Ustadz Adi Hidayat Hadiahkan Umrah pada Ayah Rina Mahasiswi yang Meninggal Sebelum Wisuda

Ustadz Adi Hidayat Hadiakan Umrah pada Ayah Rina Mahasiswi yang Meninggal Sebelum Wisuda

Editor: taryono
serambi indonesia
Ustadz Adi Hidayat Hadiahkan Umrah pada Ayah Rina Mahasiswi yang Meninggal Sebelum Wisuda 

Toga diterima kedua orang tua almarhum, Bukhari dan  Nurbayani dengan tangan bergetar dan mata berkaca-kaca.

Di hadapan rombongan takziah UIN, tampak tak banyak kata yang bisa diucapkan Bukhari.

Ia hanya mengatakan terima kasih karena pihak kampus masih memberi kesempatan kepadanya untuk mengambil ijazah anaknya, meskipun sang anak sudah tiada.

“Saya rasa, ini (ijazah) adalah yang terbaik yang ditinggalkan oleh anak saya, saya rasa cuma ini, saya tidak sanggup tidak berbicara lagi,” tutup Bukhari dengan suara terseda-seda.

Ia langsung menutup sambutan dan duduk, karena suaranya tampak semakin berat saat bercerita tentang anaknya.

Namun kepada Serambi sang ayah masih mampu bercerita banyak tentang sang anak. Berbeda dengan istrinya Nurbayani, ia tampak terus mengeluarkan air mata saat menceritakan kisah perjalanan hidup anaknya.

Ia mengisahkan, Rina merupakan satu-satunya anaknya yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Sedangkan dua adiknya menempuh pendidikan di pesantren dan yang paling bungsu masih bersekolah SMP.

Karena ayahnya seorang tukang bangunan dan ibunya bertani di sawah, tentu perjuangan Rina dalam menempuh pendidikan dalam serba keterbatasan.

Di saat tidak kuliah Rina sering membantu ibunya pergi ke sawah. Pada waktu luang yang lain, Rina pun mengajar ngaji anak-anak di balai pengajian yang ada di depan rumahnya.

Menurut Nurbayani, untuk memenuhi kebutuhan kuliahnya Rina sering berupaya sendiri. Misalnya, untuk membeli laptop, maka Rina langsung mengusahakan sepetak sawah milik orang tuanya, yang hasilnya untuk membeli laptop.

“Memang saya sangat usahakan untuk kuliah Rina, kadang saya mengupah di sawah orang, hasilnya saya kasih buat uang minyak dia. Tapi mungkin sudah di sini ajalnya. Memang dalam hidup kita ini ada kesenangan dan ada kesedihan,” ujar ibunya sambil terus membasuh air mata dan memeluk erat toga pemberian kampus.

Sang ayah juga bercerita, jika anaknya pernah bercita-cita berkuliah di Jepang, karena ia memang bisa berbahasa Jepang. Namun Bukhari tidak mengizinkannya, karena ia khawatir anak gadisnya jauh dari keluarga.

Namun setelah selesai pendidikan sarjana, kepada ayahnya, Rina pernah mengungkapkan keinginannya melanjutkan S2 sambil bekerja sebagai guru Bahasa Jepang.

Dalam sebuah perjuangan memang tidak pernah ada yang sia-sia. Setidaknya kisah Rina Muharrami menjadi contoh, betapa setiap keringat orang tua harus dihargai dengan sepenuh jiwa oleh setiap anak yang sedang menempuh pendidikan.

Sampai akhir hayatnya, Rina masih terus berjuang demi meraih sebuah kado terakhir untuk sang ayah, selembar ijazah sarjana yang ia impikan. Alfatihah untuk Rina Muharrami, sang sarjana muda dari Kampus Biru UIN Ar Raniry.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved