Tribun Bandar Lampung

Kisah Andri Saprianto Membangun Usaha Batik Tulis Lampung

Andri Saprianto, yang membuka usaha galeri batik yang beralamat di Jalan Garuda No. 3 Pinang Jaya, Kemiling, Bandar Lampung

Penulis: Eka Ahmad Sholichin | Editor: wakos reza gautama
Tribunlampung.co.id/Eka Ahmad Sholichin
Pengrajin batik tulis Lampung, Andri Saprianto 

"Setalah diwarnai lalu dikunci warna ini ada obat khusus celup ke air, lalu direbus untuk membuang lilin. Kemudian dijemur dan lebih baik tidak dibawah terik panas matahari," paparnya.

Ia menceritakan Deandra Batik lahir bulan September tahun 2016 dan waktu itu ia pernah mengikuti pelatihan dari Dinas Perindustrian Provinsi Lampung yaitu mendesain motif-motif batik tulis khas Lampung.

"Nah dari situ awalnya tidak ada dasar di batik. Tiga hari ikut pelatihan akhirnya direkrut oleh batik Yasodada, pengusaha batik yang sudah cukup besar di Lampung untuk menjadi pendesainnya," katanya.

"Setelah itu bekerja sampai satu bulan. Tapi bekerja bukan pegawai resmi hanya pegawai lepas. Jadi kami sudah gambar. Gambar disetujui atau tidak itu terserah dari bosnya," sambungnya.

Akhirnya ia berpikir sudah gambar banyak tapi tak kunjung disetujui. Maka itu jadi keresahan tersendiri karena sudah banyak sekali tapi tunggu persetujuan dulu.

"Akhirnya saya berpikir kenapa tidak kita sendiri yang buka batik. Akhirnya saya coba cari dimana tempat beli alat dan obat-obat batiknya," katanya.

Ia pun kepikiran di Yogyakarta pasti ada. Tapi waktu itu ada kendalanya yaitu terbentur modal.

"Saya berpikir kemana nih cari modal. Waktu itu ada sertifikat rumah kita coba sekolahin dapat uang sekitar Rp 10 juta," kenangnya.

Akhirnya ia berangkat ke Yogyakarta mencari tempat-tempat itu tapi belum tentu ada kalau tidak berkeliling.

Sampailah Andri ke daerah Ngasem.

"Di situlah tempat ketemu alat-alat batik dan kebutuhan lainnya. Setelah dapat hari itu kita belanja dan besoknya pulang. Jadi hanya sehari saja hanya numpang tidur," kisahnya.

Ia akhirnya pulang ke Lampung dan memproduksi sampai sebulan dapat 20 kain.

Muncul masalah baru. Andri kebingungan memasarkan produk batik tulisnya.

"Jualnya kemana soalnya batik tulis targetnya tidak bisa ke sembarangan orang karena dari harga dan motif," ujar dia.

"Terutama dari harga itu kan mulai dari harga Rp 300 ribu paling rendah. Saya berpikir lagi bagaimana memasarkannya. Akhirnya coba kita tawarkan ke yang dulu memperkenalkan batik dari Dinas Perindustrian itu," katanya.

Halaman
123
Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved