Plt Bupati Mesuji Ngaku Tak Tahu soal Fee Proyek, Ketua DPRD Juga Bilang Tidak Terima Proyek  

Plt Bupati Mesuji H Saply, Ketua DPRD Mesuji Fuad Amrullah, dan Kepala Dinas PUPR Mesuji Najmul Fikri bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Editor: Teguh Prasetyo
Tribunlampung.co.id/Hanif Mustafa
Plt Bupati Mesuji Saply TH (batik hijau) seusai menjalani sidang lanjutan perkara dugaan suap fee proyek infrastruktur Mesuji di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Kamis, 11 Juli 2019. 

Sementara Jaksa Wawan Yunarwanto mengatakan, pihaknya turut menghadirkan Wakil Bupati (sekarang Plt Bupati) H Saply dan Ketua DPRD Fuad Amrullah untuk mengklarifikasi terkait keterangan BAP Najmul Fikri.

"Jadi kami hadirkan wakil bupati dan ketua DPRD terkait adanya plottingyang salah satunya untuk wakil bupati dan ketua DPRD. Kemudian masalah mereka tidak mengakui itu hak mereka tapi kita hadirkan sesuai dengan bukti yang kami dapat," ungkap Wawan.

Wawan pun menuturkan jika kedua saksi sudah disumpah sehingga jika tidak mengakui tidak menjadi masalah karena akan ada kosekuensi hukum.

"Ada kosekuensi hukum sesuai bukti yang ada. Kalau mereka tidak merasa ada semacam pemanfaatan nama itu ada beberapa kemungkinan yang bisa kita duga. Yang jelas kami hadirkan mereka untuk klarifikasi atas penggunaan nama mereka atas plotting di Mesuji," ucapnya.

Demi Proyek Miliaran, Oknum Wartawan Disebut Catut Nama Plt Bupati Mesuji

DPRD Pernah Ajukan Hak Interpelasi

Ada satu fakta menarik yang terungkap dalam sidang lanjutan kasus suap proyek infrastruktur Kabupaten Mesuji di Pengadilan Tindak Pidana Tipikor Tanjungkarang, Kamis (11/7/2019).

Dalam sidang tersebut, Ketua DPRD Mesuji Fuad Amrullah mengaku DPRD Mesuji sempat mengajukan hak interpelasi kepada Bupati Mesuji nonaktif Khamami terkait penggunaan nota dinas.

Menurut Fuad Amrullah, pada 2016, DPRD sempat melapor ke provinsi soal nota dinas dan di waktu yang sama pemerintah daerah sempat dilaporkan juga ke Mabes Polri.

"DPRD menjadi saksi. Namun tahun 2017 pemilihan kepala daerah, sehingga tidak ada dinamika (atas laporan tersebut). Pada tahun 2018 teman-teman (DPRD) menjadi saksi," ungkapnya.

"Beberapa pengawasan kita lakukan, (dengan) memanggil Bupati Mesuji berkaitan beberapa hal seperti Nota Dinas dan kebijakan lainnya. (Kemudian) hak interpelasi diinisiasi pada bulan Juni," imbuh Fuad.

Namun Fuad mengaku bupati menggunakan nota dinas dengan alasan efensiensi.

Hak interplasi belum membuahkan hasil lantaran Bupati Khamami terkena OTT KPK.

"(Interplasi) tidak fokus pada pemotongan (anggaran dinas). Tapi ada beberapa pihak dari tahun 2017 hingga 2018, ada OPD yang menyampaikan secara lisan dan tertulis jika pencairan tidak keluar karena bupati (menerapkan) nota dinas, dan ini harus ditangani karena setiap tahun anggaran silpa makin tinggi," jelas Fuad.

"Singkatnya bermasalah ya?" sahut JPU Subari Kurniawan. "Saya bilang kalau bermasalah berarti tahu sejauh mana masalahnya, tapi yang jelas Silpa naik setiap tahun," terang Fuad. "Bisa dijelaskan kenapa Silpa membengkak?" tanya Subari.

"Ada hal karena satu, putus kontrak. Kedua, ada kegiatan yang tidak dilaksanakan. Ketiga, ada proyek selesai tapi tak terbayarkan," jawab Fuad.

(tribunlampung.co.id/hanif mustafa)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved