MATA NAJWA Trans 7, Rabu 13 Maret 2019, Pukul 20.00 WIB Bahas Tema 'Pemilu Dikepung Isu'
MATA NAJWA Trans 7, Rabu 13 Maret 2019, Pukul 20.00 WIB Bahas Tema "Pemilu Dikepung Isu"
Penulis: taryono | Editor: Daniel Tri Hardanto
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Acara MATA NAJWA Trans 7, Rabu, 13 Maret 2019, pukul 20.00 WIB membahas tema "Pemilu Dikepung Isu".
Dilansir akun Instagram Mata Najwa, Rabu, 13 Maret 2019, ragam isu menyerbu, kredibilitas dan netralitas lembaga penyelenggara pemilu dipertanyakan.
Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi memiliki bukti adanya kejanggalan dalam DPT.
Sekitar 17,5 juta nama dalam DPT dianggap tidak wajar.
Di satu sisi, Polri mengaku melihat adanya indikasi propaganda untuk mendelegitimasi pemilu melalui media sosial.
Diberitakan Kompas.com, kubu capres Prabowo mempertayakan dugaan data tidak wajar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2019 ke KPU RI.
Untuk itu, sejumlah petinggi Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mendatangi kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Senin (11/3/2019).
Menurut hasil pencermatan tim IT BPN, ada sekitar 17,5 juta data pemilih yang diduga tak wajar.
Pencermatan dilakukan tim BPN berdasar DPT hasil perbaikan II (DPThp) yang dirilis KPU 15 Desember 2018.
"Kami temukan ya, ada yang enggak wajar itu 17,5 juta (data) itu, di antaranya bertanggal lahir 1 Juli (jumlahnya) 9,8 juta (pemilih). Ada yang lahir 31 Desember (jumlahnya) 3 juta sekian, yang lahir tanggal 1 bulan Januari (jumlahnya) 2,3 juta sekian. Ini yang kami anggap tidak wajar," kata Juru Kampanye BPN, Ahmad Riza Patria, di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (11/3/2019).
"Karena menurut grafik yang lain-lain itu kurang lebih berkisar 400-500 ribu. Ini ada lompatan yang luar biasa sampai 10 kali, bahkan 20 kali," sambungnya.
Dari penjelasan KPU, kata Riza, angka pemilih berdasarkan tanggal lahir tersebut didapat dari Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Selain itu, BPN juga menemukan data tidak wajar berupa 300 ribu orang yang berusia di atas 90 tahun yang masuk DPT.
Menurut BPN, jumlah ini tidak wajar karena terlalu besar.
Ada pula 20.475 pemilih berusia di bawah 17 tahun yang masuk DPT.
Data ini juga dinilai tak wajar.
BPN bahkan menemukan 775.248 data ganda dalam DPT.
• Mata Najwa Trans 7 Rabu 27 Februari 2019 Pukul 20.00 WIB Hadirkan Cawapres Sandiaga Uno
• Mata Najwa Ungkap Kecurangan Dua Exco Inisial IB dan YN, Minta Wasit Menangkan Borneo dan Arema
• Di Mata Najwa, Perangkat Pertandingan Ungkap Modus Pengaturan Skor Liga 1 2018
• Mata Najwa Trans 7 Rabu 20 Februari 2019 Bahas Tema PSSI Bisa Apa Jilid 4: Darurat Sepak Bola
Atas temuan tersebut, kata Riza, KPU berjanji untuk memperbaiki DPT pemilu.
"KPU janji akan perbaiki, revisi dan perbaiki. Kami harap semua masyarakat sama-sama kawal dan pastikan agar DPT bersih, nggak ada manipulasi ganda dan kesalahan lain sehingga pemilu berkualitas," ujar Riza.
Dalam waktu dekat, BPN juga berencana untuk melakukan pertemuan dengan Ditjen Dukcapil untuk mengklarifikasi data tak wajar tersebut.
Ke depannya, BPN akan terus melakukan penyisiran data hingga medekati hari pemungutan suara.
"Hari ini kami akan menetapkan sampling titik-titik, daerah-daerah, nama-nama, yang akan ditelusuri di bawah. Nanti seminggu ke depan kita akan sama-sama turun ke bawah untuk memastikan mudah-mudahan hasilnya baik bagi kita semua," ujar Riza.
Selain Riza, hadir sebagai perwakilan BPN, Direktur Komunikasi dan Media BPN, Hashim Djojohadikusumo.
Hadir pula Wakil Ketua BPN Hinca Pandjaitan, serta Juru Bicara BPN Habiburokhman.
KPU selesai melakukan penyusunan DPT Pemilu 2019 pada 15 Desember 2018.
Berdasarkan hasil rekapitulasi, jumlah pemilih mencapai 192.828.520 orang yang terdiri dari 96.271.476 laki laki dan 96.557.044 perempuan.
Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh angkat bicara mengenai DPT Pemilu 2019 yang disebut Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, banyak yang tidak wajar.
Ketidakwajaran itu, menurut BPN, lantaran ada jutaan nama yang memiliki tanggal lahir sama, yakni 31 Desember.
Bahkan, ada ratusan ribu nama yang berusia di atas 90 tahun.
Temuan ini dianggap janggal oleh BPN Prabowo-Sandiaga.
Namun, menurut Zudan, temuan itu justru merupakan sesuatu yang wajar.
"Kebijakan tentang tanggal lahir 31 Desember sudah berlangsung lama, semenjak Kemendagri menggunakan SIMDUK (Sistem Informasi Manajemen Kependudukan)," ujar Zudan melalui pesan singkat kepada wartawan, Senin (11/3/2019).
Kemendagri menggunakan SIMDUK, sebelum tahun 2004, seluruh penduduk di Indonesia yang lupa atau tidak tahu akan tanggal lahirnya, akan dituliskan lahir pada tanggal 31 Desember pada kartu identitasnya.
Kemudian, pada 2004, Dukcapil menggunakan (SIAK) Sistem Informasi Kependudukan dalam pengelolaan data base warga negara Indonesia.
Sejak menggunakan SIAK, warga negara tang tak mengetahui atau lupa akan tanggal lahirnya, akan ditulis lahir pada 1 Juli.
"Bila dia tidak ingat tanggal, tapi ingat bulannya, maka ditulis tanggal 15 dengan bulan lahir yang dia ingat," papar Zudan.
Kebijakan tersebut kemudian diperkuat kembali menggunakan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2010 tentang Formulir dan Buku yang Digunakan dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.
"Dengan demikian, kita sekarang bisa mengetahui mengapa banyak orang Indonesia bertanggal lahir 1 Juli, 31 Desember atau tanggal 15 ya," ujar Zudan.
Pemilik akun ini menuding Polri membentuk tim buzzer guna memenangkan pasangan calon nomor urut 01, Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
"Kita melihat polanya ke arah situ (delegitimasi). Ada agenda yang dimainkan dalam propaganda di media sosial, dari mulai November-Desember, Kemendagri diserang dengan kasus e-KTP, Desember-Januari ada surat suara tercoblos di 7 kontainer, Januari-Maret Bawaslu dianggap tidak netral," ujar Dedi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (11/3/2019).
Untuk itu, kepolisian akan menangkap para pelaku di balik akun tersebut.
Ia menegaskan, tugas kepolisian dari awal adalah untuk memerangi berita hoaks, seperti e-KTP, surat suara tercoblos, dan sebagainya.
"Beberapa informasi yang menyesatkan sudah kita tuntaskan. Termasuk ini (kasus akun opposite), dalam hal ini kita tunggu dulu, berikan kita kesempatan pada direktorat tindak pidana siber untuk menganalisa secara komprehensif," ujar dia.
Sebuah akun dengan nama @Opposite6890 mengklaim Mabes Polri membentuk buzzer anggota Polri dari tingkat Polres sampai pusat dan semua anggota buzzer terhubung seluruh Indonesia melalui aplikasi bernama Sambhar. (Tribunlampung.co.id/Taryono)