Tribun Bandar Lampung
Lewat Mediasi ala Rembuk Pekon, Pengeroyokan Siswa SD Berakhir Damai
Kasus pengeroyokan terhadap siswa SD oleh lima remaja di Bandar Lampung berakhir damai.
Penulis: hanif mustafa | Editor: Yoso Muliawan
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Kasus pengeroyokan terhadap siswa SD oleh lima remaja di Bandar Lampung berakhir damai. Perdamaian terjalin melalui mediasi ala rembuk pekon.
Adalah Polsek Kedaton yang menganjurkan penyelesaian kasus tersebut melalui rembuk pekon. Gayung bersambut, keluarga lima terduga pelaku pengeroyokan beritikad baik dengan datang ke rumah korban untuk meminta maaf.
Perdamaian berlangsung di rumah korban pada Rabu (13/3/2019) malam. Atas permintaan maaf keluarga lima terduga pelaku, keluarga korban menyatakan memaafkan.
"Sudah damai secara kekeluargaan. Keluarga mereka (lima remaja) datang ke rumah kami dan meminta maaf. Pertemuannya semalam," kata Hendri Dunan (44), ayah korban, Kamis (14/3/2019).
Atas perdamaian tersebut, Hendri menyatakan keluarganya akan mencabut laporan di kepolisian.
"Keluarga mereka sudah beritikad baik dengan meminta maaf. Kami akan cabut (laporan) perkara ini," ujarnya.
Kapolsek Kedaton Komisaris Abdul Mutholib memastikan pihaknya telah menanggapi dan menindaklanjuti laporan keluarga korban sebelumnya. Pihaknya sudah mengumpulkan keterangan saksi-saksi.
Namun demikian, dengan pertimbangan bahwa lima terduga pelaku merupakan anak di bawah umur, pihaknya menganjurkan agar terjalin perdamaian.
"Mengingat anak-anak ini mau ujiaan, khawatir nanti ujiannya tergangu, maka kami mengedepankan pendekatan sosial dengan jalan rembuk pekon," kata Tholib, sapaan akrab kapolsek.
Pihaknya sempat menunggu sebelum menindaklanjuti lebih jauh laporan tersebut. Apabila memang tidak tercapai perdamaian, baru pihaknya akan meneruskan perkara itu.
"Tapi karena sudah sepakat (berdamai), ya sudah. Karena kan sama-sama (korban dan para pelaku) di bawah umur," ujar Kompol Abdul Mutholib.
Video
Laporan kepolisian terkait dugaan pengeroyokan ini mencuat setelah tersebarnya rekaman video di grup-grup aplikasi percakapan WhatsApp.
Hendri Dunan, ayah korban, melapor ke Polsek Kedaton pada Rabu (13/3/2019).
Hendri awalnya tidak menaruh curiga saat anaknya yang duduk di kelas VI SD pulang ke rumah pada Selasa (12/3/2019) petang. Kondisi anaknya yang berusia 13 tahun ketika itu cukup kotor.
Pada malam hari, keponakan Hendri menunjukkan rekaman video. Hendri kaget melihat anaknya menjadi korban pengeroyokan dalam video tersebut.
Pada rekaman video, terduga pelaku pengeroyokan berjumlah lima orang dengan usia berkisar 15-16 tahun.
Pengeroyokan diduga terjadi akibat salah paham antara terduga pelaku dengan korban dalam percakapan di WhatsApp. Seorang dari lima remaja itu diduga tersinggung dengan perkataan korban.
Tanggung Jawab Orangtua
Pengamat pendidikan Lampung, Profesor Karwono, menyatakan miris masih adanya peristiwa anak usia sekolah berkelahi, bahkan terlibat pengeroyokan.
Menurut Karwono, selain pihak sekolah, tanggung jawab terhadap anak tentu ada pada orangtua.
"Jika peristiwa kekerasan terjadi di luar sekolah, maka orangtua lah yang lebih bertanggung jawab. Bisa jadi, ada yang salah dari pola pendidikan di dalam keluarga, sehingga anak sampai melakukan kekerasan," kata Rektor Universitas Muhammadiyah Metro itu.
Di dalam keluarga, papar Karwono, orangtua sebaiknya menanamkan sifat toleransi kepada anak-anaknya sejak dini.
"Antara orangtua dan anak juga harus terjalin komunikasi yang baik. Caranya bisa dengan bercengkerama saat anak pulang sekolah," ujarnya.
Sementara sebaliknya, Karwono menilai, apabila peristiwa kekerasan yang melibatkan anak terjadi di lingkungan sekolah, maka pihak sekolah turut bertanggung jawab.
"Pihak sekolah seharusnya juga memantau bagaimana pola pendidikan anak di tengah keluarganya," kata Karwono. (Tribunlampung.co.id/Bayu Saputra)