamkan ATM kepada Zainudin Hasan untuk kepentingan menjadi komisaris.

Ia mengaku tidak mengambil uang gaji tersebut.

"Kenapa Anda tidak ambil uang itu? Apakah ada perjanjian memang uang itu tidak diambil?" tanya hakim lagi.

"Saya gak enak, Yang Mulia," jawab Gatoet.

"Kok bisa gak enak? Kenapa?" tanya hakim lagi.

Saudara itu jabat komisaris legal. Itu hak Saudara. Jadi aneh kalau gak diambil. Apa itu hanya numpang lewat?" ujar hakim.

Kali ini, Gatoet tidak menjawabnya.

Ia hanya terdiam.

Inilah Daftar Film yang Tayang di Bioskop Lampung, Jangan Lupa Tiket Dilan 1991 Sudah Bisa Dibeli!

Diketahui, Gatoet Soeseno dalam kurun 29 Februari 2016 hingga Juli 2018 telah menerima aliran dana senilai Rp 3,162 miliar.

Dana yang terkumpul dari 25 kali transaksi itu diduga terindikasi pencucian uang yang dilakukan terdakwa Zainudin Hasan.

Uang itu disamarkan seolah-olah sebagai gaji Gatoet Soeseno selaku komisaris PT Bara Mega Citra Mulia.

27 Proyek Rp 116 Miliar

Hanya dalam tempo dua tahun, perusahaan milik Zainudin Hasan mendapatkan 27 proyek senilai Rp 116 miliar tanpa dikenai fee 20 persen.

Perusahaan tersebut adalah PT Krakatau Karya Indonesia (KKI).

Hal itu terungkap dalam persidangan kasus dugaan suap proyek Dinas PUPR Lampung Selatan dengan terdakwa Bupati nonaktif Lampung Selatan Zainudin Hasan di Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungkarang, Senin, 18 Februari 2019.

Kepada anggota majelis hakim Baharudin Naim, Direktur PT KKI Bobby Zulhaidir mengaku PT KKI selama 2017 hingga 2018 mendapatkan total 27 proyek senilai Rp 116 miliar.

Rinciannya, 12 proyek senilai Rp 38 miliar pada 2017 dan 15 proyek sebesar Rp 78 miliar pada 2018.

Menariknya, tidak seperti rekanan lain, PT KKI tidak dikenai kewajiban fee 20 persen.

"Jadi setelah saya mendapat proyek 2017, kemudian Anjar jadi Kadis PUPR, dan saya diminta Zainudin Hasan untuk berkoordinasi dengan Anjar," papar Bobby.

Kemudian Bobby mendapat kabar bahwa PT KKI mendapatkan 12 paket proyek.
"Waktu itu anggaran sekitar Rp 38 miliar," ucapnya.

Untuk mengerjakan 12 paket proyek tersebut, Bobby mengaku meminjam 12 nama perusahaan lain.

"Saya minta (Ahmad) Bastian untuk jadi pelaksana lapangan, dan saya ketemu Imam (Sudrajat) untuk mencari bendera perusahaan lain," katanya.

Bobby juga mengaku bahwa 12 paket proyek tersebut tidak dipotong fee proyek seperti komitmen terhadap rekanan lainnya.

"Tidak (ada fee). Semua masuk ke KKI. Keuntungan Rp 9,9 miliar," tuturnya.

"Kalau tahun 2018, nyari bendera perusahaan lain 15," sebut Bobby.

Baharudin Naim juga menyinggung perusahaan Zainudin Hasan yang bergerak di bidang asphalt mixing plant (AMP).

"Besar mana, proyek atau AMP?" tanya Baharudin kepada Bobby.

"Banyak proyek," kata Bobby.

Pemenang Academy Awards Rami Malek Jatuh dari Panggung Piala Oscar 2019 hingga Begini Kondisinya

"Jadi penghasilan sampingan lebih banyak dibanding yang utama," timpal Baharudin.

Bobby hanya bisa terdiam.

Selanjutnya, ia mengaku pada tahun 2018 PT KKI telah menerima 15 paket proyek di lingkungan Dinas PUPR Lampung Selatan.

"Paket proyek Rp 78 miliar. Kalau keuntungan belum bisa diketahui," tandasnya.

Dalam persidangan, dua saksi dari PT Krakatau Karya Indonesia (KKI) mendapat sindiran dari Baharudin.

Kedua saksi itu adalah M Yusuf dan Asnawi.

Sindiran terucap setelah Direktur PT KKI Bobby Zulhaidir mengakui bahwa perusahaan itu adalah milik terdakwa Bupati nonaktif Lampung Selatan Zainudin Hasan.

Dalam persidangan kasus dugaan suap proyek Dinas PUPR Lampung Selatan di Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungkarang, Senin, 18 Februari 2019, Yusuf dan Asnawi bersikeras mengatakan bahwa PT KKI adalah milik Bobby Zulhaidir.

"Saudara saksi Bobby Zulhaidir, pemilik KKI ini siapa?" tanya Baharudin kepada Bobby.
"Kalau legalitas saya. Pemilik modalnya dari PT Buana Mitra Bahari," jawab Bobby.
"Jadi tegas Anda sebutkan bahwa PT KKI itu milik Zainudin Hasan?" tanya Baharudin.

"Ya seperti itu," jawab Bobby.

"Nah, dengar itu, Saksi. Jangan berlagak pilon (pura-pura tak tahu)!" kata Baharudin.

Sementara Direktur CV Imam Jaya Teknik Imam Sudrajat mengaku dirinya dimintai tolong untuk mencarikan perusahaan guna mengikuti lelang di Dinas PUPR Lampung Selatan.

"Ya saya dimintai tolong untuk melengkapi pekerjaan di Bina Marga. Kemudian saya digaji Rp 5 juta per bulan dan uang transport," jelas Imam.

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved