VIDEO Inilah Kunci Bu Wati Mengurus Anak Berkebutuhan Khusus di Panti Asuhan
Menjadi tenaga pendidik bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) tentunya dituntut sikap sabar dan ikhlas.
Penulis: Wahyu Iskandar | Editor: Daniel Tri Hardanto
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Menjadi tenaga pendidik bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) tentunya dituntut sikap sabar dan ikhlas.
Hal tersebut disampaikan Hoemahniwati dari Panti Asuhan dan Sekolah Luar Biasa (SLB) Dharmasari Tanjung Senang, Bandar Lampung, saat disambangi Tribun Lampung, Senin (3/6/2019).
Menurutnya, mendidik ABK dibutuhkan kesungguhan hati saat berinteraksi dengan mereka.
"Contohnya membersihkan kotoran hingga memandikan mereka, itu menjadi rutinitas yang saya lakukan dalam kurun waktu 27 tahun ke belakang," ujar alumnus Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa (SG PLB) Yogyakarta ini.
Ia mengatakan, apabila pekerjaan itu ia lakukan dengan emosi, maka akan ada kontak batin dengan anak sehingga dipastikan ABK itu tak akan mau menuruti apa yang ia minta.
"Sedihnya itu jika mereka sedang kumat," ujarnya.
Bu Wati, begitu ia disapa, menuturkan, anak-anak yang ada di pantinya beragam macam ketunaan yang dimiliki, di antaranya down syndrom, tuli, bisu, dan autis.
Meski begitu, ia bersama Syaiful, sang suami, dengan penuh hati merawat anak-anak dengan harapan para ABK ini nantinya bisa mandiri.
• Kenali Tiga Gejala Anak Terkena Autism Spectrum Disorder
• Terharu Jumpai Anak Berkebutuhan Khusus, Bupati Loekman Seka Air Mata
Selain bersama sang suami, kini ada empat orang yang membantunya menjaga para anak-anak.
"Kalau jumlah anak yang dibinanya saat ini ada 37 anak, di antaranya 20 ABK dan 17 lainnya anak-anak normal," tambahnya.
Dan sejak berdiri tahun 70-an hingga saat ini bila ditotalkan sudah ada 500-an anak yang kini mandiri.
Adapun sejarah berdirinya panti asuhan ini dimotori dr Soebiyan bersama istri, Uswati E Soebiyan.
Kala itu di Pahoman, keduanya mendirikan SLB pada tahun 1977.
"Dahulu SLB ini di Pahoman, tepatnya di rumahnya dr Soebiyan. Lalu dr Soebiyan punya tanah di Tanjung Senang, maka dipindahkan sekitar tahun 1987," imbuhnya.
Lembaga ini berdiri karena banyaknya permintaan dari pasien dr Soebiyan.
"Karena kedua pendiri telah tutup usia, maka manajemen SLB Dharmasari ini dipegang oleh anak sulungnya Sita Dharma Sari yang juga pemilik sekolah Lazuardi Haura," tambahnya.
Karena kepercayaan dari dr Soebiyan, makanya ia diminta mengurus SLB dan Panti Asuhan Dharmasari ini.
(Tribunlampung.co.id/Bayu Saputra/Wahyu Iskandar)